Merger XL-Axis terganjal DPR?
DPR berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menangani merger tersebut.
PT XL Axiata nampaknya masih harus menunda kegembiraannya untuk meminang Axis, meski berbagai program pemasaran dan penggunaan infrastruktur bersama sudah mulai dilakukan. Bukan hanya itu, SDM nya pun sudah mulai saling bersinergi satu sama lain.
Adalah DPR, yang menjadi penghalang perkawinan XL dan Axis, meski sejumlah pihak seperti Kominfo dan Bapepam sudah menyatakan persetujuannya. Kedua mempelai juga belum mendapatkan persetujuan KPPU, lembaga yang berwenang menangani soal persaingan dan monopoli.
-
Siapa yang mendukung merger XL Axiata dan Smartfren? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan Pemerintah Indonesia mendukung dilakukannya merger atau penyatuan usaha antara dua operator seluler di Indonesia, yaitu XL Axiata dan Smartfren.
-
Mengapa XL Axiata tertarik untuk merger dengan Smartfren? Pasalnya, pihak XL Axiata menyadari bahwa persaingan di industri seluler akan berat jika mereka berdiri sendiri dan tidak melakukan merger.
-
Bagaimana XL Axiata mempersiapkan diri untuk memperluas layanan konvergensi? Dalam kerja sama ini, XL Axiata telah menyiapkan perencanaan (planning) dan desain target pasar yang bisa melayani kebutuhan layanan konvergensi (convergence). Sementara itu, Link Net akan melakukan desain jaringan dan kapasitas yang dapat memenuhi kebutuhan target pasar XL Axiata.
-
Kapan Menkominfo meminta agar merger XL Axiata dan Smartfren terjadi? Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Kominfo juga pernah mengatakan bahwa merger tersebut diharapkan terjadi secepatnya.
-
Di mana XL Axiata menargetkan perluasan layanan konvergensi? Dalam lima tahun ke depan, kedua pihak akan memperluas cakupan layanan hingga 8 juta home pass.
-
Apa yang dibangun XL Axiata di Sulawesi? XL Axiata meresmikan beroperasinya jaringan backbone fiber optic jalur Gorontalo – Palu untuk melayani lonjakan trafik layanan seluler di seluruh Sulawesi dan mendukung layanan internet rumah.
Rencana merger XL Axiata dan AXIS Telekom Indonesia yang hanya tinggal menanti keputusan KPPU, menjadi makin kompleks, setelah DPR pun ikut bersuara mengenai rencana yang menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika baik bagi industri dan akan menambah pendapatan negara ini.
Bahkan lembaga perwakilan rakyat yang terhormat itu berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) yang tentunya akan bekerja cukup lama yang membuat terlunta-luntanya proses merger.
Menurut beberapa Anggota Dewan, persoalan ini perlu dibahas serius dan dibentuk Panja Pengawasan Frekuensi.
Untuk membahas soal merger, Komisi I DPR pun mengundang tujuh operator yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPR Jakarta, adalah Telkom, Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Axis Indonesia, IM2, dan Hutchinson.
Dalam RDP yang dipimpin oleh politisi dari Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, anggota Komisi I DPR RI mengingatkan seluruh operator bahwa frekuensi adalah adalah aset negara dan merupakan sumber daya terbatas, yang manfaat terbesarnya adalah untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas masyarakat. “Bukan sekadar potensi bisnis semata demi meraih keuntungan,” kata Ramadhan.
Adapun, menurut politisi PAN Chandra Tirta Wijaya, pengalokasian frekuensi harus sesuai regulasi. “Karena bersifat terbatas maka pengalokasiannya harus sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan,” kata Chandra.
Pendapat Chandra senada denga pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Ketua Umum PAN, yang menginginkan frekuensi diberikan pada perusahaan nasional.
Ditambahkan chandra, sesuai ketentuan modern lisencing yang mengikat, operator diberikan frekuensi, namun wajib membangun jaringan hingga ke seluruh wilayah Indonesia, agar masyarakat termasuk di wilayah terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah NKRI dapat menikmati layanan selular secara merata.
Mengenai rencana merger, DPR tidak mempermasalahkan aksi korporasi semacam merger atau akuisi, karena hal itu merupakan wujud konsolidasi untuk memperkuat pasar. Namun begitu, DPR mengingatkan agar merger atau akuisi tidak bertentangan dengan regulasi yang menjadi payung hukumnya.
(mdk/nvl)