Jelajah Benteng de Kock, Saksi Bisu Pecahnya Perang Padri di Bukittinggi
Benteng de Kock, saksi bisu Perang Padri yang dimotori Tuanku Imam Bonjol di Bukittinggi.
Salah satu jejak peninggalan kolonial Belanda di Bukittinggi dalam perang Padri tahun 1803-1837.
Jelajah Benteng de Kock, Saksi Bisu Pecahnya Perang Padri di Bukittinggi
Jejak peninggalan kolonial Belanda di Indonesia bisa kita jumpai di setiap kota. Tak sedikit peninggalan tersebut kini sudah tak berbentuk orisinal atau kondisinya sudah hancur terkikis zaman.
Di Bukittinggi terdapat sebuah peninggalan milik kolonial Belanda berupa bangunan pertahanan atau benteng yang bernama Benteng De Kock. Bangunan ini menjadi saksi bisu pecahnya perang Padri yang melibatkan masyarakat Minangkabau yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol.
Saat ini benteng tersebut menjadi salah satu ikon sejarah selain Jam Gadang dan Rumah Kelahiran Bung Hatta. Berikut ulasan tentang Benteng de Kock yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
-
Siapa yang menceritakan tentang masa penjajahan Belanda di Kampung Gantungan Sirah? Wardiman, salah seorang warga Kampung Gantungan Sirah, mengatakan bahwa kini nama kampung itu sudah diganti dengan nama “Gunung Sari”. Ia mengatakan, saat masih bernama “Gantungan Sirah”, di kampung itu sering terjadi warga yang bunuh diri dengan cara gantung diri. Wardiman bercerita, waktu zaman penjajahan Belanda, lokasi kampung itu digunakan sebagai tempat para tentara Belanda melakukan kekerasan terhadap warga pribumi. Mereka melakukan eksekusi terhadap para warga dengan digantung kepalanya.
-
Kapan Benteng Van Der Wijk dibangun? Benteng Van Der Wijk didirikan pada tahun 1844-1848.
-
Kenapa Jaka Sembung melawan Belanda? Ia juga akan meyakinkan masyarakat bahwa kolonialisme merupakan bentuk perbudakan dan akan merugikan kampung ketika sudah berhasil dikuasai.
-
Kenapa Benteng Speelwijk dibangun? “Pendirian benteng dilatari ketika Belanda ingin menguasai secara politik dan ekonomi di wilayah Kesultanan Banten,” terang Arkeolog dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII, Juliana.
-
Bagaimana kondisi pria Bukittinggi yang difoto bersama tentara Belanda? Paling mencolok dari pria Pribumi itu adalah tubuhnya yang kurus seperti kekurangan gizi karena kemungkinan tidak mendapatkan makanan dan menahan rasa lapar.Pria tersebut terlihat jelas menghadap ke kamera dengan kondisi yang luntang-lantung.
-
Mengapa Belanda dendam pada Teuku Nyak Makam? Dendam Belanda kepada Teuku Nyak Makam muncul sebagai akibat dari keberhasilan Panglima Teuku Nyak Makam dalam menewaskan banyak Belanda dan terus menjadi ancaman melalui melakukan sabotase dan penyerangan gerilya.
Dibangun Abad 19
Mengutip beberapa sumber, Benteng de Kock berdiri pada tahun 1825 yang dibangun oleh Kapten Johan Heinrich Conrad Bauer yang sekaligus memimpin pasukan tentara Hindia Belanda ke wilayah pedalaman Sumatra Barat.
Nama "de Kock" diambil dari Komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu yang bernama Hendrik Merkus Baron de Kock. Dari situlah lahirlah nama Benteng de Kock yang kita kenal saat ini.
"de Kock" bukanlah nama satu-satunya yang menjadi benteng di Sumatra Barat. Nama daerah Bukittinggi pun dulu dikenal dengan nama Fort de Kock yang menjadi salah satu pusat pemerintahan Belanda di Sumatra.
(Foto: wikipedia)
Saksi Perang Padri
Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini tak semata-mata hanya menjadi bangunan biasa. Pasalnya, Benteng de Kock juga menjadi saksi bisu peperangan antar kaum adat di Minangkabau yang bernama Perang Padri.
Peperangan yang berlangsung sejak tahun 1803 hingga 1837 ini menjadi tempat berlindung tentara Belanda dari gempuran masyarakat Minangkabau.
Gempuran perang Padri yang melibatkan kolonial Belanda ini tak lepas dari permintaan kerja sama dengan kaum adat untuk mengalahkan Kaum Padri. Tetapi perjanjian tersebut justru menjadi boomerang bagi kaum adat yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.
(Foto: BPCB Sumatra Barat)
Bukti Perluasan Kekuasaan
Tak hanya menjadi saksi Perang Padri, Benteng de Kock juga menjadi bukti bahwa Belanda telah menduduki tanah Sumatra Barat yang meliputi Bukittinggi, Agam, dan Pasaman.
Berdirinya benteng tersebut juga lahir atas dasar kecerdikan dan kelicikan tentara Belanda yang memanfaatkan Perang Padri. Mereka mencari kesempatan agar bisa mendirikan benteng-benteng dan juga bangunan lainnya.
- Begini Jawaban Kapolres Bitung Ditanya Penyebab Bentrok Dua Ormas
- Menjelajah Benteng Bukit Kursi, Bukti Pertahanan Kuat Pulau Penyengat Zaman Kerajaan Melayu
- Jelajah Benteng Besar Milik Tentara Jepang di Pantai Ulak Karang Padang, Kini Kian Terbengkalai
- Pendaki Meninggal Dunia di Gunung Rinjani, Jasadnya Terjepit di Dekat Goa
Kondisi Saat Ini
Meski sudah menjadi tempat ikonik di Bukittinggi, benteng ini sudah tidak menyisakan bangunan orisinalnya alias sudah runtuh. Saat ini kompleks benteng sudah dijadikan Taman Kota Bukittinggi dan Taman Burung Tropis.
Bangunan yang tersisa dari Benteng de Kock hanya sebuah meriam kecil bertuliskan tahun 1813 diempat sudut benteng yang sudah dicat warna putih dan hijau setinggi 20 meter.
Tak hanya meriam, di sekeliling benteng juga masih terlihat sebuah parit yang membatasi sedalam 1 meter dan lebar 3 meter. Sudah tidak berbentuk seperti aslinya, benteng yang beralamat di Jalan Benteng, Kelurahan Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguk Panjang ini sudah termasuk dalam Badan Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Barat.