Poin RPP ini jadi sumber keberatan asosiasi e-commerce
Ada poin aturan yang mustahil dijalankan beberapa jenis usaha e-commerce
Beberapa waktu yang lalu, Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA) keberatan atas sikap Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang tak transparan terhadap draft Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perdagangan elektronik saat pertemuan membahas hal itu. Atas tudingan yang tidak transparan itu, akhirnya Kemendag pun menunjukkan point-point yang berisi garis besar pasal-pasal RPP e-commerce kepada iDEA pada hari Minggu 21 Juni 2015 kemarin.
Setelah diberikan garis besar soal RPP itu, Asosiasi kemudian diberikan waktu 1 minggu untuk memberikan masukan terhadap materi tersebut. Sebagaimana diketahui, selama 2 tahun wacana ini bergulir, Asosiasi tidak pernah diberikan akses terhadap draf dokumen.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Apa perbedaan utama antara e-commerce dan marketplace? Meskipun keduanya seringkali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
-
Kenapa Hari Jomblo di Tiongkok menjadi Hari Belanja Online? Seperti halnya Hari Valentine di Amerika Serikat yang dianut oleh Hallmark, Hari Jomblo di Tiongkok juga dikooptasi oleh raksasa e-commerce Alibaba pada tahun 2009 dan diubah menjadi hari belanja online besar-besaran.
-
Bagaimana Kemendag memfasilitasi eksportir Indonesia di pameran EIM? “Kemendag memfasilitasi puluhan eksportir Indonesia untuk memamerkan produk-produk potensial melalui pameran EIM agar pangsa pasar produk Indonesia di negara Meksiko semakin luas,” tambahnya.
-
Siapa yang membangun bisnis melalui marketplace? Selain itu, penjual bisa secara independen membangun bisnisnya melalui fasilitas yang ada di platform ini.
-
Apa saja tanda-tanda yang menunjukkan bahwa sebuah ulasan produk di e-commerce adalah palsu? Ulasan produk palsu biasanya ditulis dalam bentuk singkat, tidak jelas, dan tidak menjelaskan detail kegunaan produk yang dijual. Hal ini terlihat dari kalimat yang biasa dipakai yaitu “saya akan merekomendasikan” dan “produk ini sangatlah hebat.” Pertanda lain dari ulasan palsu adalah adanya antusiasme yang berlebih dan hiperbola dalam menjelaskan suatu produk yang dibeli. Biasanya hal ini terjadi pada peralatan dapur atau barang elektronik. Selain itu, tanda ulasan palsu lainnya adalah biasanya reviewer ini berasal dari orang yang tidak tinggal di negara tersebut.
Alhasil, matriks (ukuran ideal RPP) yang diberikan juga dirasa tidak cukup komprehensif, karena sangat krusial untuk mengevaluasi keseluruhan dokumen secara utuh. Adapun waktu 1 minggu yang diberikan tidaklah ideal untuk mengulas dokumen yang sangat penting bagi masa depan perekonomian nasional.
Dari matriks yang diberikan tersebut, dapat dilihat beberapa poin yang sangat berbahaya bagi industri. Yang pertama dari sisi definisi “pelaku usaha” yang tidak merefleksikan keadaan, model, dan praktik bisnis e-commerce di pasar saat ini. Perlu dipahami bahwa e-commerce jauh lebih luas dari e-retail. Selain e-retail, ada banyak model bisnis lain yang perlu diakomodir, seperti classified ads, market place, dan daily deals. Masing-masing model bisnis perlu pendekatan aturan yang berbeda.
Adanya kewajiban pendaftaran yang dikenal dengan istilah Know Your Customer (KYC), tidak masuk akal untuk dijalankan oleh model bisnis classified ads dan market place. Hal tersebut secara langsung akan membunuh para pemainnya.
"Kami mengajak pemerintah untuk segera memperbaiki proses penyusunan RPP ini. Segera libatkan para pelaku industri ke dalam kelompok diskusi, berikan akses kepada draf lengkap, dan berikan waktu minimal 30 hari untuk mengevaluasi puluhan pasal tersebut," ungkap Daniel Tumiwa selaku Ketua Umum idEA.
Belajar dari negara-negara lain yang telah lebih maju dalam hal e-commerce, aturan yang dibuat haruslah berimbang antara perlindungan konsumen, penjual, dan penyelenggara platform.
Di Amerika Serikat, misalnya mempunyai "safe harbor policy" yang membatasi pertanggungjawaban hukum dari penyelenggara platform berdasarkan azas keadilan. Hal tersebut sangat penting untuk membangun iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku usaha.
"Beberapa isi RPP sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mematikan industri," tambahnya.
Baca juga:
E-commerce meningkat, ini barang yang laris manis di bulan Ramadan
Top 5 situs jual beli Indonesia yang raup investasi triliunan rupiah
Soal draft RPP e-commerce, iDEA: Ada yang janggal
Trikomsel dan SingPost patungan bikin perusahaan e-commerce
Asosiasi e-commerce nilai Kementerian Perdagangan tak transparan