Masih Beroperasi sampai Sekarang, Inilah Pabrik Cerutu Tertua di Indonesia yang Didirikan oleh Orang Belanda
Pabrik cerutu tertua di Indonesia didirikan oleh Belanda pada tahun 1918 di Yogyakarta dan sampai sekarang masih berdiri melayani pasar lokal dan internasional.
Pabrik cerutu tertua di Indonesia didirikan oleh Belanda pada tahun 1918 di Yogyakarta dan sampai sekarang masih berdiri melayani pasar lokal dan internasional.
Masih Beroperasi sampai Sekarang, Inilah Pabrik Cerutu Tertua di Indonesia yang Didirikan oleh Orang Belanda
Cerutu adalah galungan utuh daun tembakau yang dikeringkan dan difermentasikan. Mirip dengan rokok, namun cerutu biasanya memiliki bentuk lebih besar. Cara mengonsumsi cerutu adalah dengan dibakar ujungnya dan dihisap.
- Lewat BRI Menanam, Komoditas Andalan Pendorong Perekonomian Desa BRILian Mekarbuana Semakin Unggul
- Cerita Pabrik Kina Satu-satunya yang Masih Beroperasi di Bandung, Penuhi 90 Persen Kebutuhan Dunia
- Tinjau DAS Citarum, Mentan Pastikan Sektor Pertanian Terus Berproduksi
- Momen Bos BI Palak Sandiaga dan Teten untuk Belanja Produk UMKM Lokal
Di Jogja, ada pabrik cerutu tertua di Indonesia. Pabrik ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan masih beroperasi sampai sekarang. Pabrik ini didirikan oleh orang Belanda secara perseorangan.
Pabrik tersebut memproduksi cerutu dengan tembakau murni dan digemari tidak hanya di Indonesia, melainkan sampai ke negara-negara di Asia bahkan Eropa. Simak ulasannya sebagai berikut.
Sejarah Pabrik Cerutu Tertua di Indonesia
Pabrik cerutu tertua di Indonesia dipegang oleh salah satu pabrik di Yogyakarta tepatnya di wilayah Baciro bernama Taru Martani. Pabrik ini bahkan dikatakan sebagai pabrik cerutu tertua se Asia Tenggara.
Taru Martani berdiri pada tahun 1918 oleh seorang Belanda bernama Adolphe Antoine Louis Marie Mignot yang juga merupakan produsen cerutu dari pabrik Mignot & de Block yang berpusat di Eindhoven, Belanda.
Awalnya, lokasi pabrik ini berada di daerah Bulu, jalan Magelang. Kemudian pada tahun 1921 lokasinya di pindahkan ke Baciro di Jalan Argolubang. Di tahun yang sama Taru Martani diubah menjadi perseroan terbatas bernama N.V.Negresco.
Saat pendudukan Jepang, pada tahun 1942, Taru Martani yang masih bernama N.V.Negresco diambil alih oleh Pemerintah Jepang dan diganti nama menjadi Jawa Tobacco Kojo.
Pemerintah Jepang juga menambah produk seperti rokok putih bermerek Mizuho dan Koa.
Diambil Alih oleh Pemerintah Indonesia
Pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka, Jawa Tobbaco Kojo diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Sultan Hamengkubuwono IX mengganti nama Jawa Tobacco Kojo menjadi Taru Martani yang mempunyai arti daun yang menghidupi.
Sempat diambil kembali oleh N.V.Negresco, perusahaan ini sempat mengalami kemunduran dan tidak dapat memproduksi cerutu sampai tahun 1951. Satu tahun setelahnya, Pemerintah DIY dan Ban Industri Negara Jakarta menghidupkan kembali perusahaan tersebut.
Mereka mendirikan PT Taru Martani dan direktur pertamanya adalah Prof. Mr. Kertanegara yang dibantu oleh tenaga ahli dari Belanda bernama Hebraken. Tahun 1957, mereka memproduksi rokok kretek bermerk Roro Mendut dan Roro Jonggrang.
Ekspor ke Asia dan Eropa
Saat ini, para pekerja di Taru Martani adalah orang-orang yang berkerabat dengan pekerja sebelumnya. Mereka rata-rata sudah masuk generasi ke-3 sejak pertama kali pabrik ini didirikan.
Sampai sekarang, cerutu Taru Martani masih digemari oleh banyak orang. Tidak hanya menyasar pasar Indonesia, cerutu Taru Martani juga digemari oleh penikmat cerutu dari luar negeri. Mulai dari negara-negara di Asia, Eropa, hingga Amerika.