Terjadinya GERD pada saat Pandemi Didorong oleh Faktor Stres
Faktor stres memegang peranan besar di balik penyakit GERD (gastroesophageal reflux disease) saat pandemi COVID-19, kata staf medik Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM-FKUI Rabbinu Rangga Pribadi.
Terjadinya masalah pada lambung merupakan hal yang kerap kali kita hadapi. Walau begitu, masalah ini bisa lebih rentan dialami di masa pandemi.
Faktor stres memegang peranan besar di balik penyakit GERD (gastroesophageal reflux disease) saat pandemi COVID-19, kata staf medik Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM-FKUI Rabbinu Rangga Pribadi.
-
Apa yang bisa membantu mengurangi keparahan gejala maag atau GERD? Dr. Muhammad Firhat Idrus, seorang spesialis Penyakit Dalam dari RS Cipto Mangunkusumo, menjelaskan bahwa ibadah puasa dapat membantu mengurangi keparahan gejala maag atau GERD karena pola makan yang teratur.
-
Apa yang dimaksud dengan penyakit GERD? Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan salah satu gangguan kesehatan umum yang kerap dialami di masyarakat. Ini merupakan kondisi di mana kandungan asam pada lambung mengalami peningkatan, sehingga menyebabkan berbagai gejala yang tidak nyaman.
-
Apa bedanya antara GERD dan mag? GERD jauh lebih umum dibandingkan mag. Oleh karena itu, penting untuk memahami perbedaan antara keduanya agar dapat mengelola kondisi kesehatan dengan tepat.
-
Bagaimana mengatasi sakit perut karena GERD? "Jika kamu mengalami berbagai gejala ini, kamu bisa mengonsumsi produk penurun asam," terang dr. Omino.
-
Siapa yang mengatakan tentang sakit perut karena GERD? Dilansir dari Livestrong, Ronald Omino, MD, gasentrologis dari UCLA Health Services menyebut sejumlah hal yang bisa menjadi penyebab munculnya sakit perut saat bangun di pagi hari.
-
Mengapa gejala maag atau GERD bisa membaik selama puasa? Pola makan yang teratur selama puasa, di mana seseorang hanya makan pada waktu tertentu yaitu saat berbuka puasa dan sahur, dapat membantu memperbaiki gejala maag atau GERD.
"Penelitian menunjukkan hampir setengah pasien GERD melaporkan stres sebagai faktor terbesar yang memperburuk gejala," papar Rabbinu dilansir dari Antara beberapa waktu lalu.
Stres punya kaitan erat dengan timbulnya GERD, sementara saat ini banyak orang yang merasa tertekan akibat kehilangan pekerjaan, kehilangan anggota keluarga hingga tidak bisa leluasa bepergian akibat pandemi COVID-19. Stres atau kecemasan jadi salah satu faktor risiko GERD, begitu juga gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan berat badan berlebih.
Faktor lainnya meliputi makan dalam jumlah besar, obat-obatan, hamil, menyantap makanan yang memicu kenaikan asam lambung juga berbaring setelah makan. GERD adalah penyakit yang disebabkan naiknya asam lambung ke kerongkongan, menyebabkan gejala tertentu dan komplikasi.
Gejalanya meliputi rasa terbakar di dada (heartburn) juga rasa makanan naik kembali atau mulut terasa asam alias regurgitasi. Gejala lainnya yang lebih umum meliputi batuk, suara serak, nyeri saat menelan, erosi pada gigi, nyeri dada, rasa pahit di lidah dan rasa terganjal di kerongkongan.
GERD berbeda dengan penyakit maag, tapi terkait dengan asam lambung. Dalam kondisi normal, asam lambung berada di dalam lambung, tapi asam lambung itu naik ke kerongkongan pada penderita GERD.
Penyakit ini banyak dialami masyarakat di dunia. Berdasarkan data 2016, ada 24,8 persen penduduk di Indonesia yang mengalami GERD.
Hal yang Harus Dilakukan Penderita GERD
Dia mengatakan, GERD bisa diatasi dengan obat, tapi itu saja tak efektif bila pasien tidak memodifikasi gaya hidup menjadi lebih sehat. Pasien GERD harus mengubah gaya hidup dengan cara menjaga berat badan ideal, olahraga teratur, berhenti merokok dan minum minuman beralkohol juga mengurangi makanan berlemak. Serta tidur dengan meninggikan kepala sekitar 20 cm, menghindari makan dalam jumlah besar terutama saat malam, menghindari ngemil pada malam hari dan tidak berbaring minimal tiga jam setelah makan.
Dia menjelaskan, pasien GERD perlu melakukan teropong saluran cerna atau endoskopi atas bila penyakit tidak segera membaik setelah mengonsumsi obat dan memodifikasi gaya hidup agar lebih sehat. Juga bila pasien mengalami gejala atau tanda bahaya seperti muntah terus menerus, muntah darah, BAB hitam, sulit menelan, anemia dan berat badan menurun.
"Penyakit ini tidak menimbulkan kematian, namun sangat mengganggu aktivitas keseharian pasien," kata dia.
Pada masing-masing individu, pengobatan GERD ini bisa sangat berbeda. Oleh karena itu, perlu konsultasi dengan dokter telebih dahulu untuk mengatasinya.
(mdk/RWP)