6 Pengobatan atau Pengetahuan di Bidang Kesehatan yang Ternyata Pseudoscience
Sejumlah pengetahuan kesehatan di masa lalu yang banyak diketahui dan dipercaya ternyata merupakan pseudoscience.
Dalam beberapa dekade terakhir, ilmu medis telah mengalami kemajuan pesat berkat teknologi canggih dan riset yang mendalam. Namun, di masa lalu, berbagai teori medis dan praktik pengobatan yang keliru sempat mendominasi dunia kesehatan.
Beberapa teori bahkan terkesan aneh dan membingungkan bila dilihat dengan perspektif medis modern. Berikut ini adalah enam contoh pengobatan atau pengetahuan kesehatan yang ternyata merupakan pseudoscience, menunjukkan seberapa jauh kita telah berkembang dalam memahami tubuh manusia.
-
Apa itu Pseudoscience? Pseudoscience atau ilmu semu merujuk pada klaim, kepercayaan, atau praktik yang disebut berbasis ilmiah, tetapi sebenarnya tidak mengikuti metode ilmiah yang sah.
-
Bagaimana Pseudoscience bisa membingungkan? Meski sering kali dikemas dengan terminologi dan presentasi yang mirip dengan sains, pseudoscience gagal memenuhi standar rigor ilmiah dan bukti yang diperlukan.
-
Mengapa penting untuk memahami Pseudoscience? Memahami pseudoscience penting agar Anda lebih waspada dan mampu membuat keputusan ilmiah yang sahih.
-
Dimana kita bisa menemukan contoh Pseudoscience? Fenomena pseudoscience bisa ditemukan di berbagai bidang, mulai dari kesehatan, seperti klaim pengobatan alternatif yang tidak terbukti, hingga bidang teknologi dan sejarah.
-
Mengapa pseudoscience bisa bertahan meskipun bertentangan dengan bukti ilmiah? Mereka sering kali mengemukakan alasan-alasan palsu untuk menolak bukti tersebut, seperti mengklaim bahwa ilmu pengetahuan "terlalu kasar" untuk mengukur efek yang ada, atau bahwa kondisi pengujian yang dilakukan tidak sesuai. Hal ini menunjukkan adanya "loophole" atau celah yang memungkinkan pseudoscientist untuk menghindari potensi pembuktian yang bertentangan dengan klaim mereka.
-
Bagaimana pseudoscience memengaruhi citra diri seseorang? Keyakinan palsu sering kali memperkuat identitas dan pandangan diri seseorang. Sebagai contoh, seorang flat earther mungkin merasa sebagai seseorang yang skeptis terhadap otoritas atau ilmuwan, dan hal ini mendukung citra diri mereka sebagai "pembangkang" terhadap tatanan yang ada.
1. Phrenology
Phrenology adalah teori yang berkembang pada abad ke-19 yang menghubungkan ukuran dan bentuk kepala dengan sifat kepribadian dan kapasitas mental seseorang. Phrenologist percaya bahwa otak dibagi menjadi 27 organ berbeda yang mengontrol emosi dan kemampuan kita, dari “bakat puitis” hingga “cinta terhadap keturunan.” Dengan meraba dan mengukur kepala seseorang, seorang phrenologist akan menentukan kekuatan dan kelemahan alami mereka. Jika seseorang memiliki tonjolan di bagian tertentu dari tengkorak mereka, ini dianggap sebagai tanda bahwa orang tersebut memiliki kapasitas lebih besar untuk “rasa satire” atau kemampuan lainnya.
Meski terdengar logis bagi beberapa orang pada masanya, phrenology terbukti tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Seiring berkembangnya pemahaman tentang otak dan psikologi, teori ini dianggap sebagai pseudoscience yang menyesatkan.
2. Miasma
Konsep miasma atau "udara buruk" telah ada sejak zaman kuno. Teori ini digunakan untuk menjelaskan penyebaran penyakit, termasuk wabah Black Death pada abad pertengahan. Masyarakat pada waktu itu percaya bahwa udara beracun yang disebabkan oleh planet yang tidak selaras adalah penyebab utama wabah ini. Untuk melindungi diri, orang-orang memakai kantong berisi wewangian di sekitar hidung dan mulut mereka, padahal kenyataannya penyebab sebenarnya adalah kutu yang terinfeksi.
Kini, kita tahu bahwa banyak penyakit disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit mikroskopis, bukan udara buruk. Penemuan ini menunjukkan betapa pentingnya penelitian ilmiah dalam memahami dan melawan penyakit secara efektif.
3. Humorisme atau Teori Empat Cairan Tubuh
Selama lebih dari 2.000 tahun, teori humorisme mendominasi dunia medis. Menurut teori ini, tubuh manusia menghasilkan empat cairan atau “humor” yang mempengaruhi kesehatan dan emosi: darah (antusias dan sosial), empedu kuning (mandiri dan tegas), empedu hitam (introvert dan sedih), serta lendir (santai dan tenang). Para penganut teori ini percaya bahwa ketidakseimbangan humor dapat menyebabkan penyakit dan masalah emosional.
- Peneliti Temukan Bukti Penggunaan Obat Herbal 15.000 Tahun Lalu, Ini Tanaman yang Digunakan
- Ini Alasan Mengapa Banyak Orang Percaya Pseudoscience, Bahkan Orang Pintar Juga Bisa Mempercayainya
- Pseudoscience adalah Ilmu Semu, Ini Pengertian dan Contohnya
- 10 Masalah Kesehatan yang Bisa Dicegah dengan Olahraga
Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan ini adalah bloodletting atau pengeluaran darah dari tubuh. Pada masa itu, praktik ini dianggap dapat mengembalikan keseimbangan cairan tubuh. Namun, dengan berkembangnya teknologi medis seperti pemindaian CT dan MRI, kita kini memahami bahwa teori humorisme tidak akurat dan praktik seperti bloodletting lebih sering merugikan daripada membantu.
4. Pengobatan Merkuri
Pada masa lalu, dokter kerap meresepkan merkuri untuk berbagai penyakit, termasuk sifilis. Meskipun sangat beracun, merkuri dianggap sebagai obat mujarab untuk beberapa kondisi medis, termasuk gangguan yang diyakini terkait dengan ketidakseimbangan humor. Mozart, salah satu komponis terbesar dunia, diketahui mengonsumsi merkuri untuk mengatasi penyakitnya, yang diduga berkontribusi pada kematiannya.
Kini, kita tahu bahwa merkuri sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, bahkan dalam jumlah kecil. Paparan merkuri dapat menyebabkan kerusakan organ yang parah, termasuk otak dan ginjal. Penggunaan merkuri sebagai pengobatan kini telah ditinggalkan seiring dengan pemahaman kita tentang toksisitas zat ini.
5. Bicycle Face: Penyakit Palsu Akibat Sepeda
Di akhir abad ke-19, semakin banyak perempuan yang mulai bersepeda sebagai bentuk kebebasan dan mobilitas. Hal ini mendorong beberapa dokter pria untuk menciptakan kondisi medis fiktif yang disebut “bicycle face.” Mereka mengklaim bahwa perempuan yang sering bersepeda akan mengalami "bayangan gelap di bawah mata" dan "ekspresi kelelahan" sebagai akibat dari kegiatan bersepeda.
Penyakit palsu ini jelas merupakan upaya untuk membatasi kebebasan perempuan pada masa itu. Kini, klaim semacam ini tampak konyol, tetapi contoh ini mengajarkan kita tentang bagaimana ilmu medis kadang-kadang disalahgunakan untuk memperkuat norma sosial yang tidak adil.
6. Cacing Gigi sebagai Penyebab Gigi Berlubang
Sebelum kita memahami konsep kebersihan gigi, banyak orang percaya bahwa gigi berlubang disebabkan oleh cacing kecil yang menggerogoti gigi dari dalam. Kepercayaan ini tersebar luas di berbagai budaya dan dianggap sebagai penyebab utama kerusakan gigi. Kemungkinan besar, kepercayaan ini muncul karena pulp gigi yang membusuk tampak seperti cacing saat dilihat dengan mata telanjang.
Saat ini, dengan teknologi seperti mikroskop, kita tahu bahwa kerusakan gigi disebabkan oleh bakteri yang berkembang biak karena kebiasaan buruk dalam menjaga kebersihan gigi. Tidak ada cacing yang terlibat, hanya kebutuhan akan perawatan gigi yang baik.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, banyak teori dan praktik pengobatan yang dulu dianggap sah kini terbukti tidak berdasar. Meskipun beberapa dari teori ini tampak konyol dari sudut pandang kita sekarang, penting untuk diingat bahwa pada masanya, mereka mungkin adalah upaya terbaik untuk memahami tubuh manusia. Ini menekankan betapa pentingnya penelitian ilmiah dan perkembangan teknologi dalam memperbaiki kehidupan kita dan mencegah praktik-praktik pseudoscience yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.