Deretan Fakta Soal Hari Tanpa Bayangan, Terjadi 23 September di Indonesia!
23 September Indonesia Alami Hari Tanpa Bayangan, Berikut Faktanya!
Dalam waktu dekat, kita di Indonesia akan menemui fenomena bernama hari tanpa bayangan. Fenomena ini kerap juga dikenal dengan nama kulminasi, transit, atau istiwa.
Disebut, pada 23 September mendatang, Indonesia akan mengalami fenomena hari tanpa bayangan.
-
Bagaimana para ilmuwan mendeteksi fenomena ini? Penemuan ini dimulai ketika para astronom mendeteksi radiasi sinar-X yang dipancarkan dari cakram akresi, yakni lingkaran plasma superpanas yang mengelilingi lubang hitam saat ia menyedot materi di sekitarnya.
-
Apa yang dipelajari dari alam? Alam memberikan pelajaran tentang kebesaran dan kerendahan hati secara sekaligus.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Bagaimana ilmuwan menemukan dunia prasejarah ini? Saat tinggal di desa kecil di gurun tinggi dengan populasi sekitar 35 orang, para peneliti baru menemukan laguna ini setelah melihat petunjuk pada citra satelit.
Fenomena alam hari tanpa bayangan ini merupakan fenomena alam langka di mana matahari akan ada tepat di atas garis khatulistiwa.
Akibatnya, Indonesia pada siang hari tidak akan memiliki bayangan sama sekali. Tidak cuma itu, matahari tentu akan terasa lebih terik dari biasanya.
Sebelumnya, fenomena ini terjadi pada Oktober dan Maret 2018 lalu.
Nah, apa itu hari tanpa bayangan? Berikut ulasannya.
Apa Itu Hari Tanpa Bayangan?
Berdasarkan laman BMKG yang dikutip Merdeka.com dari Liputan6.com, disebut bahwa kulminasi adalah fenomena ketika Matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit. Saat deklinasi Matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut kulminasi utama.
"Pada saat itu, Matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat 'menghilang' karena bertumpuk dengan benda itu sendiri," tulis BMKG dalam keterangan persnya.
Oleh karenanya, hari saat terjadinya kulminasi utama disebut juga dengan hari tanpa bayangan.
Penyebab Fenomena Hari Tanpa Bayangan
BMKG dalam keterangannya menyebutkan, hari tanpa bayangan terjadi karena bidang ekuator Bumi atau bidang rotasi Bumi tidak tepat berimpit dengan bidang ekliptika atau bidang revolusi Bumi.
Dengan begitu, posisi Matahari dari Bumi akan terlihat terus sepanjang tahun antara 23,5 derajat Lintang Utara (LU) dan 23,5 derajat Lintang Selatan. Hal ini disebut sebagai gerak semu harian Matahari.
Kapan Hari Tanpa Bayangan Terjadi?
BMKG menyebut pada tahun ini Matahari tepat berada di khatulistiwa pada 21 Maret 2019 pukul 05.00 WIB dan 23 September 2019 pukul 14.15 WIB.
Sementara pada 21 Juni 2019 pukul 22.55 WIB, Matahari berada di titik balik utara (23,5 derajat LU) dan pada 22 Desember 2019 pukul 11.21 WIB, Matahari berada di titik balik selatan (23,5 derajat LU).
Terjadi Dua Kali Dalam Setahun
Mengingat posisi Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa, kulminasi utara di wilayah Indonesia akan terjadi dua kali dalam setahun. Sementara, waktunya tidak jauh dari saat Matahari berada di khatulistiwa.
Misalnya, untuk Kota Pontianak yang tepat terbelah oleh garis khatulistiwa, kulminasi utamanya terjadi pada 21 Maret 2019 pukul 11.50 WIB dan pada 23 September 2019 pukul 11.35 WIB.
Sementara untuk kota Jakarta, fenomena ini terjadi pada 5 Maret 2019 pukul 12.04 WIB dan kulminasi utamanya terjadi pada 9 Oktober 2019 pukul 11.40 WIB.
Secara umum, kulminasi utama di Indonesia terjadi antara 22 Februari 2019 di Seba, Nusa Tenggara Timur hingga 5 April di Sabang, Aceh.
Sementara di Sabang kulminasi utama terjadi pada 8 September 2019 sampai dengan 21 Oktober di Seba, Nusa Tenggara Timur.
Durasi Siang dan Malam Akan Sama
Ketika hari tanpa bayangan terjadi, ternyata terjadi fenomena lain berupa siang dan malam mempunyai durasi yang sama. Nama ilmiah dari fenomena ini adalah Vernal Equinox, yang berasal dari kata vernus yang artinya musim semi, serta equus yang artinya sama, dan noct yang artinya malam.
Wilayah ekuator Indonesia misalnya di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Matahari nanti akan berada di atas kepala pada siang hari, sehingga tugu tegak akan jelas terlihat tanpa bayangan.
Tidak Semua Bayangan Akan Hilang
Menurut keterangan LAPAN, disebut bahwa Hari Tanpa Bayangan adalah sebutan populer untuk kondisi astronomis saat matahari tepat berada di atas kepala pada siang hari. Jadi, Hari Tanpa Bayangan tidak berarti semua bayangan akan hilang dalam waktu satu hari.
"Setiap daerah berbeda, bergantung bintangnya. Di Jawa, sekitar awal Oktober dan awal Februari. Dampaknya hampir tidak ada, namun menarik untuk edukasi publik, tentang perubahan posisi matahari sepanjang tahun karena kemiringan sumbu rotasi Bumi," ujar ketua LAPAN Thomas Djamaluddin soal hari tanpa bayangan yang terjadi tahun lalu.
Lebih Terasa Efeknya di Khatulistiwa
Hari tanpa bayangan biasanya hanya bisa disaksikan ketika seseorang berada tepat di Garis Khatulistiwa. Garis khatulistiwa atau ekuator, adalah garis imajiner yang mengelilingi Bumi dan membagi planet ini menjadi dua bagian, yaitu belahan Bumi utara dan belahan Bumi selatan.
Lalu bagaimana hari tanpa bayangan punya efek maksimal di khatulistiwa? Hal ini dikarenakan setiap lokasi di sepanjang khatulistiwa berjarak sama jauh dari Kutub Utara dan Kutub Selatan. Karena garis lintang ekuator adalah 0 derajat, maka matahari akan berada tepat di atas kepala pada tengah hari di saat ekuinoks, sehingga bayangan akan 'hilang'.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idc)