Tak disangka, 7 binatang ini senang dengan adanya global warming
Tak disangka, 7 binatang ini senang dengan adanya global warming. Perubahan iklim, pemanasan global, atau kita lebih sering mengetahuinya dengan istilah global warming, adalah masalah yang sangat besar yang merundung planet tempat kita tinggal ini. Saking berbahayanya, ilmuwan bahkan memprediksi bahwa Bumi bisa kiamat
Perubahan iklim, pemanasan global, atau kita lebih sering mengetahuinya dengan istilah global warming, adalah masalah yang sangat besar yang merundung planet tempat kita tinggal ini. Saking berbahayanya, ilmuwan bahkan memprediksi bahwa Bumi mungkin akan kiamat karena pemanasan global.
Banyak sekali yang telah terkena dampak global warming. Mulai dari salah satu mamalia di Australia yang telah punah , serta deretan binatang yang kini terancam punah karena menggantungkan hidup ke laut yang ekosistemnya telah jauh berubah. Namun ternyata ada juga binatang-binatang yang justru berbahagia dengan adanya global warming.
-
Siapa ilmuwan terbaik di Universitas Gadjah Mada berdasarkan AD Scientific Index 2024? Universitas Gadjah Mada Jumlah ilmuwan dalam indeks : 497Ilmuwan terbaik dalam institusi : Abdul Rohman
-
Di mana daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia ini diumumkan? Peringkat tersebut didasarkan pada analisis dampak sitasi di berbagai disiplin ilmu yang diambil dari database Scopus. Setiap tahun, lembaga ini memilih 100.000 ilmuwan dari seluruh dunia yang aktif di berbagai institusi akademik.
-
Bagaimana AD Scientific Index menentukan peringkat universitas terbaik di Indonesia? AD Scientific Index menggunakan sistem pemeringkatan yang unik dengan menganalisis sebaran ilmuwan dalam suatu institusi menurut persentil 3, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Kapan kata pengantar dianggap penting dalam karya ilmiah? Meski bukan bagian dari isi, namun dalam suatu karya ilmiah, kata pengantar bukan sebuah formalitas.
Ada beberapa kelompok binatang yang ternyata sangat bisa beradaptasi dengan perubahan iklim. Bahkan, ada juga yang memanfaatkan momen tersebut dan punya kehidupan yang lebih baik.
Berikut beberapa binatang tersebut.
Chepalopoda (ikan sotong, cumi-cumi, gurita)
Bagi banyak sekali binatang laut, perubahan iklim seakan-akan kiamat. Temperatur, berubah, keadaan ekosistem berubah, dan yang tak mampu bertahan akan kandas. Hal ini terlihat juga di beberapa binatang yang menggantungkan diri pada lautan, serta beruang kutub yang kini makin kurus. Namun hal ini tak berlaku pada Chepalopoda.
Moluska laut yang di antaranya termasuk sotong, gurita, dan cumi-cumi, justru jumlahnya bertambah dalam 60 tahun terakhir.
Hal ini berdasarkan penelitian tak sengajar oleh Environment Institute dari University of Adelaide yang sedang meneliti ikan sotong di Australia selatan. Dalam penelitiannya, ternyata 35 spesies ikan sotong justru naik dari tahun 1953 ke 2013.
Hal ini dikarenakan kemampuan chepalopoda untuk beradaptasi di suasana ekstrem. Untuk beradaptasi pada kondisi lautan yang makin hangat, mereka mampu berevolusi untuk menurunkan usia kedewasaan dan kemampuan reproduksi mereka. Hal ini bisa membuat mereka di usia dini sudah bisa bereproduksi.
Nyamuk Arktik
Sebuah penelitian dari Darthmouth College menyatakan bahwa populasi dari nyamuk Arktk bertambah seiring temperatur yang juga naik. Hal ini diprediksi justru akan makin naik mengingat suhu Bumi makin lama makin naik.
Para peneliti menyebutkan bahwa temperatur musim semi yang cukup hangat membuat nyamuk tersebut mampu tumbuh dan muncul lebih cepat. Spesifiknya, setiap naik satu derajat Celcius, angka pecepatan tumbuh nyamuk dari larva menjadi kempopmpong naik 10 persen.
Bintang laut
Menurut studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences, bintang laut justru jadi binatang yang mendapat keuntungan dari naiknya temperatur global dan juga naiknya kadar karbon dioksida. Dibandingkan invertebrata lain, bintang laut adalah binatang yang justru makan lebih banyak dan tumbuh lebih banyak di kondisi hangat.
