AS, Nikaragua dan Suriah tolak perjanjian perubahan iklim, mengapa?
AS, Nikaragua dan Suriah tolak perjanjian perubahan iklim, mengapa? Amerika Serikat lewat sang Presiden, Donald Trump, baru saja mengejutkan dunia karena keluar dari perjanjian Paris. Perjanjian Paris sendiri adalah perjanjian di 2015 yang diikuti hampir 200 negara untuk melawan pemanasan global dengan mereduksi emisi
Amerika Serikat lewat sang Presiden, Donald Trump, baru saja mengejutkan dunia karena keluar dari perjanjian Paris. Perjanjian Paris sendiri adalah perjanjian di 2015 yang diikuti hampir 200 negara untuk melawan pemanasan global dengan mereduksi emisi karbon.
Dengan ini, hanya ada 3 negara di dunia yang tidak ikut menyetujui Perjanjian Paris: Amerika Serikat, Suriah, dan Nikaragua. Apa alasannya? Berikut penjelasannya.
-
Apa yang diramalkan tentang Donald Trump? Roberts menunjukkan bahwa Trump mungkin lebih fokus pada kekalahannya di masa lalu dibandingkan peluang yang ada saat ini. Maksudnya adalah Trump diramalkan bakal kalah di pemilu presiden tahun ini.
-
Apa motif pelaku penembakan terhadap Donald Trump? Identitas dan motif pelaku penembakan belum jelas hingga saat ini.
-
Dimana peristiwa penembakan terhadap Donald Trump terjadi? Peristiwa tersebut terjadi kala Trump sedang kampanye Pilpres AS di depan pada pendukungnya di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Sabtu (14/7).
-
Kapan Donald Trump diramal? Jauh sebelum Donald Trump mengalami penembakan saat kampanye, pada Januari 2024 lalu, ia pernah diramal.
-
Siapa yang meramal Donald Trump? Ramalannya itu dilakukan oleh seorang paranormal bernama Paula Roberts yang disiarkan oleh Fox News pada Januari lalu.
-
Apa yang terjadi kepada Donald Trump saat sedang berkampanye? Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump ditembak. Peristiwa tersebut terjadi kala Trump sedang kampanye Pilpres AS di depan pada pendukungnya di Butler, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada Sabtu (14/7).
Amerika Serikat
Di 2015, Amerika Serikat lewat sang Presiden Barack Obama ikut menandatangani perjanjian Paris. Selang hampir dua tahun, Donald Trump menyatakan mundur dari deklarasi melawan perubahan iklim tersebut.
Hal ini dikarenakan Trump menganggap perjanjian tersebut merugikan Amerika Serikat. Ini terkait banyaknya pekerjaan yang hilang karena sumber energi konvensional mulai ditinggalkan. Tentu saja, pekerjaan di tambang-tambang sumber energi konvensional telah hilang karena tujuan ini.
Selain itu, kini teknologi pun sudah bergerak menggunakan energi yang dapat diperbarui seperti solar dan angin.
Hal ini merupakan salah satu strategi Trump untuk membawa kembali lapangan pekerjaan di sumber energi konvensional seperti batu bara. Faktanya, Trump merupakan kandidat presiden yang terpilih karena janjinya soal membawa lapangan pekerjaan 'kembali' ke AS.
Hal ini sontak membuat Trump dihujani kritik dari berbagai penjuru, terutama pelaku teknologi. Seperti Elon Musk, sang CEO Tesla yang menyatakan mundur dari posisi penasehat Presiden soal ekonomi, serta CEO Apple Tim Cook, yang rela menelepon Gedung Putih untuk mencoba bernegosiasi soal ini namun tak tak digubris Trump.
Suriah
Tentu sudah cukup jelas mengapa Suriah tidak ikut menandatangani Perjanjian Paris. Suriah yang luluh lantak oleh perang sipil sejak 2011, tentu sangat sulit bagi kepala negara Suriah untuk melakukan perjalanan ke luar negeri.
Oleh karena itu, masalah perubahan iklim rasanya tidak lebih 'darurat' bagi Suriah ketimbang masalah perang.
Meski demikian, Suriah adalah salah satu negara yang menyumbang benih untuk disimpan di Kubah Besi Raksasa Svalbard, sebuah bunker tempat menyimpan bibit dan biji-bijian tumbuhan secara global. Tempat ini mencegah adanya bencana botani, sehingga produksi pangan pun akan terjaga. Jadi sebenarnya Suriah tidak bisa dibilang tidak mendukung perlawanan terhadap perubahan iklim.
Nikaragua
Sebuah negara di Amerika tengah ini membuat masyarakat dunia bertanya-tanya, mengapa tidak ikut melawan perubahan iklim dan apa signifikansinya?
Nikaragua ternyata sengaja menolak perjanjian ini karena perjanjiannya yang mereka anggap tak adil. Bagi Nikaragua, aturan soal emisi tidak cukup ketat kepada negara-negara besar yang kontribusi emisi globalnya tinggi.
Utusan utama Nikaragua untuk perjanjian Paris, Paul Oquist, menyebut Perjanjian Paris sebagai "jalan menuju kegagalan". Hal ini karena para pembuat polusi yang terbanyak dianggap tak seberapa ketat aturannya.
"Kami tidak ingin menjadi 'kaki-tangan' untuk membawa dunia lebih dingin 3 atau 4 derajat namun harus dibayar dengan kematian dan kerusakan," ungkap Paul. "Ini bukan soal ingin menjadi pembuat onar, namun ini soal bagaimana negara berkembang bisa bertahan," tutupnya.
Hal tersebut diikuti dengan statistik bahwa 10 negara penghasil polusi karbon, merupakan penyumbang 72 persen emisi karbon di dunia. Sementara 100 negara penghasil emisi global terkecil, hanya menyumbang 3 persen. Nikaragua sendiri hanya menyumbang emisi global sebanyak 0,03 persen, yang mana tidak terlalu signifikan memang.
Bisa disimpulkan tidak setujunya Nikaragua akan Perjanjian paris sebenarnya merupakan bentuk 'protes' karena negara dengan polusi besar diperlakukan tidak lebih ketat ketimbang negara yang polusinya tak signifikan.
Ironisnya, Nikaragua sendiri merupakan salah satu negara yang paling rentan kena dampak perubahan iklim. Dari daftar Global Climate Risk Index 2017, Nikaragua berada di peringkat ke empat, di bawah Honduras, Myanmar dan Haiti.
Antara 1996 hingga 2015 saja, Nikaragua sudah dihantam 44 bencana alam seperti banjir, kekeringan dan kebakaran hutan.
Baca juga:
AS keluar dari Perjanjian Paris, Trump 'dikutuk' pesohor teknologi
Trump putuskan AS hengkang dari Perjanjian Paris, dunia kecewa
Pakar sebut Great Barrier Reef mustahil diselamatkan seluruhnya
Sikap Trump soal pengurangan emisi karbon bikin Angela Merkel geram
Penampakan bongkahan es raksasa hanyut di perairan Kanada
Tak disangka, 7 binatang ini senang dengan adanya global warming
Semen Indonesia kurangi emisi gas rumah kaca 22 persen di 2020