Indonesia pernah menduduki 4 besar negara satelit dunia
Bersinarnya industri seluler dalam dua tahun terakhir ini tak lepas dari jasa satelit sebagai tulang punggungnya.
Dalam dua tahun belakangan, industri seluler bersinar sangat terang. Menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, dalam dua tahun terakhir, nilai bisnis di industri tersebut menembus angka Rp 100 triliun per tahun yang dipicu oleh meningkatnya jumlah pelanggan dan agresifnya operator memodernisasi jaringan.
Peningkatan nilai bisnis di industri seluler juga tak lain dipicu oleh perkembangan telekomunikasi data yang tumbuh lebih dari 100% sejak 2012.
-
Apa yang dimaksud dengan Satelit? Satelit merupakan objek buatan manusia yang mengorbit bumi atau planet lain dalam tata surya. Satelit dirancang dan diluncurkan ke ruang angkasa untuk melakukan berbagai tugas, mulai dari komunikasi, observasi bumi, navigasi, riset ilmiah, hingga keperluan militer.
-
Kenapa Kemkominfo mendorong kemajuan teknologi? “Kami lakukan untuk mendorong kemajuan teknologi dan ekonomi bangsa yang lebih baik dan membuka berbagai ruang bagi masyarakat Indonesia,” pungkasnya.
-
Kenapa penggunaan satelit dipilih sebagai solusi untuk masalah komunikasi di Indonesia? Kala itu, pemerintah memandang sistem komunikasi dengan teknologi sebagai cara yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan telekomunikasi Indonesia.
-
Apa yang diproyeksikan oleh Menkominfo terkait AI di Indonesia? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengatakan Artificial Intelligence (AI) memiliki peran besar dalam mengubah lanskap industri telekomunikasi. Kata dia, pada 2030 mendatang, diproyeksikan kontribusi AI terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global mencapai USD 3 triliun.
-
Apa fungsi utama dari Satelit Starlink? Starlink merupakan proyek ambisius dari SpaceX milik Elon Musk yang kini telah mengorbitkan ribuan satelit untuk menyediakan internet berkecepatan tinggi ke seluruh dunia.
-
Apa yang dikatakan oleh Menkominfo tentang Starlink di wilayah perkotaan? “Enggak usah khawatir. Karena harganya enggak beradu lah sama operator selular kita. Dia cocok di IKN (Ibu Kota Nusantara), kalau di kota enggak ,” ujar Budi saat ditemui oleh awak media di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (30/4).
Tak banyak yang tahu bahwa bersinarnya industri seluler dalam dua tahun terakhir ini tak lepas dari jasa satelit sebagai tulang punggung atau backbone-nya. Dalam mengalirkan data dan suara, layanan seluler memerlukan trunking ke satelit sehingga masyarakat dapat menikmati layanan dengan baik.
Pemerintah sendiri sering mengabaikan keberadaan satelit, termasuk filing slot orbit tempat satelit tersebut berotasi mengelilingi bumi.
Dimulai dari hampir hilangnya slot 118 derajat BT setelah tersadar hanya beberapa hari menjelang masa hidupnya berakhir pada 2006, dan merajalelanya satelit asing yang mengoyak-oyak angkasa Indonesia tanpa perizinan dan ketentuan regulasi yang ada.
Industri satelit di Tanah Air kembali terguncang saat slot satelit 150,5 derajat BT milik Indonesia dicabut oleh International Telecommunication Union (ITU). Anehnya, hal itu baru terungkap pada 2007, padahal slot tersebut telah habis masa hidupnya sejak 2003.
Meski akhirnya pemerintah mendapatkan kembali filing di slot tersebut dengan status junior, namun tetap saja kejayaan satelit Indonesia di masa lalu seakan runtuh dan hancur berkeping-keping. Apalagi pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab malah saling menyalahkan satu sama lain.
Kita pernah mencatat sejarah manis setelah berhasil meluncurkan satelit komunikasi domestik Palapa A-1 ke angkasa pada 9 Juli 1976, di saat angkasa Indonesia masih kosong dari satelit-satelit asing.
Peluncuran satelit Palapa A-1 juga menandai Indonesia layak disejajarkan dengan empat negara besar lainnya di dunia yaitu Kanada, Amerika Serikat, dan Jepang yang telah mengoperasikan satelit sendiri.
Perhatian pemerintah dan operator masa lalu yang demikian tinggi terhadap satelit, ternyata tidak diikuti para pelaku usaha masa kini. Slot satelit yang seharusnya menunjukkan jati diri bangsa di mata dunia seakan-akan hanya menjadi barang murahan dan bila hilang dari genggaman tak layak disesali.
Slot 150,5 derajat BT didaftarkan dengan nama Palapa C4 pada 28 Oktober 1993 dan diisi dengan peluncuran satelit aktual bernama Palapa C4 pada Februari 1996. Dalam perjalanannya satelit Palapa C4 yang pengelolaannya dilakukan oleh Indosat mengalami anomali pada 1999 sehingga praktis tidak ada satelit yang mengisinya hingga batas waktu yang ditentukan.
Kini, entah disadari pemerintah atau tidak, sejumlah pihak memberikan begitu saja filing satelit milik Indonesia ke pihak asing dan mengarahkan pancaran sinyal satelitnya (beam) ke negara lain, bukan ke Indonesia.
Sebut saja Satelit Garuda, yang ternyata lebih banyak dimiliki oleh Mabuhay Philippines Satellite Corporation (MPSC) daripada operator satelit Indonesia PT Pasifik Satelit Nusantara. Beam dari satelit Garuda sendiri mengarah ke Filipina.
Angkasa Indonesia makin teracak-acak dengan adanya peluncuran satelit Protostar yang diklaim Indovision merupakan satelit miliknya. Padahal, menurut situs resmi Protostar dan SES SA, status mereka adalah payload atau menyewa selama 15 tahun atau seumur dengan satelit tersebut di S-Band.
Entah kenapa, keberadaan satelit yang merupakan satelit asing tersebut sama sekali “tidak diganggu” pemerintah.
(mdk/nvl)