Penelitian yang dilakukan tim dari University of British Columbia, para ilmuwan menginvetrstigasi efek dari pemanasan global di bintang laut. Di studinya, mereka menaruh binatang unik ini di akuarium besar dengan berbagai suhu dan kadar karbon dioksida yang berbeda. Hasilnya, bintang laut yang diletakkan di suhu lebih tinggi dengan kadar karbon dioksida yang lebih tinggi dari yang lain, mereka justru tumbuh 67 persen lebih cepat.
Hal ini dikarenakan bintang laut adalah binatang laut yang tak seberapa punya mekanisme pertahanan, dan punya kemampuan lebih dalam beradaptasi.
Angsa Trumpeter
Angsa trumpeter adalah binatang yang hampir punah di era 1800 an. Hal ini dikarenakan salah satu spesies angsa yang ada di Amerika Serikat dan Kanada ini diburu untuk dikuliti bulunya, dimakan dagingnya dan beberapa bagian dari bulunya sangat baik untuk dijadikan pena. Namun meski dulu dilindungi, pada beberapa tahun terakhir mereka jumlahnya justru makin banyak, dan ilmuwan menyatakan bahwa hal ini terjadi karena perubahan iklim.
Menurut tim peneliti dari Alaska, naiknya temperatur global Bumi membantu naiknya populasi dari Angsa ini karena beberapa tempat baru yang cocok untuk habitat mereka berreproduksi akhirnya terbuka. Di era Bumi masih dingin, tempat ini tertutup es atau tak cukup air. Namun karena Bumi makin panas, mereka justru punya banyak habitat yang mudah diakses dan tak ada predator.
Ular tikus
Ratsnake atau lebih dikenal sebagai ular tikus, adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap pemanasan global. Bahkan ular ini diuntungkan dengan adanya hal tersebut.
Melalui studi dari University of Illinois, ular yang aktif pada malam hari ini, tak lagi terpapar suhu dingin, dan secara temperatur lingkungan mendukung keberadaan ular-ular ini. Sehingga mereka hanya akan beraktivitas di malam hari, dan tak lagi butuh cari persediaan makanan di siang hari.
Hal ini juga menguntungkan bagi ular yang tak harus mencari makan di siang hari lagi. Karena di siang hari, mereka beresiko dimangsa oleh elang. Pada akhirnya, populasi mereka jauh meningkat.
Babi hutan
Dalam beberapa tahun terakhir, populasi babi hutan ternyata meningkat. Hal ini pun sesuai dengan sebuah data di Jerman yang mencatat ada 2 juta babi hutan di tahun 2009. Hal ini merata di negara-negara Eropa seperti Belanda, Swiss, dan Austria. Beberapa negara di Asia dan Amerika Utara juga mengalami hal yang sama.
Ternyata, pemanasan global jadi kunci meningkatnya jumlah babi hutan. Hal ini disebabkan dua hal: pertama, peningkatan suhu yang menyebabkan musim dingin lebih hangat, membuat kelangsungan hidup babi hutan makin baik dan mereka punya angka harapan hidup yang lebih tinggi. Kedua, sinar matahari yang intens karena meningkatnya kadar karbon dioksida, justru membuat beberapa pohon makin berbuah. Hal ini terdiri dari berbagai jenis kacang-kacangan seperti kacang kastanya atau chestnut yang merupakan sumber energi bagi babi hutan. Meningkatnya ketersediaan pangan ini berakibat laangsung pada kualitas reproduksi.
Hal ini membuat ilmuwan menyebut babi hutan sebagai 'pemenang dalam kompetisi pemanasan global.'
Kucing
Anda tak perlu jauh-jauh untuk melihat binatang yang makin gembira terhadap perubahan iklim. Binatang peliharaan saja bisa demikian kok. Kucing adalah salah satunya. Tentu kuta bisa lihat meningkatnya populasi kucing liar di jalan, dan kondisinya memprihatinkan.
Biasanya, binatang imut ini akan berreproduksi di kondisi hangat. Namum karena adanya pemanasan global, di negara beriklim subtropis, musim dingin makin hangat dan pendek, sementara di negara tropis, panas terjadi sepanjang tahun. Hal ini membuat kucing punya waktu lebih panjang untuk reproduksi.
Â
(mdk/idc)