Apa itu Flexing? ini Ciri, Tujuan, Contoh, dan Cara Cerdas Menyikapi Budaya Pamer
Flexing adalah tindakan memamerkan atau menyombongkan diri, terutama kekayaan material atau pencapaian.
Istilah "flexing" merujuk pada tindakan pamer atau menyombongkan diri, terutama terkait dengan kekayaan atau pencapaian individu. Fenomena ini semakin berkembang di era digital, di mana media sosial menjadi platform utama bagi orang untuk menampilkan sisi terbaik kehidupan mereka.
Mereka yang aktif di dunia maya perlu memahami konsep flexing agar dapat mengenali dan menanggapinya dengan bijak. Menurut Urban Dictionary, flexing adalah tindakan menunjukkan kebanggaan berlebihan tentang hal-hal yang berhubungan dengan uang, seperti jumlah kekayaan atau barang-barang mewah yang dimiliki.
-
Apa arti dari nama "Aadila Salsabila"? Aadila Salsabila: Adil, amanah, jujur, dan bermata air surga.
-
Bagaimana Adjie meninggal? Adjie Meninggal Saat Keanu Masih Kecil Keanu tak lama kenal Adjie Massaid. Karena Adjie meninggalkarena serangan jantung setelah main bola bersama temen-temennya.
-
Kapan Adzam terlihat lebih kurus? Balita yang lahir pada 11 Desember 2021 tersebut tampak lebih kurus dibandingkan sebelumnya.
-
Kapan Adzam lahir? Balita yang lahir 11 Desember 2021 ini terlihat lebih kurus dari sebelumnya, dengan banyak spekulasi bahwa sakitnya Adzam menjadi penyebabnya.
-
Kapan Abidzar mulai menjajal berbagai gaya rambut? Masuk ke usia remaja, Abidzar mulai mencari jati dirinya. Jika semasa kecil ia terlihat sebagai anak yang pemalu, Abidzar remaja mulai berani menunjukkan kepercayaan dirinya di depan kamera. Abidzar bahkan tanpa ragu menjajal berbagai gaya rambut.
-
Siapa Serda Adhini? Serda Adhini telah menunjukkan keberaniannya dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapinya. Ia telah menjalani pendidikan khusus pramugari RI 1 di Garuda Indonesia Training Center selama 3 bulan Prestasinya di dunia pertahanan dan keamanan negara telah mendapat banyak pujian dari netizen.
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini semakin meningkat seiring dengan munculnya cerita-cerita tentang orang kaya yang gemar memposting kemewahan di media sosial. Kasus flexing di media sosial kini menjadi perbincangan hangat di kalangan publik, dengan berbagai pandangan yang mendukung dan menentang mengenai dampaknya.
Tujuan dari flexing bisa bervariasi, mulai dari meningkatkan status sosial hingga mencari pengakuan dari orang lain. Salah satu tujuan utama dari perilaku ini adalah untuk mempromosikan diri atau menarik perhatian.
Namun, sering kali di balik tindakan ini terdapat rasa tidak aman atau kebutuhan akan pengakuan. Memahami konsep flexing dan contohnya dapat membantu kita menjadi lebih kritis terhadap konten yang kita konsumsi dan bagikan di media sosial. Berikut adalah ulasan lengkapnya dari Liputan6.com, Senin (14/10/2024).
Pengertian, Tujuan dan Ciri-ciri Flexing
Fenomena flexing semakin meluas di era digital, khususnya di platform media sosial. Istilah ini merujuk pada tindakan memamerkan atau menyombongkan diri, terutama terkait dengan kekayaan, pencapaian, atau gaya hidup mewah yang dimiliki seseorang.
Menurut Cambridge Dictionary, flexing diartikan sebagai ungkapan kebanggaan atau kepuasan terhadap sesuatu yang dimiliki atau dicapai, meskipun cara ini sering dianggap tidak menyenangkan oleh orang lain.
Konsep perilaku flexing berakar dari pemikiran Thorstein Veblen, seorang ekonom dan sosiolog asal Amerika, dalam bukunya "The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions" (1899). Veblen memperkenalkan istilah "conspicuous consumption" atau "konsumsi yang mencolok," yang menggambarkan bagaimana barang-barang dipamerkan untuk menunjukkan status sosial seseorang.
Konsep ini menjadi landasan pemahaman modern tentang flexing di media sosial. Di platform media sosial, flexing sering kali diwujudkan melalui foto atau video yang menampilkan gaya hidup mewah, barang-barang mahal, atau pencapaian yang luar biasa.
