RUU Perdagangan bisa bikin e-commerce lokal kolaps
UU Perdagangan nantinya malah menjadi alat mempersulit usaha e-commerce lokal yang sedang tumbuh.
RUU Perdagangan pada 7 Februari akan diketok DPR jadi UU Perdagangan. Salah satu yang diatur adalah perdagangan elektronik atau e-commerce.
Di satu sisi, memang perdagangan elektronik sudah layaknya mendapat perhatian dalam sistem perdagangan, namun pengaturan bisa jadi salah kaprah, apalagi kalau membaca pernyataan Mendag Gita Wiryawan (masih secara de jure), bahwa aturan ini untuk memayungi transaksi perdagangan online dan melindungi pelaku usaha.
"Namun di sisi lain, kalau bicara soal pajak, ini apa merupakan wujud perlindungan pelaku usaha? Lalu perlindungan konsumennya bagaimana?" tutur pengamat teknologi informasi Heru Sutadi melalui akun Twitter @herusutadi.
Menurut dia, RUU ini jadi gamang dan tambah gamang lagi mengingat saat ini sudah ada UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yang juga mengatur e-commerce. "Bedanya apa?" tuturnya.
Heru khawatir kalau UU tersebut nantinya malah menjadi alat mempersulit usaha e-commerce lokal yang sedang tumbuh karena urusan pajak dan sebagainya.
"Sebaliknya, e-commerce asing malah jadi makin bebas, karena instrumen mengawasi pajak mereka kan sulit juga. Mau gitu Amazon bayar pajak ke RI?" ketusnya.
Kalau ada aturan harus bayar pajak, tambahnya, e-commerce asing bagaimana pengawasan dan sanksinya? Karena dipastikan ujung-ujungnya pembeli lokal yang direpotkan biaya tinggi.
"Usulannya sih, agar setara dengan pemain e-commerce asing, suruh mereka buka cabang di sini. Jadi perpajakan bisa terpantau dan bisa buka lowongan kerja," katanya.