Menurut Penelitian Terbaru, Ini Salah Satu Tanda Red Flag yang Bisa Tampak pada Pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa pria yang kerap memamerkan otot di media sosial berpotensi mengalami obsesi terhadap penampilan tubuh mereka.
Di zaman media sosial, aktivitas berbagi momen keseharian serta pencapaian individu telah menjadi hal yang sangat umum dalam kehidupan kita. Platform seperti Instagram dan TikTok tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk mengekspresikan diri, tetapi juga sebagai sumber validasi sosial melalui jumlah "like" dan komentar yang diterima. Namun, di balik kemudahan dalam berbagi ini, ada sisi negatif yang bisa mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap diri mereka sendiri, terutama berkaitan dengan penampilan fisik.
Sebuah studi dari University of South Australia menunjukkan bahwa pria yang kerap memamerkan otot di media sosial memiliki risiko tinggi untuk mengalami obsesi terhadap penampilan tubuh. Kebiasaan ini bukan hanya menjadi bagian dari budaya flexing, tetapi juga mengindikasikan adanya kemungkinan gangguan citra tubuh, seperti muscle dysmorphia. Kondisi ini membuat individu merasa tubuhnya tidak ideal meskipun bagi orang lain tampak berotot.
-
Kata-kata lucu apa yang dibagikan di media sosial? Kata-Kata lucu yang dibagikan di medsos bisa menjadi hiburan bagi orang lain.
-
Kata-kata apa yang sering ditemukan di media sosial? "Kata-kata hari ini adalah kalimat yang sering diucapkan di medsos. Biasanya orang yang mendapatkan pertanyaan ini akan mengungkapkan sebuah kalimat inspiratif yang memotivasi orang."
-
Kenapa Situ Cipanten viral di media sosial? Tak ayal, lokasi wisata ini sempat viral di media sosial karena keindahannya, dan didatangi pengunjung dari berbagai daerah.
-
Apa yang membuat kata-kata pantai trending di media sosial? "Tingkahmu yang sering tidak terduga itu seperti kembang api yang terkubur di pantai berpasir yang terlupakan begitu saja."
-
Kenapa cromboloni viral di media sosial? Tips Membuat Cromboloni saat ini tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial khususnya Tiktok.
-
Siapa yang kerap mengunggah kesehariannya di media sosial? Setelah menikah dengan Harvey Moeis dan memiliki 2 anak, Sandra kerap mengunggah kesehariannya di media sosial.
Fenomena ini semakin diperburuk oleh standar tubuh ideal yang dibentuk di media sosial. Jumlah "like" dan komentar positif sering kali dijadikan tolak ukur kepuasan diri, mendorong orang untuk mencari validasi sosial dengan cara yang tidak sehat. Penelitian ini menunjukkan bahwa di balik unggahan tubuh kekar yang terlihat percaya diri, terdapat kerentanan yang harus diperhatikan, khususnya terkait dengan kesehatan mental dan perilaku sehari-hari.
Apa Itu Muscle Dysmorphia?
Muscle dysmorphia merupakan salah satu jenis gangguan citra tubuh yang ditandai dengan obsesi terhadap ketidakpuasan akan bentuk tubuh, khususnya terkait otot dan kekuatan fisik. Menurut American Psychiatric Association, gangguan ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti mengutamakan diet ketat dan berolahraga secara berlebihan hingga mengorbankan waktu untuk bersosialisasi.
Penelitian menunjukkan bahwa pria yang sangat memperhatikan jumlah "like" dan komentar pada unggahan mereka cenderung lebih rentan terhadap gejala muscle dysmorphia. Hal ini mengindikasikan bahwa media sosial tidak hanya berfungsi sebagai platform untuk berbagi konten, tetapi juga sebagai sumber validasi sosial yang dapat memengaruhi cara seseorang melihat dirinya sendiri.
Tekanan untuk memenuhi standar tubuh yang ditetapkan di dunia maya juga menjadi perhatian penting. Dr. Luigi Donnarumma, peneliti utama dalam studi ini, menyatakan bahwa selama ini fokus lebih sering diberikan kepada perempuan, padahal laki-laki juga mengalami dampak yang signifikan dari tekanan tersebut. "Pria sering terpapar standar tubuh hiper-maskulin secara online, terutama melalui konten kebugaran dan selebriti," ungkap Donnarumma. Postingan yang mendapatkan banyak "like" dan komentar positif memperkuat anggapan bahwa memiliki tubuh berotot adalah sesuatu yang wajib dicapai. Akibatnya, banyak pria merasa tertekan untuk menjalani gaya hidup yang tidak sehat, seperti berolahraga secara berlebihan, mengatur pola makan yang sangat ketat, hingga menggunakan steroid.
Peranan Media Sosial Terhadap Validasi Diri
Penelitian ini mengacu pada studi yang dilakukan pada tahun 2020, yang mengungkapkan bahwa pria yang rutin melakukan latihan angkat beban cenderung lebih termotivasi untuk berolahraga ketika postingan mereka mendapatkan banyak like dan komentar. Selain itu, mereka juga memperhatikan reaksi positif yang diterima oleh postingan pria lain. Dr. John Mingoia, salah satu penulis dari penelitian tersebut, menjelaskan bahwa ekspektasi sosial yang dipicu oleh media sosial dapat memberikan dampak yang berkepanjangan. "Ketika pria melihat penghargaan online terhadap tubuh berotot, hal ini memicu perilaku berbahaya yang terus berlanjut," ujarnya.
Waspadai Tanda Bahaya
Bagi sebagian orang, menunjukkan otot bisa dianggap sebagai bentuk kebanggaan atas pencapaian dalam kebugaran. Namun, jika perilaku ini didorong oleh keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari media sosial, hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah yang lebih serius. Penting untuk diingat bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Jika Anda atau orang terdekat menunjukkan tanda-tanda obsesi yang berlebihan terhadap penampilan fisik atau media sosial, sebaiknya segera mencari bantuan profesional. Media sosial merupakan alat yang sangat berpengaruh. Gunakanlah dengan bijak agar dapat menjadi sumber inspirasi, bukan sebagai beban tekanan.