Soerya-Ansar dituding main politik uang, disangkal buat honor saksi
Mereka balik menuding aparat keamanan melakukan intimidasi.
Pasangan Soerya-Ansar dituding melakukan politik uang dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Namun, tim sukses mereka beralasan justru dia menjadi korban intimidasi aparat keamanan.
Kabarnya, tim sukses Soerya-Ansar dikabarkan melakukan politik uang di Kecamatan Bengkong, Kota Batam. Bendahara Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Batam, Nuryanto, beralasan duit sebesar Rp 20 juta ditemukan di rumah bendahara PAC PDIP Bengkong, Alex, adalah honor transport serta uang makan para saksi. Fulus itu, kata dia, akan dibagikan kepada para saksi akan ditugaskan di TPS-TPS di Bengkong.
"Beliau (orang yang diamankan aparat keamanan) adalah bendahara PAC Bengkong. Dan beliau adalah penanggung jawab saksi untuk daerah Bengkong," kata Nuryanto, seperti dilansir dari Antara, Rabu (9/12).
Menurut Nuryanto, Alex juga bertanggung jawab pada pembagian kelengkapan para saksi saat bertugas.
"Jadi bukan hanya uang. Ada baju saksi, topi, pulpen, kertas dan semua kebutuhan untuk saksi disimpan di rumah beliau," ujar pria yang juga menjabat Ketua DPRD Batam itu.
Nuryanto justru mengecam cara-cara aparat Babinsa yang mendatangi dan menginterogasi Alex, selaku koordinator saksi tim SAH untuk wilayah Bengkong. Menurut dia, tindakan itu sebagai bentuk intimidasi kepada pasangan SAH. Apalagi menurut dia, yang bertanggung jawab dan memiliki kewenangan pengawasan Pemilu adalah Bawaslu.
"Ada tiga orang berseragam lengkap dan memakai senjata laras panjang. Ada empat orang lagi di luar berpakaian preman mendatangi rumahnya. Selanjutnya, aparat tersebut rencananya akan membawa Alex ke Kodim. Apa kewenangan mereka di situ?" tanya Nuryanto.
Nuryanto mengatakan, intimidasi tidak hanya dialami bendahara PAC PDIP Bengkong, relawan SAH lain juga mengalami hal serupa oleh petugas berseragam.
"Relawan kami, Edi Susilo, didatangi dan diintimidasi delapan orang berbaju tentara," lanjut Nuryanto.
Nuryanto menambahkan, intimidasi itu sudah mengganggu jalannya pilkada serentak.
"Khusus di Kota Batam, saya melihat masifnya peran oknum aparat. Ini preseden buruk demokrasi kita ke depan," tutup Nuryanto.