Kisah Pilu Keluarga di Aceh Utara Bertahan Hidup di Gubuk Rapuh, Atapnya dari Daun dan Dindingnya Berlubang
Kondisi rumah Idris rapuh. Atapnya terbuat dari daun rumbia yang hampir hancur, dinding anyaman bambunya juga berlubang dan penuh rongga. Ia butuh bantuan.
Pasangan suami istri, Muhammad Idris dan Suwaibah beserta ketiga anaknya pasrah menempati rumah tinggal tak layak huni di Desa Sangkelan, Kecamatan Banda Baro, Kabupaten Aceh Utara.
Kondisi tempat bernaung mereka benar-benar memprihatinkan karena tampak rapuh. Atapnya terbuat dari daun rumbia yang hampir hancur, dindingnya berbahan anyaman bambu yang sudah berlubang dan penuh rongga di sisi-sisinya.
-
Kapan warga Kampung Adat Lebak Bitung menumbuk padi? Menariknya, padi yang ditumbuk adalah yang disimpan di leuit berusia empat sampai enam tahun dan masih sangat baik untuk dikonsumsi.
-
Kenapa warga sekitar tidak terganggu dengan kuburan di depan rumah mereka? Warga sekitar mengaku bahwa mereka sudah terbiasa tinggal bersebelahan dengan kuburan. Bahkan mereka mengatakan hal itu bisa menjadi sebuat pengingat akan kematian.
-
Bagaimana Rasya merasakan tinggal di rumah yang berdampingan dengan kuburan? Walau dianggap sudah terbiasa, namun salah seorang penghuni bernama Rasya memiliki pengalaman tersendiri tinggal di rumah yang berdampingan dengan area kuburan.
-
Siapa yang tinggal di rumah mewah tersebut? Rumah dua lantai milik Thariq Halilintar didominasi oleh warna putih, memberikan kesan minimalis namun tetap mewah dan elegan.
-
Mengapa warga di kampung Nagog pindah rumah? Warga di Kampung Nagog pindah rumah karena akses jalan ke tempat mereka yang sulit. Letaknya yang terpencil membuat mereka sulit untuk pergi ke manapun. Belum lagi mereka harus tinggal di dekat hutan yang masih terdapat banyak babi hutan di sana.
-
Dimana keluarga tersebut tinggal? Para korban tinggal di rumah kontrak karya di Dusun Boro Bugis RT 03, RW 10, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
Mirisnya, Idris pernah dijanjikan bantuan tempat tinggal layak oleh salah satu anggota DPR setempat yang sampai sekarang belum tampak realisasinya.
Idris dan keluarganya menjadi warga yang hidup di bawah garis kemiskinan yang memerlukan uluran bantuan agar mendapat tempat bernaung yang nyaman. Berikut informasinya.
Kondisi Rumah Mengkhawatirkan
Sudah 15 tahun Idris dan Suwaibah tinggal di rumah reyot itu. Di sana pula, anak-anaknya tumbuh dengan kondisi serba kekurangan karena tidak ada biaya.
Tak ada perabotan mewah di rumahnya, sudah bisa hidup dan terlindung dari cuaca jadi hal yang amat disyukuri Idris.
Parahnya lagi, kondisi lantainya hanya beralaskan tanah sehingga rawan becek dan banjir saat hujan deras menerpa.
- Kisah Pilu Satu Keluarga di Lebak Tinggal di Rumah Nyaris Roboh, Kondisinya Memprihatinkan Tak Kunjung Dapat Bantuan
- Potret Ratusan Kios dan Rumah Warga Rusak Akibat Diterjang Hujan Badai di Aceh Utara
- Satu Keluarga Tertimpa Tembok Runtuh di Jaksel Saat Lagi Tidur, Empat Orang Terluka
- Kisah Keluarga Pemberani yang Tinggal di Kampung Mati Tengah Hutan Cilacap, Hidup Berdampingan dengan Babi Hutan
Terpaksa Berutang untuk Menyambung Hidup
Tidak adanya pekerjaan membuat Idris kelimpungan mencari rezeki. Ia pun hanya bisa bekerja serabutan dari warga di sana.
Untuk bertahan hidup, Idris dan Suwaibah harus rela berutang kepada tetangga agar bisa membeli beras atau makanan. Tak ada pilihan lain yang bisa dilakukan.
“Untuk mencukupi kebutuhan, biasanya dapat bantuan dari dermawan,” kata Idris, mengutip YouTube Liputan6, Rabu (25/9).
Pernah Dimintai Identitas untuk Rumah Layak Huni
Beberapa waktu lalu, Idris sempat dimintai identitas oleh salah satu anggota DPR di sana. Disebutkan bahwa identitas ini untuk syarat rumah layak huni yang akan ia dapatkan.
Sayangnya, sampai akhir tahun 2024 ini janji tersebut belum terealisasi dan rumahnya justru semakin mengkhawatirkan karena dimakan usia.
“Saya juga kadang sampai harus berutang ke tetangga atau rekan,” tambah Idris, saat ditemui wartawan di rumahnya.
Berharap Pemerintah Menaruh Perhatian
Sementara itu, Kepala Desa Sangkelan, Muhammad Qusyasyi, merasa prihatin atas kondisi yang dialami Muhammad Idris dan keluarganya.
Ia juga membenarkan bahwa Idris pernah dimintai KTP yang datanya akan dimasukkan ke penerima rumah layak huni. Sampai akhir September ini, belum ada kepastian tentang bantuan tersebut.
“Jadi kebetulan saudara Muhammad Idris ini pernah diminta KTP untuk datanya dimasukkan ke rumah layak huni, namun sudah beberapa tahun rumahnya tidak dibangun,” katanya.
Butuh Uluran Bantuan
Karena tempat tinggal yang semakin tidak layak huni, sudah saatnya dilakukan renovasi oleh pihak-pihak dermawan terkait.
Muhammad Qusyasyi berharap ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, termasuk petinggi daerah yang berwenang.
“Saya berharap kepada dewan perwakilan rakyat (DPR), jika memang data beliau ada, tolong segera diperbaiki karena keluarga Idris sangat layak untuk dibantu agar mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak huni,” tambahnya.