Pertanyaan Menyayat Hati Anak Gaza Sebelum Wafat Usai Dibom Israel: Apakah Saya di Surga?
Momen dokter darurat di Palestina ungkap pertemuan menyedihkan dengan seorang gadis berusia 9 tahun.
Seorang dokter darurat bernama Mohammad Ashraf di rumah sakit Al-Shifa Gaza, Palestina menceritakan momen pertemuan memilukannya dengan gadis berusia sembilan tahun yang terluka parah akibat serangan Israel.
Melansir dari laman Anadolu Agency, Ashraf menyampaikan kekagumannya atas keteguhan iman dari gadis kecil yang ditemuinya itu melalui video wawancara.
- Kisah Pilu Dokter Spesialis Jantung Palestina, 175 Anggota Keluarganya Dibunuh Israel Selama Perang Genosida di Gaza
- Kesaksian Dokter atas Kebiadaban Israel di Gaza: 500 Korban dalam 25 Menit
- Sosok 2 Dokter Indonesia Pulang ke Tanah Air Usai Jadi Relawan di Gaza, Kesaksiannya soal Kekuatan Rakyat Palestina Bikin Takjub
- Dokter Palestina: Tentara Israel Abaikan Bayi di Rumah Sakit Sampai Meninggal dan Membusuk
"Gadis berusia sembilan tahun dan dia datang dengan pecahan peluru di seluruh wajahnya dan dia tidak bisa membuka matanya. Dia bilang ke saya ‘Dokter, apakah saya ada di surga?’, saya bilang ‘tidak, kenapa menurut Anda Anda ada di surga?’," cerita Ashraf.
Dengan keadaan terluka parah, gadis berusia 9 tahun itu mengatakan, jika ia meyakini dirinya akan masuk surga apabila meninggal akibat serangan Israel. Dia menyebut ibunya lah yang memberitahu hal itu sebelumnya.
"Dia berkata 'karena ibuku memberitahuku ketika kami diserang atau ketika kami akan diserang, kami akan langsung masuk surga. Tidak akan ada kebisingan, tidak ada kekacauan. Tidak akan ada penderitaan, tidak ada rasa sakit'," kata Ashraf menirukan gadis berusia 9 tahun itu.
Mendengar jawaban si gadis, Ashraf mengaku sempat tertegun. Beberapa jam setelahnya, gadis itu dikatakan meninggal dunia akibat mendapat luka parah di tubuhnya.
"Sayang sekali gadis kecil ini meninggal setelah beberapa jam dan dia pergi ke surga. Dia pergi ke tempat yang nyaman, nyaman, dan tenang yang diceritakan ibunya," kata Ashraf.
Lebih lanjut, Ashraf kemudian menggambarkan kekacauan kondisi yang ada di jalur Gaza. Membludaknya pasien hingga terbatasan peralatan dan obat-obatan membuat para tenaga medis kewalahan.
Belum lagi, terbatasnya peralatan, listrik, bahan bakar untuk generator, hingga kebutuhan dasar lainnya membuat situasi di wilayah kantong tersebut semakin memprihatinkan.
Kehidupan Memprihatinkan di Gaza
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyoroti kondisi kehidupan yang mengerikan di Gaza.
Banyak keluarga di Gaza hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi dengan akses minimal terhadap air dan sanitasi yang menyebabkan peningkatan infeksi dan penyakit kulit.
Kurangnya pasokan medis juga memaksa penyedia layanan kesehatan untuk mengambil tindakan terakhir. Banyak dokter terpaksa mengambil tindakan seperti menyarankan pasien untuk menggunakan air laut untuk pengobatan.
Hampir 1 tahun berlalu sejak serangan pertama pada 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas di Gaza akibat serangan Israel terus bertambah. Terkini, total korban tewas mencapai 40.738 jiwa.
Dari jumlah seluruh korban tewas, paling banyak ialah perempuan dan anak-anak. Mengutip dari laman resmi UNICEF, lebih dari 14.000 anak dilaporkan tewas selama serangan di Gaza.
Banyak pihak lalu mengecam tindakan Israel dan menyebut jika serangan yang sedang berlangsung di Gaza sebagai proses sistematis yang sama saja dengan genosida.
Sebab Israel juga melakukan blokade terhadap akses bantuan yang akan disalurkan ke Palestina. Hal itu membuat banyak anak-anak yang masih ada di sana mengalami kekurangan gizi dan banyak masalah kesehatan lainnya.
Tak hanya di Jalur Gaza, Israel juga menyerang wilayah Tepi Barat. Kamp pengungsi Jenin menjadi sasaran serangan intensif dari pasukan Israel dan memaksa penduduknya untuk mengungsi.
Aksi protes dan seruan gencatan senjata terus disampaikan oleh masyarakat hampir di seluruh dunia. Banyak yang menuntut Israel dan negara-negara pendukungnya untuk menghentikan aksi mereka.