Jangan Asal Ucapkan Demi Allah saat Emosi, Begini Dampaknya
Gus Baha menjelaskan bagaimana dampak dari sumpah yang diucapkan tanpa pemahaman mendalam mengenai sifat Allah SWT.
Ucapan 'Demi Allah' merupakan kalimat yang memiliki makna sakral dalam agama Islam. Kalimat ini tidak boleh diucapkan sembarangan karena berkaitan dengan janji kepada Allah, yang memiliki konsekuensi besar baik di dunia maupun di akhirat. Banyak orang seringkali tidak menyadari pentingnya hal ini dan dengan mudah mengucapkannya dalam berbagai situasi.
Dalam sebuah ceramah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan pentingnya berhati-hati saat mengucapkan sumpah atas nama Allah. Dia menegaskan soal dampak dari sumpah yang diucapkan tanpa pemahaman yang mendalam tentang sifat Allah.
Dalam tayangan video di kanal YouTube @DawuhyaiNU, Gus Baha menceritakan tentang seorang hamba yang sedang sujud dan diinjak oleh orang fasik. Dalam kemarahannya, dia bersumpah, "Demi Allah, Allah tidak akan memaafkanmu."
Sumpah itu diucapkan tanpa pertimbangan, hanya berdasarkan emosi. Mendengar sumpah tersebut, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW pada waktu itu, memerintahkan Nabi untuk menyampaikan kepada hamba tersebut agar ia meminta maaf kepada-Nya.
Kesalahan Paling Fatal Membatasi Sifat-Sifat Allah SWT
Gus Baha mengatakan meskipun hamba tersebut merasa yakin dengan sumpahnya, ia sebenarnya telah melakukan kesalahan besar dengan membatasi sifat-sifat Allah. Menurut Gus Baha, Nabi sempat bertanya kepada Allah mengenai hal itu. Allah SWT menjawab bahwa Dia memiliki dua sifat utama: kemampuan untuk menyiksa dan kemampuan untuk memaafkan.
Hamba tersebut hanya memilih satu sifat Allah, yaitu sifat tidak memaafkan, padahal manusia seharusnya mengakui kedua sifat tersebut secara utuh. Gus Baha melanjutkan orang fasik yang menginjak hamba itu akhirnya diberikan kesempatan untuk bertaubat oleh Allah. Bahkan, orang tersebut berubah menjadi orang yang saleh setelah menerima pengampunan. Hal ini menunjukkan manusia tidak boleh menentukan keputusan Allah hanya berdasarkan emosi atau pandangan pribadi.
Penjelasan ini menegaskan bahwa Allah memiliki wewenang penuh untuk memutuskan siapa yang berhak mendapatkan ampunan dan siapa yang akan disiksa. Gus Baha menambahkan manusia tidak seharusnya mengklaim atau membatasi salah satu sifat Allah, apalagi menjadikannya sebagai dasar untuk bersumpah.
"Allah bisa Yaghfiru Liman Yasyaa' Wa Yu'addzibu Man Yasyaa'," artinya: 'memberikan pengampunan dan menurunkan siksa kepada siapapun adalah hak prerogatif Allah,'" jelas Gus Baha.
Jangan Sekali-kali Menggunakan Nama Allah SWT
Setiap muslim perlu memahami dan mengakui dua sifat Allah secara menyeluruh. Gus Baha mengatakan pentingnya sikap tawadhu dan menghindari ekstremisme dalam menilai sifat-sifat Allah.
"Kita tidak boleh hanya mengakui satu sifat Allah dan mengabaikan yang lainnya, karena hal itu dapat menjerumuskan kita ke dalam kesalahan," ujarnya.
Ia juga mengingatkan umat Islam untuk berhati-hati dalam menggunakan kalimat sumpah, terutama yang melibatkan nama Allah. Sumpah semacam itu tidak boleh diucapkan sembarangan, karena akan ada konsekuensi besar di hadapan-Nya.
"Setiap sumpah yang diucapkan, terutama atas nama Allah, pasti akan diperhitungkan," tegasnya.
Gus Baha menjelaskan sikap ekstrem dalam menilai sifat Allah dapat menjauhkan seseorang dari pemahaman yang benar. Jika hanya melihat Allah sebagai Tuhan yang menghukum, kita akan kehilangan makna dari sifat pengampunan-Nya yang luas. Dalam ceramahnya, ia juga mengingatkan agar umat menjaga lisan dan tidak sembarangan mengucapkan sumpah atas nama Allah.
"Kita harus berhati-hati dengan ucapan kita, terutama yang berkaitan dengan nama Allah. Jangan sampai kita bersumpah tanpa pikir panjang, terutama saat marah atau emosi," katanya.
Gus Baha mengajak umat Islam untuk selalu bersikap rendah hati dan tidak tergesa-gesa dalam menghakimi orang lain. Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing dan kesempatan untuk bertaubat. Sifat Allah yang Maha Pengampun selalu memberikan harapan bagi siapa pun yang ingin memperbaiki diri.