UU direvisi, KPK diminta urusi korupsi kakap bukan kelas teri
KPK diharapkan usut kasus korupsi tambang dan perizinan yang berdampak pada stabilitas nasional.
Dalam naskah akademik revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, diatur pula tentang kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi. Di sana diatur bahwa KPK hanya berhak menangani korupsi kelas kakap, yang bersifat luar biasa.
"Eksepsionalitas prosedur penanganan perkara tindak pidana korupsi yang termasuk ketegori yang 'luar bisa' tersebut hanya dimiliki oleh KPK (sebagai satu-satunya lembaga), sedangkan polisi dan jaksa diberi wewenang untuk menangani perkara tindak pidana korupsi yang termasuk kategori biasa/umum dengan menggunakan prosedur hukum acara pidana umum," tulis naskah akademik halaman 41 dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menjelaskan, kata luar biasa dimaksud yakni korupsi yang berdampak terstruktur, sistemik, masif sehingga berdampak buruk bagi stabilitas nasional. Dia menilai, perkara korupsi sudah semestinya diberantas dari hulu sampai hilir.
"Korupsi luar biasa maksudnya yang daya rusaknya sangat mengganggu stabilitas nasional. Jadi korupsi yang bersifat terstruktur, masif, sistematis, bagaimana korupsi kebijakan, perumusan perundang-undangan ini kita ributin hal kecil tapi di hulu bagaimana pembentukan peraturan perundangan dicermati, bagaimana perijinan, regulasi, itu harus menjadi perhatian," kata Arteria saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (13/10).
Dia mencontohkan, selama ini korupsi di sektor migas, perkebunan tidak tertangani dengan baik. KPK hanya sibuk mengurusi korupsi yang dinilai tidak terlalu hebat dengan kewenangan besar yang dimiliki oleh KPK.
"Korupsi sektor pertambangan, energi, di sektor perkembunan, pertanahan, ini tidak pernah disentuh sama teman-teman KPK, ini kami coba hadirkan, makanya kita tempatkan KPK pada posisi terhormat, tidak sama dengan Polri dan Kejaksaan. kewenangan melimpah harusnya daya jelajahnya tinggi, " terang dia.
Di samping itu, revisi UU KPK juga memuat pasal tentang aturan KPK menangani kasus di atas Rp 50 miliar. Jika di bawah, maka KPK diminta melimpahkan kasus itu ke Kejaksaan atau kepolisian.
"Ini untuk menghindari KPK agar tidak tebang pilih, 2012 masuk laporan korupsi Bansos, tapi tidak pernah ditindak lanjuti, tapi didiamkan, ada korupsi Rp 2 M ditangkap. Karena itu kita ingin KPK lebih fokus, di atas Rp 50 M, di bawah Rp 50 M kepolisian sama Jaksa. Karena Rp 50 M dianggap masih kurang daya rusaknya," jelas dia.