Tujuan dari flexing biasanya adalah untuk mendapatkan pengakuan, kekaguman, atau bahkan rasa iri dari orang lain. Fenomena ini telah begitu umum sehingga muncul istilah "flexing slang" untuk menggambarkan bahasa atau ungkapan yang digunakan dalam konteks pamer di media sosial.
Walaupun flexing sering dianggap negatif, ada yang berpendapat bahwa konten kemewahan ini bisa menjadi motivasi bagi orang lain untuk lebih berusaha dalam mencari rezeki. Namun, banyak yang juga menyoroti dampak buruk dari perilaku ini, seperti memicu rasa iri, ketidakpuasan diri, dan bahkan depresi pada individu yang terus-menerus terpapar konten flexing.
Perlu diingat bahwa flexing tidak hanya dilakukan oleh orang kaya atau selebriti. Siapa pun dapat melakukan flexing dalam berbagai tingkat. Contohnya bisa bermacam-macam, mulai dari memamerkan liburan mewah, gadget terbaru, hingga pencapaian akademik atau karir.
Memahami apa itu flexing dan contohnya dapat membantu kita lebih kritis terhadap konten yang kita lihat dan bagikan di media sosial. Berikut adalah ciri-ciri flexing:
1. Fokus pada barang-barang mewah atau mahal dalam unggahan.
2. Pelaku flexing sering memposting konten pamer dengan frekuensi tinggi.
3. Narasi atau caption yang berlebihan, menekankan nilai atau eksklusivitas barang/pengalaman.
4. Unggahan dilakukan pada waktu-waktu strategis untuk meningkatkan visibilitas.
5. Penggunaan hashtag yang berkaitan dengan kemewahan atau gaya hidup tinggi.
6. Menandai lokasi-lokasi mewah atau eksklusif.
7. Menyebutkan atau menampilkan merek-merek terkenal dan mahal.
8. Melakukan perbandingan implisit dengan orang lain.
9. Respons yang berlebihan terhadap pujian atau komentar positif.
10. Jarang memberikan konteks yang lebih luas atau tujuan dari unggahan tersebut.
Tujuan Utama Flexing
Flexing memiliki berbagai tujuan yang umumnya berkaitan dengan aspek psikologis dan sosial. Berikut adalah beberapa tujuan utama dari perilaku flexing:
1. Meningkatkan Status Sosial
Flexing sering dilakukan untuk meningkatkan pandangan orang lain terhadap status sosial pelakunya. Dengan menunjukkan kekayaan, pencapaian, atau gaya hidup mewah, seseorang berharap dapat dipandang lebih tinggi dalam struktur sosial. Hal ini dapat memberikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi pelaku flexing.
2. Mencari Validasi dan Pengakuan
Salah satu tujuan utama flexing adalah mendapatkan validasi dan pengakuan dari orang lain. Sering kali, orang melakukan flexing untuk mempromosikan diri atau menarik perhatian. Like, komentar positif, dan pujian yang diterima dari unggahan flexing dapat memberikan rasa dihargai dan diakui dalam lingkungan sosial.
3. Menutupi Ketidakamanan
Menariknya, flexing juga bisa menjadi cara untuk menyembunyikan rasa tidak aman atau rendah diri. Beberapa ahli berpendapat bahwa individu yang sering melakukan flexing mungkin sebenarnya merasa insecure. Dengan memamerkan sisi terbaik atau termahal dari hidupnya, mereka berharap dapat menutupi kelemahan atau kekurangan yang dirasakan.
4. Memotivasi Diri dan Orang Lain
Meskipun kontroversial, ada yang melihat flexing sebagai bentuk motivasi. Bagi pelakunya, flexing bisa menjadi cara untuk mendorong diri sendiri agar tetap mempertahankan atau meningkatkan gaya hidup tertentu. Selain itu, konten flexing juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk bekerja lebih keras dan mencapai kesuksesan yang serupa.
5. Membangun Personal Branding
Di era digital saat ini, di mana personal branding semakin penting, flexing dapat dijadikan strategi untuk membangun citra diri tertentu. Khususnya bagi influencer atau figur publik, flexing di media sosial bisa menjadi cara untuk mempertahankan atau meningkatkan popularitas serta daya tarik mereka di mata pengikut atau calon klien.
Contoh Flexing di Medsos
Berikut adalah 30 contoh perilaku flexing yang sering ditemukan di media sosial:
1. Mengunggah foto liburan di resort mewah.
2. Memamerkan koleksi jam tangan yang bernilai tinggi.
3. Menunjukkan interior rumah yang mewah.
4. Memposting foto makanan di restoran bintang Michelin.
5. Mengunggah video saat mengemudikan mobil sport.
6. Memamerkan tas branded terbaru.
7. Menunjukkan tiket kelas satu saat bepergian.
8. Memposting foto bersama selebriti atau tokoh terkenal.
9. Mengunggah bukti transfer dengan jumlah besar.
10. Memamerkan koleksi sepatu edisi terbatas.
11. Menunjukkan undangan ke acara eksklusif.
12. Memposting foto saat menggunakan fasilitas VIP.
13. Mengunggah video bermain di kasino mewah.
14. Memamerkan hadiah ulang tahun yang mahal.
15. Menunjukkan sertifikat kepemilikan saham perusahaan besar.
16. Memposting foto saat berbelanja di butik desainer terkenal.
17. Mengunggah video mengendarai jet pribadi.
18. Memamerkan koleksi wine yang langka.
19. Menunjukkan medali atau trofi dari kompetisi bergengsi.
20. Memposting foto saat menghadiri gala mewah.
21. Mengunggah bukti donasi dalam jumlah besar.
22. Memamerkan kartu kredit black atau platinum.
23. Menunjukkan hasil investasi yang menguntungkan.
24. Memposting foto saat menggunakan jasa personal shopper.
25. Mengunggah video bermain golf di lapangan eksklusif.
26. Memamerkan koleksi seni atau barang antik.
27. Menunjukkan bukti keanggotaan klub elit.
28. Memposting foto saat menggunakan jasa butler pribadi.
29. Mengunggah video mengendarai yacht pribadi. 30. Memamerkan perhiasan dengan berlian besar.
Cara Efektif Menjauhi Flexing
Berikut adalah beberapa cara efektif untuk menghadapi budaya pamer atau flexing di era digital:
1. Tingkatkan Kesadaran Diri
Sadari motivasi dan perasaan Anda saat melihat konten flexing. Renungkan mengapa konten tersebut mempengaruhi Anda dan apa yang dapat Anda ambil dari reaksi tersebut.
2. Kembangkan Literasi Media
Bersikaplah kritis terhadap konten yang Anda lihat. Ingatlah bahwa banyak unggahan di media sosial hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang, bukan gambaran yang utuh.
3. Batasi Waktu Media Sosial
Tentukan batas waktu untuk menggunakan media sosial. Terlalu banyak terpapar konten flexing dapat berdampak buruk pada kesehatan mental Anda.
4. Fokus pada Pengembangan Diri
Alihkan perhatian Anda untuk meningkatkan diri dan mengejar tujuan pribadi, bukan membandingkan diri dengan orang lain.
5. Praktikkan Rasa Syukur
Secara rutin ungkapkan rasa syukur atas hal-hal yang Anda miliki untuk mengurangi rasa cemburu dan ketidakpuasan yang mungkin muncul akibat melihat konten flexing.
6. Bangun Hubungan yang Bermakna
Utamakan membangun hubungan yang berkualitas di dunia nyata daripada terlalu fokus pada interaksi di media sosial.
7. Pilih Konten yang Positif
Ikuti akun-akun yang memberikan inspirasi dan manfaat positif, bukan yang hanya menampilkan gaya hidup mewah.
8. Pertimbangkan Konteks
Ingat bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda. Jangan cepat menghakimi hanya berdasarkan apa yang Anda lihat di media sosial.
9. Jadilah Teladan yang Baik
Hati-hati dengan konten yang Anda bagikan. Pastikan unggahan Anda tidak membuat orang lain merasa tidak nyaman atau rendah diri.
10. Diskusikan dengan Orang Terdekat
Bicarakan perasaan Anda tentang budaya pamer dengan teman atau keluarga. Berbagi pandangan dapat membantu Anda melihat situasi dengan lebih objektif.
11. Lakukan Digital Detox
Sesekali, ambil waktu untuk menjauh dari media sosial dan nikmati hidup tanpa tekanan untuk selalu tampil sempurna.
12. Fokus pada Nilai Pribadi
Ingatlah nilai-nilai pribadi Anda dan apa yang benar-benar penting dalam hidup, bukan apa yang dianggap penting oleh media sosial.
13. Kembangkan Hobi di Dunia Nyata
Temukan aktivitas yang membuat Anda bahagia tanpa memerlukan validasi dari dunia maya.
14. Praktikkan Empati
Cobalah memahami bahwa orang yang melakukan flexing mungkin juga memiliki kerentanan atau ketidakamanan tersendiri.
15. Evaluasi Lingkungan Sosial Online Anda
Jika perlu, kurangi atau berhenti mengikuti akun-akun yang membuat Anda merasa buruk tentang diri sendiri.