Terkait surat DPR ke KPK, MKD periksa Fadli Zon Rabu pekan depan
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan memanggil Wakil Ketua Fadli Zon terkait kasus pelaporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki). Fadli dilaporkan melanggar etik karena mengirimkan surat atas nama DPR ke KPK meminta pemeriksaan Setya Novanto dalam kasus e-KTP ditunda hingga praperadilan selesai.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan memanggil Wakil Ketua Fadli Zon terkait kasus pelaporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki). Fadli dilaporkan melanggar etik karena mengirimkan surat atas nama DPR ke KPK meminta pemeriksaan Setya Novanto dalam kasus e-KTP ditunda hingga praperadilan selesai.
Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, MKD berencana memanggil Fadli untuk meminta klarifikasi pada hari Rabu (4/10) pekan depan.
"Jadi Sekretaris Jendral DPR kita panggil, pelapor kita panggil, kemudian Wakil Ketua DPR kita undang untuk klarifikasi. Pak Fadli (dipanggil) Rabu," kata Dasco, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (27/9).
Pemanggilan itu juga untuk verifikasi materi pelaporan sehingga dapat diputuskan perkara yang dilaporkan MAKI layak untuk diteruskan atau tidak. "Jadi untuk persoalan pelaporan dari MAKI kita akan lakukan sidang penyelidikan, kita akan undang terlapor mau pun pelapor untuk saling mengklarifikasi dalam rangka kelengkapan verifikasi materi," jelasnya.
"Sehingga dalam hal itu bisa kita putuskan apakah kemudian layak dijadikan register perkara atau tidak," lanjut Dasco.
Selain melihat pokok perkara, MKD DPR juga akan mengulik motif dan juga latar belakang perkara tersebut. "Kan ada tugas fungsi pokok yang kita dalami selain aturan soal tatib tata bersurat, kemudian juga ada di UU MD 3 soal tata beracara, mengenai masalah, kemudian motif kemudian latar belakangnya semua akan kita dalami nanti karena itu ada di tata beracara," tuturnya.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan Fadli karena tindakan Fadli dianggap masuk pelanggaran kode etik. Dia menilai, Fadli memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi atau golongan, dalam hal ini membantu Setya Novanto.
"Di kode etik itu kan ada yang dilarang untuk kepentingan teman dan golongan, jadi itu kan pribadi," ucapnya di ruang MKD gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9).
Boyamin mengkritisi, jika Novanto melapor sebagai warga negara biasa tidak perlu memakai kelembagaan DPR. Sebab, unsur menyalahgunakan wewenangnya menjadi sangat kental.