Garuda Robotics membuat pesawat tanpa awak
Sejumlah teknisi handal akan ikut mendorong pembuatan teknologi Garuda sebagai tester
Budaya populer dan media membuat masyarakat berpikir bahwa pesawat tanpa awak adalah senjata perang. Tergantung kepada siapa Anda bertanya, pesawat tanpa awak bisa menjadi alat untuk melawan terorisme atau perusak kedaulatan dan keamanan negara.
Tapi pesawat tanpa awak milik Garuda Robotics akan menjatuhkan makanan, parsel, serta persediaan obat-obatan, bukan bom. Startup asal Singapura dan Palo Alto ini didirikan oleh Pulkit Jaiswal (20 tahun), dan bertujuan menyediakan layanan pesawat tanpa awak kepada pemerintah, perusahaan besar, dan siapapun yang membutuhkan.
"Memang, pesawat tanpa awak dicap negatif oleh masyarakat… Tapi kami ingin perlahan-lahan membuat pesawat tanpa awak menjadi produk yang bisa diterima oleh masyarakat," kata Pulkit, yang membawakan presentasi di konferensi Startup Asia Jakarta 2013 yang diadakan oleh Tech in Asia.
Garuda sudah bernegosiasi dengan beberapa calon klien untuk mengadakan percobaan. Meskipun bisa digunakan untuk banyak hal, perusahaan ini hanya berfokus pada beberapa: pengawasan infrastruktur gas dan minyak, operasi SAR, dan membantu pertahanan sipil.
Garuda bisa melakukan banyak hal yang melibatkan hardware dan software. Selain membangun armada pesawat tanpa awak yang terdiri dari nano-robot kecil seukuran telapak tangan yang bisa dimodifikasi sampai quadcopter selebar 15 inci, Garuda menyediakan aplikasi cloud agar pengguna bisa mengelola armada pesawat tanpa awaknya, dan juga interface visual untuk memprogram tingkah laku pesawat tanpa awak mereka.
Robot-robot ini otomatis, jika pemrogramannya sudah selesai maka mereka bisa menavigasi permukaan, menghindari tabrakan, dan bahkan tidak memasuki area terlarang.
Layanan dari Garuda tersedia dengan harga enam digit ditambah biaya berlangganan yang bersifat bulanan atau tahunan. Platform ini juga mengijinkan developer membuat fitur tambahan untuk menambah fungsi yang sudah disediakan oleh Garuda.
Sejumlah teknisi handal akan ikut mendorong pembuatan teknologi Garuda sebagai tester. Mereka juga selanjutnya akan menjadi pelanggan potensial dimana teknologi Garuda dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Garuda punya tim yang solid yang terdiri dari teknisi dan orang-orang yang antusias terhadap teknologi pesawat tanpa awak seperti Billy Clary, founder GotAerial, perusahaan yang merekam dan memotret dengan menggunakan pesawat tanpa awak, dan Mathur Vinjamury, spesialis solusi scalable cloud yang punya pengalaman kerja di IBM selama tujuh tahun.
Pulkit yang lahir dan besar di New Delhi, India, pindah ke Singapura untuk kuliah di bidang sistem komputer di Nanyang Technological University di Singapura lewat jalur beasiswa. Tapi, setelah dua tahun, ia berhenti berkuliah karena tertarik pada pesawat tanpa awak dan entrepreneurship. Ia mengatakan:
"Saya tidak tertarik dengan akademik… karena terlalu terstruktur dan Anda harus mengikuti prinsip dan aturan yang berlaku. Universitas adalah tempat yang bagus untuk orang yang ingin menjadi teknisi, tapi tidak cocok untuk entrepreneur."
Pulkit kemudian pindah ke Stanford selama empat bulan sebelum memulai situs e-commerce bernama Swapidy, yang bisa menghasilkan profit dan puluhan ribu dollar omzet tiap bulannya. Setelah bekerja tetap di proyek tersebut, ia menjadi finalis program Thiel Fellowship yang memberikan uang kepada mahasiswa agar mahasiswa tersebut keluar dari universitas dan menjalankan ide startup-nya.
Tapi segalanya kemudian menjadi buruk ketika perpecahan antara ia dan co-founder-nya diketahui oleh publik sehingga mereka tidak bisa ikut dalam program itu karena mereka mendaftar sebagai sebuah tim. Pulkit bahkan dikeluarkan dari perusahaan tersebut.
"Ada masalah kepercayaan. Saya suka menolong orang, tapi co-founder saya ingin saya menghabiskan lebih banyak waktu untuk perusahaan. Meskipun menghasilkan uang, saya melakukan sesuatu yang tidak begitu saya sukai, dan ia juga mengatakan itu."
Tapi kejadian tersebut merusak reputasi co-founder-nya.
