Sejarah Kata Sholat Diganti Sembahyang di Pulau Jawa, Ternyata Ada Tujuannya
Sunan Ampel menerapkan pendekatan dengan mengganti istilah "sholat" menjadi "sembahyang".
Sunan Ampel, yang merupakan salah satu anggota dari Walisongo, memainkan peranan yang sangat krusial dalam penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Sejak masa kecil hingga remaja, ia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, Syekh Ibrahim Asmorokondi, seorang ulama terkemuka pada zamannya.
Pendidikan agama yang diterima oleh Sunan Ampel dari sang ayah membentuk fondasi yang kuat dalam perjalanan dakwahnya. Dalam berdakwah, Sunan Ampel dikenal dengan pendekatan yang bijaksana dan penuh kasih.
-
Apa yang dimaksud dengan sholat ghaib? Sholat ghaib dilakukan untuk memberi doa pada saudara sesama Muslim yang sudah meninggal dunia.
-
Apa yang dimaksud dengan sholat tahajud? Sholat tahajud adalah sholat sunnah yang dilakukan di malam hari setelah bangun dari tidur, meskipun tidurnya hanya sebentar.
-
Apa ciri khas bacaan sholat Muhammadiyah? Bacaan sholat Muhammadiyah tidak mengandung bacaan tambahan, seperti membaca basmalah sebelum surat Al-Fatihah, membaca qunut pada sholat subuh, dan membaca doa setelah tasyahud akhir.
-
Apa yang dimaksud dengan sholat hajat dalam Islam? Sholat hajat merupakan salah satu salat sunnah yang dikerjakan oleh orang yang mempunyai keinginan. Sholat hajat ini dilakukan oleh seorang muslim yang sedang memiliki keinginan atau sebuah hajat.
Ia tidak hanya mengajarkan ajaran Islam secara teori, tetapi juga mendorong umat untuk mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu strategi dakwah yang paling terkenal dari Sunan Ampel adalah mengganti istilah yang lebih dikenal oleh masyarakat Jawa pada saat itu. Salah satu contohnya adalah penggantian kata "sholat" menjadi "sembahyang".
Langkah ini diambil agar masyarakat lebih mudah menerima dan memahami ajaran Islam. Strategi ini terbukti efektif karena masyarakat Jawa pada waktu itu sudah akrab dengan istilah "sembahyang" yang memiliki makna religius, meskipun sebelumnya lebih sering digunakan dalam konteks agama Hindu dan Budha.
Penggantian kata "sholat" dengan "sembahyang" menjadi salah satu langkah strategis yang mempermudah penyebaran Islam di kalangan masyarakat.
Dalam video yang diambil dari kanal YouTube @santri.langgar, dijelaskan bahwa perubahan istilah tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan tradisi masyarakat yang lebih akrab dengan istilah tersebut. Ini menunjukkan bahwa Sunan Ampel sangat memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat dalam menjalankan dakwah.
- Mengenal Sederet Keistimewaan Sunan Gunung Jati, dari Dakwah Pakai Gamelan sampai Bisa Operasi Tanpa Bedah
- Pernah Melawan Penjajah Belanda Sampai 50 Tahun, Begini Sejarah Suku Basemah di Sumatera Selatan
- Sejarah Pesantren NU Tertua di Pulau Sumatera, Didirikan oleh Ulama Tersohor Berdarah Batak
- Menelusuri Sejarah Jembatan Tertua di Pulau Sumatra, Diresmikan oleh Wapres RI Pertama
Selain mengganti kata sholat dengan sembahyang, Sunan Ampel juga mengubah nama mushola menjadi langgar. Istilah langgar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jawa, sehingga orang-orang tidak merasa asing dengan tempat ibadah yang baru ini.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa Sunan Ampel sangat memahami kebutuhan dan budaya masyarakat setempat dalam menjalankan dakwah.
Lebih jauh lagi, Sunan Ampel juga berkontribusi besar dalam menciptakan istilah "santri". Istilah santri yang kita kenal saat ini sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "syastri" yang berarti orang yang memahami kitab suci.
Sebelum digunakan dalam konteks Islam, istilah ini lebih dikenal dalam agama Hindu. Dengan mengadaptasi istilah ini, Sunan Ampel berhasil menciptakan identitas baru bagi para pengikutnya yang belajar agama Islam.
Sunan Ampel Sukses Menjalin Hubungan dengan Masyarakat Melalui Budaya
Masyarakat Jawa yang sebelumnya terikat dengan tradisi Hindu dan Budha mulai mengenal agama Islam melalui pendekatan yang ramah dan menyentuh aspek kehidupan sehari-hari mereka. Sunan Ampel berhasil menjembatani perbedaan budaya dan agama dengan mengganti istilah-istilah tertentu yang telah akrab di telinga masyarakat, sehingga proses transisi ini berlangsung secara halus dan penuh pengertian.
Tidak hanya sekadar mengubah kata-kata, Sunan Ampel juga memadukan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal. Pendekatan dakwah yang diterapkan oleh Sunan Ampel dianggap sangat efektif karena beliau tidak memaksakan ajaran Islam dengan cara yang keras.
Sebaliknya, beliau mengajarkan Islam dengan kelembutan, membuat masyarakat merasa nyaman untuk menerima ajaran tersebut.
Melalui pendekatan yang bijaksana ini, banyak orang yang akhirnya memeluk agama Islam. Berkat usaha Sunan Ampel, ajaran Islam menyebar luas di Pulau Jawa, dan banyak orang yang tertarik untuk mempelajari agama Islam dengan lebih mendalam.
Banyak yang datang kepada Sunan Ampel dengan niat tulus untuk mempelajari agama Islam secara serius.
Sunan Ampel, yang dikenal dengan nama asli Raden Rahmat, diperkirakan lahir pada tahun 1401 Hijriah di Aceh. Ia adalah putra dari Syekh Ibrahim Asmorokondi, yang merupakan keturunan Rasulullah SAW melalui jalur Sayidina Husain.
Hal ini menunjukkan bahwa Sunan Ampel berasal dari keluarga yang sangat dihormati dalam komunitas Islam pada masa itu. Sunan Ampel meninggal dunia pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Sebagai seorang ulama dan pendakwah, beliau meninggalkan warisan yang sangat berharga dalam dakwah dan pendidikan agama Islam yang berkelanjutan di kalangan masyarakat Jawa. Sunan Ampel memiliki sembilan anak yang meneruskan perjuangan dakwahnya, di antaranya adalah Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus.
Beberapa anak Sunan Ampel juga menikah dengan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam di Pulau Jawa, seperti Dewi Murtasiah yang menikah dengan Sunan Giri dan Dewi Asikoh yang menikah dengan Sunan Kalijaga. Dengan demikian, pengaruh Sunan Ampel tidak hanya terbatas pada ajaran Islam, tetapi juga meluas melalui hubungan keluarga yang terjalin dengan tokoh-tokoh besar lainnya.
Sunan Ampel Punya Peran Luar Biasa Dalam Penyebaran Islam di Pulau Jawa
Dengan usaha dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel, banyak individu yang akhirnya memilih untuk memeluk agama Islam, sehingga semakin menguatkan eksistensi Islam di Pulau Jawa. Salah satu kunci keberhasilan Sunan Ampel dalam menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat adalah kemampuannya untuk mengganti istilah dan menyesuaikan konsep-konsep agama dengan budaya lokal.
Hal ini menunjukkan pentingnya dakwah yang mengedepankan kebudayaan setempat tanpa memaksakan ajaran agama, yang merupakan pelajaran berharga dalam memahami metode penyebaran Islam di Indonesia.
Sunan Ampel telah membuktikan bahwa dakwah yang efektif adalah dakwah yang mampu memenuhi kebutuhan dan kebiasaan masyarakat tanpa mengorbankan nilai-nilai agama. Melalui perjuangan Sunan Ampel, ajaran Islam berkembang pesat di Pulau Jawa, dan hingga kini, Islam telah menjadi agama mayoritas di Indonesia.
Para Wali Songo, termasuk Sunan Ampel, memainkan peranan penting dalam membimbing umat untuk memahami Islam dengan cara yang bijaksana dan penuh hikmah.
Masyarakat yang sebelumnya terikat pada adat dan tradisi agama lain, akhirnya bisa menerima Islam dengan lapang dada. Ini menunjukkan bahwa dakwah yang dilakukan dengan kasih sayang dan tidak memaksakan kehendak dapat memberikan hasil yang sangat positif.
Sunan Ampel menjadi teladan bagi umat dalam menjalankan dakwah dan menciptakan hubungan harmonis antara agama dan budaya.
Dari kisah Sunan Ampel, kita belajar bahwa dakwah yang efektif tidak hanya bergantung pada kekuatan kata-kata, tetapi juga pada pendekatan yang bijaksana dan penuh pengertian terhadap budaya dan tradisi yang ada.
Dengan demikian, ajaran Islam dapat diterima dengan lebih mudah dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Semua usaha dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan Wali Songo lainnya telah memberikan hasil yang luar biasa, menjadikan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Semangat dakwah mereka terus menginspirasi umat Islam di seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang penuh hikmah dan kasih sayang.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul