Asosiasi e-commerce protes soal wacana pajak di tiap transaksi
Wacana pengenaan pajak yang masih belum jelas bentuknya diklaim berpotensi menghambat pertumbuhan
Pemerintah dikabarkan akan mengenakan pajak untuk setiap transaksi online, yang harus disetorkan oleh para pemilik bisnis online kepada Ditjen Pajak. Hal itu pernah disampaikan oleh Dirjen Pajak – Ken Dwijugiasteadi, kepada media. Sontak, pernyataan dari Dirjen Pajak tersebut, diprotes oleh Asosiasi E-commerce Indonesia atau idEA. Menurut Ketua Umum idEA, Daniel Tumiwa, wacana pengenaan pajak yang masih belum jelas bentuknya berpotensi menghambat pertumbuhan, karena menimbulkan multi tafsir dari para pelaku usaha.
"Pada intinya kami sebagai pelaku usaha telah dan terus beritikad baik untuk melaksanakan kewajiban pajak sesuai aturan yang berlaku. Yang kami inginkan adalah kejelasan mengenai aturan perpajakan tersebut. Menurut perspektif kami, aturan pajak yang berlaku di ranah offline secara otomatis berlaku juga di online. Untuk itu tidak perlu dibuat aturan tambahan yang akan justu akan membingungkan industri," katanya.
Menurutnya, jika pajak diberlakukan berlapis, justru akan membuat pemain dalam negeri tak kompetitif dengan pemain di luar negeri. Bahkan dia menyentil, sebaiknya pemerintah memikirkan pajak dari pemain asing seperti Google dan Facebook yang sempat dikatakan tak membayar pajak dari transaksi online.
"Apabila dibuat pajak berlapis, para pelaku usaha online yang berbadan hukum di negara ini akan menjadi kurang kompetitif dibandingkan pemain di luar negeri. Daripada fokus pada pemain dalam negeri yang sebenarnya sudah ikut aturan, coba juga pikirkan strategi memajaki pemain asing yang mendulang keuntungan dari pasar Indonesia," tambahnya.
Daniel juga mengatakan bahwa e-commerce pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa model bisnis, yang tentunya memerlukan perlakuan pajak yang berbeda. Misalnya pada model ritel online, yang mana semua stok barang diatur oleh pemilik situs, maka pengenaan PPN dan penyetorannya dilakukan oleh pemilik situs tersebut.
Sementara model bisnis lain seperti marketplace, hanya menyediakan tempat usaha untuk para pedagang yang berjualan di situs mereka. Dalam hal ini, seharusnya pemungutan dan penyetoran PPN dilakukan oleh para pedagang tersebut. Sama halnya dengan yang terjadi di pusat perbelanjaan seperti mall atau Tanah Abang. Tentunya hanya pedagang dengan omzet tertentu yang memiliki PKP dan berkewajiban memungut PPN.
Lain lagi dengan iklan baris online yang sama sekali tidak memfasilitasi transaksi antara penjual dan pembeli. Seperti halnya iklan baris di koran, media yang bersangkutan tentunya tidak mungkin mengenakan PPN terhadap transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli.
Namun demikian, kedua model bisnis di atas tetap mengenakan pajak untuk layanan atau produk yang mereka jual kepada penggunanya. Untuk iklan baris online yang pendapatan utamanya bersumber dari fitur premium (seperti sundul, posisi iklan teratas, dan lainnya), tentu mengenakan PPN untuk setiap fitur yang dijual. Maka itu perlu pemahaman yang mendalam mengenai model bisnis masing-masing untuk dapat memberlakukan aturan yang objektif dan konstruktif bagi industri.
Baca juga:
Konsumen ogah transaksi online pakai jasa yang pernah diretas
Pengusaha startup dukung pengenaan pajak bisnis online
Cara baru Trikomsel jamin kualitas produk saat beli lewat online
Gadget dan fesyen makin digilai pemburu belanja online
Bos Tokopedia terpilih jadi Young Global Leaders 2016
B2B e-commerce makin cerah, UMKM jadi incaran
-
Apa perbedaan utama antara e-commerce dan marketplace? Meskipun keduanya seringkali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Bagaimana cara kerja e-commerce dalam mengelola sistem pembayaran? Pada marketplace, sistem pembayaran dan pengiriman sudah diatur hingga tuntas tanpa melibatkan penjual ataupun pembeli. Namun, pada e-commerce tentu saja semuanya harus dijalankan secara independen. Mulai dari sistem pembayaran yang dipilih hingga metode pengiriman yang digunakan.
-
Apa saja tanda-tanda yang menunjukkan bahwa sebuah ulasan produk di e-commerce adalah palsu? Ulasan produk palsu biasanya ditulis dalam bentuk singkat, tidak jelas, dan tidak menjelaskan detail kegunaan produk yang dijual. Hal ini terlihat dari kalimat yang biasa dipakai yaitu “saya akan merekomendasikan” dan “produk ini sangatlah hebat.” Pertanda lain dari ulasan palsu adalah adanya antusiasme yang berlebih dan hiperbola dalam menjelaskan suatu produk yang dibeli. Biasanya hal ini terjadi pada peralatan dapur atau barang elektronik. Selain itu, tanda ulasan palsu lainnya adalah biasanya reviewer ini berasal dari orang yang tidak tinggal di negara tersebut.
-
Kapan biasanya review palsu sering muncul di platform e-commerce? Menjelang perayaan tertentu biasanya tersedia penawaran khusus atau bahkan diskon besar-besaran. Namun, dalam hal ini biasanya ada beberapa kecurangan yang terjadi di dalamnya, khususnya pada kolom ulasan pembeli.
-
Mengapa program afiliasi menjadi semakin penting bagi platform e-commerce? Astrid Williadry, Director Snapcart Indonesia mengatakan kehadiran program afiliasi dapat dikatakan sebagai salah satu strategi ampuh para pemain e-commerce, karena secara tidak langsung membantu trafik kunjungan ke platform e-commerce itu sendiri.