Setelah itu, Pulkit kemudian memutuskan untuk mengubah hobinya – ia selama ini membuat pesawat tanpa awak di waktu luangnya – menjadi bisnis. Meskipun ada banyak, perusahaan-perusahaan pesawat tanpa awak yang ada sekarang berfokus pada sektor yang spesifik. Platform Garuda sendiri bisa diadaptasikan untuk apapun.
Secara mengejutkan, Pulkit melihat Asia sebagai pasar pertamanya, bukan Amerika Serikat. Karena itulah ia membagi waktunya di Singapura dan San Francisco untuk menjalankan perusahaannya yang baru berusia lima bulan.
Meskipun ia tahu bahwa Singapura adalah tempat yang ideal untuk menjalankan startup hardware karena dekat dengan Shenzhen, pusat produksi di China, alasan utama ia kembali ke Singapura adalah karena aturan mengenai penerbangan pesawat tanpa awak di negara-negara Asia rata-rata tidak begitu ketat.
Di Amerika Serikat, meskipun orang-orang bisa melakukan apapun dengan pesawat tanpa awak milik pribadi, hal yang sama tidak bisa dilakukan untuk pengantaran parsel dan hal-hal logistik lainnya (lihat FAQ), karena melewati permukaan yang digunakan oleh umum. Banyak perusahaan pesawat tanpa awak yang mendapat surat peringatan dari Federal Aviation Administration karena aktivitas mereka.
Tapi, di Singapura dan sebagian China, pesawat tanpa awak sepenuhnya legal selama berada dalam ketinggian tertentu. Meskipun Amerika Serikat bisa melegalkan pesawat tanpa awak di tahun 2015, Pulkit tidak ingin menunggu itu. Jika semuanya lancar, ia ingin meluncurkan pesawat tanpa awak pertamanya secara komersial di akhir tahun 2014.
Pulkit yakin bahwa dunia ini akan mulai menggunakan pesawat tanpa awak, dan ia ingin berada di sana untuk mengikuti trennya.
"Pesawat tanpa awak ibarat internet di tahun 92 dan komputer di akhir tahun 70. Kita sudah melewati era Apple II di industri pesawat tanpa awak, dan sedang menuju era Macintosh."
Para juri menanyakan tentang apakah teknologi pesawat tanpa awak dan pasar sudah cukup siap untuk startup ini. Nobutake Suzuki dari Global Brain dan Khailee Ng dari 500 Durians bertanya apakah teknologi baterai telah berkembang pada tahap dimana pesawat tanpa awak tersebut dapat terbang lama. Tim Garuda mengatakan bahwa pesawat tanpa awak mereka dapat bertahan 25 menit per charge. Tapi mereka berharap untuk meningkatkannya hingga 45 menit.
Khailee kemudian bertanya tentang slide presentasi yang menyebutkan pesawat awak memiliki pasar sebesar USD 89 miliar di tahun 2013. Tim Garuda member klarifikasi bahwa angka tersebut adalah estimasi permintaan pasar, bukan angka penjualan yang sebenarnya. Khailee kemudian berpendapat bahwa slide tersebut menyesatkan.
Terakhir, Saemin Ahn dari Rakuten Ventures mengatakan bahwa startup ini sebenarnya bisa merambah tidak hanya di pesawat tanpa awak udara, tapi juga bisa di daratan atau bahkan lautan.
-
Apa yang dilakukan oleh para ilmuwan Jepang pada robot? Ilmuwan Jepang telah menemukan cara untuk menempelkan jaringan kulit hidup ke wajah robot dan membuat mereka bisa "tersenyum".
-
Apa yang dilakukan robot ini? Selain mengemudikan robot, implan otak dapat membantunya menghindari rintangan, melacak target, dan mengatur penggunaan lengannya untuk menggenggam sesuatu.
-
Bagaimana robot ini dikendalikan? Sel induk yang ditakdirkan untuk menjadi bagian dari otak manusia digunakan untuk mengembangkan robot ini.
-
Mengapa robot humanoid dibutuhkan di dunia industri? Di sisi lain, Apptronik dari Texas telah meluncurkan "Apollo", humanoid yang dapat digunakan di berbagai industri, termasuk manufaktur dan logistik. Apptronik saat ini sedang menjajaki aplikasi untuk Apollo di fasilitas manufaktur, Hongaria.
-
Kenapa robot di Korea Selatan 'bunuh diri'? Laporan itu lebih lanjut menyatakan bahwa robot tersebut mengalami stres karena beban kerja yang berlebihan karena berputar-putar di tempat yang sama dalam waktu yang lama sebelum terjatuh.
-
Siapa yang mengembangkan robot ini? Para peneliti di Universitas Tianjin di Tiongkok telah menciptakan robot yang dikendalikan oleh sel otak manusia.
Artikel ini pertama kali muncul di Tech in Asia Indonesia