Kisah Jenderal KSAD Bertangan Satu Pertaruhkan Nyawa, Ini Sosoknya yang Terlatih Gigih Sejak Kecil Hidup Penuh Cobaan
Dirinya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Dirinya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Kisah Jenderal KSAD Bertangan Satu Pertaruhkan Nyawa, Ini Sosoknya yang Terlatih Gigih Sejak Kecil Hidup Penuh Cobaan
Jenderal TNI AD ini lahir di pantai utara Jawa
Timur, petanya di Kabupaten Tuban pada 20 Agustus 1920. Ia adalah anak kedua dari pasangan Bawadiman Hardjosapoetro dan Umsjiah.
(Foto: Pemkab Tuban)
-
Siapa yang menjadi KSAD pertama Indonesia? Pada Februari 1948, Djatikusumo resmi diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan menjadikannya KSAD pertama Indonesia.
-
Siapa KSAD termuda di Indonesia? Lahir pada tahun 1918, ia resmi menjadi KSAD ke-2 menggantikan GPH Jatikusumo di usia yang cukup muda yaitu 31 tahun. Selain Nasution, GPH Jatikusumo juga menjabat sebagai KSAD di usia yang sama. Kedua sosok ini menjabat sebagai KSAD termuda sepanjang sejarah Indonesia.
-
Siapa Jenderal TNI yang pernah menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan? Tokoh militer TNI-AD asal Jambi ini merupakan satu-satunya Jenderal yang menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan.
-
Kenapa TNI menganiaya KKB? 'Karena ada informasi dari masyarakat yang menyatakan akan adanya pembakaran Puskesmas di Omukia Kabupaten Puncak. Nah kemudian terjadilah tindakan kekerasan ini,' sambungnya.
-
Siapa anggota TNI AD yang tewas di Bekasi? Seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) berinisial Praka S (27) tewas dengan luka-luka dan berlumuran darah di tubuhnya.
-
Apa prestasi Anak TNI tersebut? Dia baru saja 'memborong' dua medali atas kemenangannya pada Kejuaraan Nasional Arung Jeram Jakarta Tahun 2024.
Tumbuh tanpa Sang Ayah
Ayahnya adalah anggota organisasi Serikat Islam dan berkali-kali menjadi tahanan politik Belanda. Kesibukan ayahnya membuat sang jenderal dan keempat saudaranya hanya diasuh ibu sejak kecil.
Sang jenderal menempuh pendidikan umum di Sekolah Rakyat sejak tahun 1927. Ia hidup berpindah-pindah mengikuti orang tuanya, mulai dari Surabaya, Semarang, hingga Bogor.
Saat di Bogor, ia tinggal bersama bibinya karena orang tuanya tertangkap saat memimpin pemberontakan terhadap Gubernur Jenderal Belanda. Orang tua sang jenderal masuk penjara
Sukamiskin pada 1933, seperti mengutip buku Profil Kepala Staf Angkatan Darat Ke-1 s.d. Ke-26 (Dinas Sejarah Angkatan Darat, 2011).
Pendidikan Militer
Pada 1937 saat dirinya berusia 17 tahun, ia pergi ke Palembang mengikuti
pamannya dan bersekolah di Mulo/B. Lulus dari Mulo, ia bekerja di Perusahaan BPM Plaju dan megikuti kursus perminyakan tahun 1939.
Menikah
Ia kemudian melanjutkan pendidikan militer Perwira Gyugun di Pagar Alam pada tahun 1943. Saat berusia 30 tahun, ia kemudian menikahi Siti Nurrani Asa'ari. Pernikahan itu berlangsung pada 7 Juni 1950 dan setelahnya mereka dikaruniai enam orang anak.
Karier
Sang jenderal mengawali karier militernya sebagai Klerk BPM di Plaju (1938-1942), Klerk Asano Buton Plaju (1942-1943), Letnan Dua Gyugun dan Komandan Pendidikan Gyugun di Tanjung Raja dan Plaju (1943), Komandan Peleton Pertahanan Sungsong Upang Palembang (1943-1944), Komandan Kompi
Pertahanan daerah Kruo Lampung dan Komandan Pelatih Polisi Batu Raja (1944), Pembentuk TKR Palembang (1945), Komandan Resimen I TRI Div II Garuda (1945), Komandan Brigade Pertempuran Div VIII, Komandan Sub Ter Palembang, Komandan Brigade
Garuda Merah (1946).
Selanjutnya, Komandan Gerilya di Sumatra Selatan (1946-1949), Komandan Brigade Tentara
Teritorium II Sriwijaya, Panglima TT II Sriwijaya (1950-1952). Puncaknya, jadi Kepala Staf Angkatan Darat (1955).
(Foto: Wikimedia Commons)
Insiden Kehilangan Satu Tangan
Pada 1947, Jenderal yang diketahui bernama Bambang Utoyo memimpin pasukannya dalam Perang Lima Hari Lima Malam, sebuah konflik melawan kolonial Belanda di Sumatra Selatan. Bambang yang saat itu masih berpangkat Letkol melakukan uji coba granat tangan buatan pejuang rakyat di Jambi. Saat granat yang diuji coba hendak dilemparkan, justru meledak sebelum waktunya. Akibatnya, tangan kanan Bambang mengalami luka serius. Bambang akhirnya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Diangkat jadi KSAD oleh Soekarno
Pada tahun 1955, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-4. Ia menjabat dalam kurun waktu cukup singkat yakni pada 27 Juni 1955 – 28 Oktober 1955. Meski demikian, selama menjadi pimpinan tertinggi TNI AD, Jenderal Bambang telah berbuat banyak dengan menyumbangkan pikiran demi kemajuan bangsa khususnya Angkatan Darat. Ia selalu menekankan pentingnya "Menjaga Keutuhan Angkatan Darat".