India Matikan Internet Saat Pemilu?
Di India, sejak pengambilan suara dimulai pada bulan lalu, penghentian akses internet telah dilaporkan di berbagai tempat. Misalnya Rajasthan, West Bengal, dan Kashmir.
India kini tengah menyelenggarakan salah satu pemilu terbesar di dunia. Pasalnya, lebih dari 900 juta orang bakal berpartisipasi dalam Pemilu antara 11 April hingga 19 Mei 2019. Di tengah meningkatnya kebebasan berpendapat dan berinternet, sejumlah warga India mengatakan tak bisa mengakses internet selama berhari-hari.
CNN melaporkan via Liputan6.com, Senin (13/5), sejak pengambilan suara dimulai pada bulan lalu, penghentian akses internet telah dilaporkan di berbagai tempat. Misalnya Rajasthan, West Bengal, dan Kashmir. Demikian menurut lembaga Software Freedom Law Center (SFLC).
-
Apa yang telah dicapai oleh tim peneliti internasional dalam hal kecepatan internet? Tim peneliti internasional telah menciptakan koneksi internet dengan kecepatan yang 4,5 juta kali lebih kencang daripada rata-rata kecepatan internet pita lebar (broadband) rumahan. Mereka telah berhasil mengirimkan data sebesar 301 terabit (Tb) atau 301 juta megabit (Mb) per detik, seperti dikutip dari situs Universitas Aston, Interesting Engineering, dan The Independent, Kamis (28/3).
-
Apa yang ditekankan oleh Kemkominfo tentang penggunaan internet? Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo RI), Samuel Abrijani Pangerapan berharap melalui seminar ini masyarakat lebih cerdas dalam menggunakan internet.
-
Kenapa internet cepat penting? Internet yang cepat dapat membantu berbagai hal dalam hidup seseorang, mulai dari hal rekreasi hingga dalam bidang profesi.
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
-
Apa yang dimaksud dengan Pemilu? Pemilu adalah proses pemilihan umum yang dilakukan secara periodik untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat dalam sistem demokrasi.
SFLC melaporkan, pada 18 April lalu, otoritas di distrik Srinagar dan Udhampur Khasmir menghentikan akses internet saat pemilihan suara berlangsung. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dan memastikan hukum dan ketertiban.
Juru Bicara Kementerian Elektronik dan Teknologi Informasi India Rakesh Maheshwari mengatakan, "pemadaman internet biasanya dilakukan oleh otoritas negara skenario hukum dan ketertiban."
Tren ini pun menimbulkan kekhawatiran besar mengenai komitmen India terhadap kebebasan internet, khususnya di saat pemilu. Padahal, saat pemilu, kebutuhan akses masyarakat atas informasi lebih penting ketimbang biasanya.
Analis SFLC Sukarn Singh Maini mengatakan, penutupan internet mengganggu kehidupan sehari-hari warga di wilayah yang terdampak.
"Demokrasi fungsional tergantung pada kemampuan warga untuk menggunakan kebebasan bicara, termasuk kebebasan mengakses informasi," tutur dia.
Maini mengatakan, pemadaman internet juga bisa menyebabkan kerusakan ekonomi. Berdasarkan studi 2018, saat internet dimatikan selama 16.315 jam antara 2012 dan 2017, beban ekonomi India meningkat hingga USD 3 miliar.
"Hidup kita sekarang dibantu internet, baik bisnis, institusi edukasi, hingga pemerintah sangat bergantung pada internet," tutur Maini.
Dia mengatakan, siswa juga bergantung pada internet untuk membantu mengerjakan tugas sekolahnya.
"Siswa tidak bisa mengakses aplikasi pendidikan tinggi karena internet dimatikan," tuturnya.
Pihak berwenang India membenarkan, pembatasan internet dilakukan untuk menjaga keamanan publik di tengah kekhawatiran meluasnya kekerasan dan aksi main hakim sendiri.
Juli lalu misalya, 2.000 orang menyerang sekelompok pria yang dituding sebagai penculik anak-anak. Satu orang tewas karena insiden ini. Ini hanya satu dari sekian banyak akibat dari hoaks yang beredar media sosial.
Menjelang pemilu, kekhawatiran serius muncul terkait bagaimana WhatsApp dan platform lain digunakan untuk memengaruhi hasil pemilu, menyebarkan misinformasi, dan hoaks lainnya. Aplikasi milik Facebook inipun merespon dengan membatasi kemampuan pengguna untuk meneruskan pesan.
Juru Bicara Facebook Carl Woog mengatakan, "kami telah menjalin kontak dengan partai politik dan menjelaskan pandangan perusahaan kami, bahwa WhatsApp bukan platform siaran dan bukan tempat untuk mengirim pesan berskala besar."
Woog juga mengatakan, perusahaan telah melarang akun-akun yang melakukan perilaku mencurigakan.
Reporter: Agustin Setyo Wardani
(mdk/faz)