Sistem teknologi di KPU rentan dihajar hacker dan dimanipulasi
"Dengan binary system 0.1 saja sudah bisa untuk melakukan kecurangan."
Salah satu hal yang dikhawatirkan banyak pihak ketika proses pra dan pasca Pemilihan Umum terhubung dengan internet, yaitu serangan para hacker dan manipulasi data.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh peneliti dari Center for International Relations Studies (CIReS) Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan.
Dia mengatakan bahwa sistem teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum rawan manipulasi dan pelanggaran saat pelaksanaan Pemilu 2014. Bahkan, menurutnya, penggunaan teknologi tinggi rentan diretas karena hal tersebut kini dapat dengan mudah dilakukan.
"Terutama kalau sekarang kan marak penggunaan gadget di mana seseorang bisa ubah suara dari jarak jauh. Itu yang dikhawatirkan. Dengan binary system 0.1 saja sudah bisa untuk melakukan kecurangan," kata Hariyadi seusai diskusi bertajuk "Manipulasi Pemilu, Pelanggaran Elektoral dan Aparat Keamanan" di Universitas Indonesia, Depok, seperti dikutip dari Antara, Selasa (01/04).
Oleh karena itu, Hariyadi menyarankan adanya upaya pengawasan melalui audit teknologi guna memastikan validitas penghitungan suara dalam Pemilu.
"Ini penting, audit elektronik ini untuk memastikan penghitungan suara yang dilakukan sudah benar," katanya.
Ia juga mengkhawatirkan adanya gangguan dan pelanggaran Pemilu seperti yang terjadi pada 2009.
Dalam catatan Mahkamah Konstitusi, ada 628 kasus pelanggaran yang diteruskan hingga ke lembaga peradilan tersebut. Sementara itu, berdasarkan catatan Bawaslu, pelanggaran dalam masa pemungutan dan penghitungan suara mencapai 1.193 kasus.
Terlebih lagi, lanjutnya, penggunaan kotak suara dari kardus juga menambah kekhawatiran adanya pelanggaran dan manipulasi suara.
"Penggunaan kotak suara dari kardus itu akan sangat mudah dilakukan kecurangan. Pengantaran surat suara, masih dikawal polisi itu sebetulnya menimbulkan hal-hal yang dipertanyakan," katanya.
Kendati demikian, ia mengapresiasi sejumlah upaya perbaikan dan peningkatan pengawasan untuk Pemilu 2014. Namun, ia mengingatkan bahwa luasnya wilayah Indonesia masih menyimpan potensi rawan kecurangan.
"Intinya keadaan tahun 2009 masih membayang. Kita tidak akan mencoba untuk mengulang apa yang terjadi pada 2009," tambahnya.