4 Tanggapan santai pemerintah saat harga cabai gila-gilaan
Kementerian Pertanian: Beberapa kota di Indonesia mengalami surplus cabai.
Jelang akhir tahun, masyarakat selalu mengeluhkan soal meroketnya harga beberapa barang kebutuhan pokok. Salah satunya komoditas 'kesayangan' orang Indonesia, cabai.
"Sekarang beli cabai merah, Rp 2.000 cuma dapat 4 biji. Gila-gilaan ini harga sekarang," ujar Tuti, warga Pamulang, Tangerang Selatan kepada merdeka.com, Senin (17/11).
-
Kenapa harga sembako di Pasar Belakang Kodim Brebes naik? Kenaikan harga ini diduga karena tingginya permintaan menjelang Natal dan tahun baru.
-
Kenapa harga beras di Jawa Tengah naik? Kenaikan ini dinilai signifikan dengan kondisi kemarau panjang yang sedang melanda berbagai daerah di Jawa Tengah.
-
Kapan harga emas Antam naik? Harga emas Antam mengalami kenaikan sebesar Rp5.000 per gram pada Jumat (5/7/2024) pagi.
-
Mengapa harga cabai rawit di Pasar Batangase naik? Untuk itu, jika selama ini telah dilakukan program tanam cabai, namun karena masih tingginya permintaan, harga juga masih sangat tinggi. Sehingga tahun depan, pihaknya berencana untuk memasifkan penanaman cabai, tidak hanya imbauan tetapi memberikan bibit gratis, direncanakan sebanyak 50 juta bibit.
-
Bagaimana Kemendag memantau stabilitas harga cabai? Mendag mengaku pagi ini telah melakukan kunjungan ke Pasar Palmerah Jakarta Pusat untuk memantau stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan pokok. Rata-rata harga cabai sudah di kisaran Rp 70.000 per kg di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
-
Kapan harga ayam potong mulai naik? Menurut salah seorang pedagang di sana, harga ayam potong mengalami kenaikan hingga Rp8 ribu per kilogramnya. Sebelum berada di angka Rp40 ribu, ayam potong masih stabil di Rp32 ribu per kilogram. "Sebelumnya harga ayam potong Rp32 ribu per kilogram (kg), namun saat ini mencapai Rp40 ribu per kilogram," kata salah seorang pedang, Yayan, mengutip ANTARA.
Tingginya harga cabai diakui para pedagang di Pasar Johar, Semarang. "Sejak sebulan terakhir, harga cabai di sini rata-rata mencapai Rp 50.000," kata Santoso, seorang pedagang cabai di blok tengah Pasar Johar, kepada merdeka.com, Minggu (16/11).
Di Pasar Johar, harga cabai rawit merah rata-rata naik Rp 45.000-50.000 per kilogram. Harga cabai rawit hijau tembus Rp 40.000 per kilogram, sedangkan cabai merah besar juga meroket naik sampai menembus Rp 35.000 per kilogram. Sedangkan harga cabai hijau besar berkisar Rp 12.000 per kilogram. Padahal, harga normal cabai hanya sekitar Rp 5.000-10.000 per kilogram.
Pemerintah pun menggelar rapat koordinasi, khusus membahas ketahanan pangan jelang akhir tahun. Tak seperti biasanya, rapat digelar saat hari libur atau kemarin, Minggu (16/11). Menteri Perdagangan Rahmat Gobel memimpin rapat yang juga dihadiri Kementerian Pertanian dan Bulog.
Berdasarkan pantauan Kementerian Pertanian di 33 provinsi dan 165 pasar tradisional, rata-rata harga cabai merah keriting naik 32,42 persen dari Rp 40.800 per kilogram menjadi Rp 54.100 per kilogram. Harga cabai besar naik 34,42 persen dari 36.600 per kilogram menjadi Rp 49.200 per kilogram dan cabai rawit merah naik 31,30 persen dari Rp 38.900 per kilogram menjadi Rp 51.100 per kilo gram.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim heran dengan fenomena tingginya harga cabai karena minim pasokan. Sebab, dia mengklaim, beberapa kota di Indonesia mengalami surplus cabai. Sumatera kelebihan produksi 2.700 ton cabai per bulan, lantaran konsumsinya cuma 300 ton per hari. Kediri, Jawa Timur juga surplus 2.600 ton per bulan.
Secara keseluruhan, menurut dia, Indonesia mengalami surplus cabai 1,6 juta ton per tahun. Sementara konsumsi masyarakat hanya sebanyak 1,5 ton per tahun.
"Sebenarnya surplus, ke mana sisanya? sisanya dipakai buat industri cabai olahan," terangnya.
Di saat rakyat tercekik harga cabai dan komoditas bahan pokok lainnya, pemerintah menanggapi dengan santai. Berikut tanggapan pemerintah soal harga cabai yang naik gila-gilaan.
Siklus tahunan
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengakui saat ini sedang terjadi lonjakan harga cabai di pasaran. Menurut menteri yang belum genap 1 bulan dilantik itu, kenaikan harga cabai merupakan siklus yang terjadi di bulan September-November lantaran memasuki musim penghujan.
"Cabai yang harganya naik, fenomenanya bisa diprediksi. Siklus berulang di bulan September-November," katanya di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Minggu (16/11).
Lebih jauh Rachmat mengatakan hingga saat ini dirinya tengah mencari solusi mengatasi lonjakan harga yang merupakan siklus tahunan itu. "Dan oleh karena itu kita cari solusi. Karena tiap tahun demikian," katanya.
Distribusi tak efektif
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengakui terdapat faktor distribusi yang tidak efisien yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga sembako terutama cabai. Selain itu menurutnya faktor infrastruktur yang belum memadai juga menjadi penyebab lonjakan harga.
"Dan soal distribusi di sini memang seperti apa yang saya bilang terjadi inefisiensi karena faktor infrastruktur," katanya di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Minggu (16/11).
Ke depan dirinya akan mengidentifikasi jalur perdagangan yang lebih efektif dan efisien sehingga bisa menekan biaya distribusi. Dengan demikian menurutnya, stabilitas harga akan lebih terjamin.
"Dan kami akan mengidentifikasi jalur logistik yang efisien," katanya.
Tergantung cuaca dan iklim
Bencana kekeringan beberapa wilayah di Jawa Tengah sejak tiga bulan terakhir, mulai berdampak terhadap harga komoditas pokok di pasaran. Naiknya harga cabai di pasaran gara-gara pasokan yang didapatkan dari sentra penghasil cabai merosot drastis. Sebab, bencana kekeringan sejak tiga bulan terakhir telah membuat para petani cabai gagal panen.
Hal itu juga diakui Menteri Perdagangan Rachmat Gobel"Secara umum sebetulnya memang masalah stabilitas harga itu tergantung sekali dengan cuaca atau iklim," ucap Mendag di Jakarta, kemarin.
Masyarakat jangan panik dan risau
Pemerintah meminta masyarakat tidak risau menghadapi harga cabai yang meroket hingga 40 persen. Penaikan harga komoditas tersebut dinilai hal lumrah terjadi tiap tahun karena tergantung pada iklim dan cuaca.
"Jangan terlalu panik dan risau. Ya kondisinya memang begitu," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim, Jakarta, Minggu (16/11)