Bolehkah Orang Muslim Mengidolakan Sosok Nonmuslim? Begini Penjelasannya
Tak ada yang salah ketika kita mengidolakan seseorang yang dapat menjadi inspirasi dan teladan yang baik bagi hidup.
Perasaan cinta dan ketertarikan adalah bagian dari naluri manusia. Setiap orang pasti memiliki kecenderungan untuk menyukai berbagai hal, termasuk mengagumi seseorang.
Sosok yang dianggap idola sering kali diartikan sebagai orang yang menginspirasi atau menjadi teladan bagi orang lain. Namun, saat ini, tidak jarang kita melihat seorang muslim mengagumi figur publik yang bukan muslim.
- Jalan Hidup Mengharukan Pemuda Mualaf, Pernah Terjerumus Pergaulan Bebas & Kini Sukses Buka Usaha Beromzet Ratusan Juta Rupiah
- Bolehkan Sedekah kepada non-Muslim? Begini Penjelasannya Menurut Hukum Islam
- Kisah Wanita Non-Muslim Tiap Hari Datang ke Masjid, Hidupnya Memprihatinkan Gara-gara Dihancurkan Mantan Suami
- Cara Menjawab Salam dari Nonmuslim, Perlu Diketahui
Banyak di antara mereka yang bersedia mengeluarkan uang banyak untuk membeli tiket konser dan berdesakan hanya untuk melihat idola mereka. Sayangnya, mereka sering kali melupakan siapa sebenarnya idola yang seharusnya menjadi panutan.
Lantas, bagaimana jika seorang muslim mengagumi seorang figur publik nonmuslim? Apa pandangan Islam mengenai hal ini? Berikut adalah penjelasannya yang dirangkum dari laman cahayaislam.id, Jumat (27/9)
Siapa yang dimaksud dengan Idola?
Mengapa pemilihan sosok idola begitu krusial? Sebab, seorang idola akan menjadi teladan bagi banyak orang. Setiap tindakan dan perilaku idola akan selalu dicontoh, mulai dari cara berbicara, cara berjalan, hingga cara berpakaian, bahkan cara menjalani hidup. Oleh karena itu, memilih idola harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Apa arti sejati dari istilah idola? Menurut KBBI, idola merujuk pada gambar, patung, atau objek lain yang dipuja. Selain itu, puja berarti upacara penghormatan kepada dewa-dewa atau berhala. Memuja diartikan sebagai bentuk penghormatan kepada dewa-dewa. Sedangkan memuja-muja berarti sangat mencintai atau mengagumi.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa idola memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar rasa cinta atau kekaguman. Mengidolakan berarti memuja atau mendewa-dewakan. Banyak penggemar yang rela melakukan berbagai tindakan ekstrem untuk menunjukkan rasa puja yang berlebihan terhadap publik figur, seperti berebut pakaian bekasnya, mengubah penampilan agar mirip dengan idolanya, dan lain sebagainya.
Kajian Hukum tentang Mengagumi Nonmuslim
Seseorang yang mengagumi orang nonmuslim cenderung akan terbiasa dengan tindakan-tindakan negatif. Contohnya seperti mengonsumsi minuman keras, berzina, mengkonsumsi daging babi, berkata kasar, tidak menutup aurat, dan lain-lain. Hal ini dapat membuatnya setidaknya merasa ridha terhadap tindakan-tindakan tersebut atau bahkan menirunya.
Selain itu, pengaruh dari keyakinan orang yang diidolakannya juga berpotensi mengganggu keyakinannya. Melihat idola menjalankan ritual-ritual keagamaannya atau merayakan hari-hari besar agamanya dapat mendorongnya untuk ikut serta dan melemahkan keyakinannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Buya Yahya menasihatkan umat Islam agar tidak mengidolakan orang-orang yang bukan muslim. Kebiasaan buruk dari idola bisa sedikit banyak menular kepada para penggemarnya. Terdapat banyak dalil yang melarang umat Islam untuk menjadikan orang nonmuslim sebagai idola. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Penghindaran terhadap Tasyabbuh
Meniru perilaku orang nonmuslim merupakan tindakan yang dilarang dalam Islam. Tindakan peniruan ini bisa berujung pada kekufuran atau hanya sekadar maksiat. Meniru aspek-aspek khusus dari agama mereka, seperti ajaran, perayaan, pengagungan individu tertentu, dan mengikuti aturan halal-haram mereka, dapat mengakibatkan kekufuran.
Sementara itu, mengikuti kebiasaan orang kafir, seperti memperlihatkan aurat, makan dengan tangan kiri, mengonsumsi minuman keras, berzina, serta makan daging babi, meskipun tidak sampai pada tingkat kufur, tetap dianggap sebagai maksiat. Salah satu dalil yang melarang umat Islam untuk meniru orang nonmuslim adalah sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, "Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."
2. Larangan Mencintai Nonmuslim
Perasaan cinta tentu menginginkan kedekatan yang berkelanjutan. Mencintai orang-orang nonmuslim dapat mengakibatkan seseorang berada di antara mereka pada hari kiamat. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai."
Figur Teladan Utama untuk Umat Islam
Figur seorang idola memiliki dampak yang sangat signifikan. Ia dapat mengangkat martabat seseorang menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Namun, sosok idola juga berpotensi menjerumuskan seseorang, baik di kehidupan dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, sangat bijaksana untuk berhati-hati dalam menentukan siapa yang pantas dijadikan idola.
Bukankah umat Islam telah memiliki teladan terbaik dalam sosok Rasulullah SAW? Allah SWT telah berfirman: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik untukmu, (yaitu) untuk orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (datangnya) hari Kiamat serta banyak menyebut Allah."
Dengan demikian, ini adalah penjelasan singkat mengenai hukum mengidolakan nonmuslim. Cinta yang terbaik adalah cinta yang didasari oleh Allah, untuk orang-orang yang mencintai-Nya.
Tontonlah video yang telah dipilih ini:
Berikut adalah versi yang berbeda dari kalimat tersebut tanpa mengubah konteks: