Kisah Pilu Satu Keluarga di Lebak Tinggal di Rumah Nyaris Roboh, Kondisinya Memprihatinkan Tak Kunjung Dapat Bantuan
Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Kondisi rumah Muhanah di Kampung Sampai Kidul, Desa Sukadana, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Banten, amat memprihatinkan. Agar tetap berdiri, rumah ini bahkan sampai harus disangga tiang kayu karena hampir roboh.
Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya. Karena ekonomi yang sulit, ia bersama suami tak bisa berbuat banyak dan menanti uluran tangan pihak terkait.
-
Apa masalah yang dihadapi warga Kampung Lebak Jeunjing? Selain belum teraliri listrik dengan baik, permukiman Lebak Jeunjing di Desa Mandalasari, Kecamatan Puspahiang ini juga memiliki rute jalan yang terjal dan sulit dilalui kendaraan roda dua maupun empat.
-
Bagaimana kondisi rumah di permukiman terbengkalai? Rata-rata, rumah di permukiman padat tersebut masih berbentuk utuh, dan tak jauh dari pinggir jalan.Semakin dalam masuk ke dalam gang, beberapa rumah yang awalnya masih layak ditinggali, perlahan-lahan berganti menjadi rumah yang tampak rusak karena tidak terurus lama.
-
Kenapa warga Lebak kekurangan air bersih? Memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah di Banten mulai mengalami kesulitan air bersih. Di Kabupaten Lebak misalnya, warga sekitar terpaksa memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan mencuci pakaian hingga air minum.
-
Siapa yang tinggal di rumah nyaris roboh? Sang pemilik, Abun (63), tak bisa berbuat banyak lantaran hidup di bawah garis kemiskinan.
-
Siapa yang tinggal di gubuk reyot itu? Seperti inilah gubuk yang ditempati Samudi, seorang kakek berusia 66 tahun warga Kampung Cipalid, Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.
-
Siapa yang terdampak kekeringan di Lebak? 'Di Rancabaok ada 40 rumah yang kekeringan, karena sumur-sumur timba itu pada kering,' jelas Sumiati. Terjadi Setiap Musim Kemarau Ditambahkan Sumiati, bahwa tidak ada pilihan lain bagi warga selain mengambil dari sungai-sungai yang masih teraliri air. 'Nggak ada pilihan, mau ngebor juga mahal,' tambahnya.
Selama ini, dirinya sudah mengajukan bantuan perbaikan rumah namun masih belum ada tanggapan. Bahkan, pernah ada yang menjanjikan bantuan renovasi rumah namun ia harus membayar biaya sebesar Rp5 juta yang tentunya amat memberatkan.
Ia bersama keluarganya hanya bisa pasrah, dan berharap rumahnya bisa terus berdiri untuk melindungi keluarga kecil itu. Berikut informasinya.
Sudah Berkali-kali Ajukan Perbaikan ke Pemerintah
Sang suami, Mamit, mengatakan bahwa dirinya telah berkali-kali mengajukan perbaikan rumah kepada pemerintah setempat. Bahkan ia sampai rela bolak-balik, demi mendapat kejelasan.
Sayangnya, upaya tersebut masih nihil dan belum ada respons dari pihak terkait. Mengingat kondisi rumahnya yang masuk kategori tidak layak huni tak kunjung mendapat bantuan perbaikan.
“Sudah coba mengajukan ke pemerintah sampai lima kali, lah, ke pemerintah itu. Ada yang mau ngerehab rumah ini, tapi saya harus bayar Rp5 juta,” terang Mamit, mengutip Youtube SCTV Banten, Senin (9/9).
Mengandalkan Hasil Pertanian untuk Bertahan Hidup
Untuk bertahan hidup, mereka hanya bisa mengandalkan hasil pertanian yang tidak seberapa. Itupun, lahan yang digarap merupakan milik orang lain.
Untuk bisa bertahan hidup, keluarga tersebut bahkan sampai harus rela berutang kepada tetangga. Ini karena hasil dari menggarap lahan tidak cukup untuk membiayai makan keluarganya.
“Saya tinggal di sini bertiga, bersama istri dan satu anak. Kalau sehari-hari Cuma bekerja di sawah saja,” katanya.
Rumah Harus Disangga Tiang
Jika dilihat, kondisi rumah yang mereka tempati sangat jauh dari kata layak. Bagian dinding masih menggunakan bilik bambu, kondisinya pun rapuh.
Belum lagi kayu-kayu sebagai penopang juga dalam kondisi hampir patah juga mengalami pelapukan. Agar rumahnya tidak roboh, dinding bangunan semi permanen itu harus disangga menggunakan tiang kayu.
Lalu lantainya juga beralas tanah ala kadarnya, dengan kondisi yang kotor terlebih saat musim penghujan.
Saat Hujan Harus Mengungsi ke Rumah Tetangga
Mirisnya, Muhanah, Mamit dan anaknya harus mengungsi sejenak saat kondisi hujan turun. Mereka semakin khawatir, ketika intensitas hujan lebat disertai kondisi angin kencang.
Beruntung, masih ada tetangga yang mau menerima kehadiran keluarga tersebut setidaknya sampai hujan benar-benar berhenti.
“Ya takut ini, takut roboh ketiup angin. Kalau kehujanan bocor rumah ini, dan terpaksa mengungsi ke depan, rumah tetangga,” terang Muhanah.
Butuh Uluran Tangan
Keluarga ini pun hanya bisa pasrah dengan keadaannya, dan berharap ada perhatian dari pemerintah setempat. Mimpi Muhanah dan keluarganya tak muluk-muluk, yakni ingin rumahnya direnovasi setidaknya agar kuat saat diterpa hujan dan angin kencang.
“Takutnya itu kalau hujannya besar terus ada angin, takutnya roboh. Kondisi ini sudah lama sih, ada 15 tahunnya,” tambah Muhanah.