Sejarah Hari Pahlawan 10 November, Ketahui Tujuan Diperingatinya Setiap Tahun
Sejarah peringatan Hari Pahlawan tiap 10 November 1945.
Hari Pahlawan Nasional diperingati pada tanggal 10 November setiap tahunnya. Peringatan ini dilakukan untuk menghormati para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dalam Pertempuran Surabaya pada tahun 1945.
Awal mula munculnya Hari Pahlawan berawal dari pertempuran di Surabaya ketika tentara dan milisi pro-kemerdekaan Indonesia berhadapan dengan pasukan Britania Raya atau pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris dan Belanda (NICA).
- Peringati 10 November, Kemensos Anjangsana ke Keluarga Pahlawan
- Hari Pahlawan 10 November: Libur atau Tidak? Simak Aturan dan Filosofi Sejarahnya
- Peringatan Hari Pertahanan Sipil 19 April, Berikut Sejarah dan Tujuannya
- 26 November: Peringatan Hari Kue Internasional, Ketahui Sejarah dan Cara Merayakannya
Pada 27 Oktober 1945, NICA yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby memasuki wilayah Surabaya dan langsung mendirikan pos pertahanan.
Pasukan Sekutu yang didominasi tentara Inggris menyerbu penjara dan membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh pihak Indonesia. Mereka juga memerintahkan masyarakat Indonesia untuk menyerahkan senjata.
Namun, perintah tersebut ditolak tegas oleh rakyat Indonesia. Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo melancarkan serangan ke pos-pos pertahanan Sekutu, dan berhasil merebut sejumlah bagian titik penting Surabaya.
Meskipun gencatan senjata telah disepakati pada 29 Oktober, bentrokan bersenjata tetap terjadi antara warga Surabaya dan pasukan Inggris.
Puncak pertempuran ini ditandai dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945, yang memicu kemarahan pihak Inggris. Pada pagi 10 November, tentara Inggris melancarkan serangan besar. Pasukan dan milisi Indonesia memberikan perlawanan sengit.
Pertempuran Surabaya adalah salah satu pertempuran terbesar dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia. Karena pertempuran itulah Surabaya kemudian hingga kini dikenal dengan sebutan 'Kota Pahlawan'.
Para pejuang dari berbagai latar belakang bahu-membahu mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih. Sejak saat itu juga, setiap tanggal 10 November lalu diperingati sebagai Hari Pahlawan. Keputusan itu secara resmi tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) No. 316 Tahun 1959.
Tokoh-Tokoh Penting Dalam Serangan 10 November
Dalam pertempuran 10 November ini banyak masyarakat dari berbagai lapisan ikut turun melawan para tentara sekutu dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, ada beberapa tokoh kunci yang ikut serta mensukseskan pertempuran, seperti:
Bung Tomo
Salah satu tokoh yang memiliki peran besar dalam membangkitkan semangat perlawanan rakyat Surabaya dalam pertempuran ini adalah Bung Tomo. Dia menginspirasi melalui siaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).
Pidatonya yang berapi-api dengan seruan "Merdeka atau Mati!" menggema dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya untuk melawan pasukan sekutu.
Gubernur Suryo
Gubernur Suryo atau Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo memiliki peran penting sebagai pemimpin Jawa Timur. Di tengah situasi genting, Gubernur Suryo berkomitmen memimpin daerahnya dengan sepenuh hati dan menunjukkan bahwa seorang pemimpin siap berada di garis depan perjuangan demi kemerdekaan.
Mayjen Sungkono dan Mayjen Moestopo
Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada saat itu, Mayjen Sungkono, juga berada di garda terdepan. Ia tidak hanya memberikan instruksi lewat siaran radio tetapi turut terjun langsung di medan perang.
Bersama dengannya Mayjen Moestopo lulusan militer Pembela Tanah Air (PETA), keduanya mengatur strategi dan memimpin para pejuang dalam mempertahankan Surabaya.
KH Hasyim Asy'ari
Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari turut mempengaruhi perjuangan dengan mengeluarkan fatwa "Resolusi Jihad" pada 22 Oktober 1945.
Fatwa ini menetapkan kewajiban jihad untuk mempertahankan kemerdekaan. Seruan ini menyentuh hati ribuan santri dan masyarakat untuk berjuang mempertahankan tanah air.
HR Mohammad Mangoendiprodjo dan Abdul Wahab Saleh
Mohammad Mangoendiprodjo yang memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) memainkan peran penting dalam mengatur strategi perlawanan.
Saat pertemuan dengan pihak sekutu di Surabaya, ia berupaya untuk mencegah pasukan Inggris mengambil alih Bank Internatio, salah satu aksi penting yang memicu pertempuran besar.