5 Fakta Indonesia tak bisa lepas impor pangan
Swasembada pangan bukan berarti Indonesia anti impor.
Banyaknya produk pangan impor yang membanjiri Indonesia dalam dasawarsa terakhir ini, oleh beberapa kalangan dianggap sebagai kegagalan pemerintah mewujudkan swasembada pangan.
Importasi bahan pangan utama sepanjang pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengalami peningkatan sejak dia pertama kali menjabat pada 2004 hingga 2013, jelang setahun sebelum lengser.
Kebijakan impor ini, kata pemerintah, disebabkan cadangan bahan pangan utama nasional seperti beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi, cabai dan bawang merah tidak mencukupi kebutuhan sehingga memicu melonjaknya harga.
Menurut data yang dikutip merdeka.com dari laporan Pencapaian Kinerja Pembangunan Periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I dan KIB II terbitan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Minggu (23/2), catatan importasi bahan pangan utama sepanjang KIB II meningkat lebih besar dibanding dengan KIB I.
Sebagai contoh, importasi beras sejak 2004 hingga 2013 mengalami fluktuasi. Pada 2004, impor beras sebanyak 236 ribu ton, lantas, saat 2006 jumlah impor beras naik menjadi 438 ribu ton dan mencapai 1,4 juta ton pada 2007.
Sempat menurun dua tahun, tren impor beras kembali naik mulai tahun 2010, 2011, dan 2012 menjadi masing-masing sebesar 687 ribu ton, 2,7 juta ton serta 1,7 juta ton.
Ketergantungan terhadap impor pangan dinilai juga bakal sangat membahayakan pertahanan nasional. Pasalnya, ketersediaan pangan adalah kunci utama pertahanan nasional.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan Indonesia menganut sistem pertahanan rakyat semesta berlapis. Jika pertahanan laut, udara, dan darat sudah tembus, maka TNI tinggal memiliki pertahanan lapis terakhir berupa perang berkelanjutan.
"Untuk itu, kita butuh pasokan logistik (termasuk pangan) yang sangat kuat," ujar Moeldoko.
"Sekarang beras sebagian impor, garam sebagian impor, daging sebagian impor. Kalau dihentikan (pasokannya), bisa klenger kita," lanjutnya.
Menanggapi kritikan tersebut, Menteri Pertanian Suswono menyebut makna swasembada pangan bukan berarti anti impor. "Inti swasembada tidak impor adalah pemahaman yang keliru," katanya.
Menurut Suswono, impor dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Lebih jauh, dirinya menegaskan bahwa Mentan tidak selamanya impor beras.
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengamini bahwa Indonesia tidak akan bisa lepas dari impor pangan. Siapapun pemerintahnya masih akan tetap terjadi impor pangan.
Menurut Rusman, impor pangan bisa terjadi akibat mekanisme pasar. Pasalnya, ekonomi Indonesia terus tumbuh, kelas menengah terus tumbuh dan permintaan akan pangan bakal semakin tinggi.
"Bisa saja dari mekanisme pasar kalau di Indonesia karena ekonomi kita bagus, kelas menengah kita tumbuh, dia punya uang dan ada impor pertanian terjadi. Siapapun pemerintahnya, terjadi impor kalau bukan barang dalam pengawasan. Kecuali beras yang diatur. Produk hortikultura kan engga selalu diawasi," ucap Rusman.
Rusman menyebut saat ini saja impor hortikultura meningkat luar biasa. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan Indonesia sehingga permintaan pada komoditas ini tinggi.
Apa saja fakta penyebab Indonesia tak akan bisa lepas dari impor pangan? Berikut merdeka.com mencoba merangkumnya untuk pembaca.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
-
Kenapa ekspor telur ke Singapura bisa menjadi bukti keberhasilan Indonesia di pasar dunia? Singapura menjadi salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi salah satu keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
-
Bagaimana Kemendag memfasilitasi eksportir Indonesia di pameran EIM? “Kemendag memfasilitasi puluhan eksportir Indonesia untuk memamerkan produk-produk potensial melalui pameran EIM agar pangsa pasar produk Indonesia di negara Meksiko semakin luas,” tambahnya.
-
Apa saja yang dilakukan Kemenko Perekonomian untuk mewujudkan transportasi berkelanjutan di Indonesia? Pemerintah telah menetapkan pengembangan infrastruktur sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dengan pembentukan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pengembangan infrastruktur yang signifikan akan terus dilanjutkan sebagaimana dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 guna mewujudkan visi strategis 100 tahun Indonesia. Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa Pemerintah telah membangun lebih dari 2.000 km jalan tol yang menghubungkan pusat-pusat komersial, industri, dan perumahan utama di tanah air, menciptakan value chain perdagangan yang lebih kuat. Dalam program PSN tersebut, Indonesia juga mengembangkan proyek transportasi perkotaan seperti MRT yang telah selesai pada tahun 2019 dan proyek LRT Jabodebek yang baru saja selesai.
-
Kenapa Hari Koperasi Indonesia diperingati? Tujuan peringatan ini guna mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk senantiasa menghidupkan koperasi sebagai jalan demi mewujudkan kesejahteraan bersama.
-
Dari mana ekspor sejumlah komoditas pertanian dilepas? Jelang dua hari peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78, Wakil Presiden (Wapres) Ma’aruf Amin, melepas ekspor sejumlah komoditas pertanian senilai 2,294 Triliun dari Pelabuhan Tanjung Priok ke 37 Negara.
Tinggalkan beras malah beralih ke mi instan
Pemerintah sudah menyadari ketergantungan konsumsi beras tidak ideal bagi ketahanan pangan nasional. Masalahnya, upaya diversifikasi malah mendorong masyarakat beralih pada komoditas yang masih impor.
Direktur Utama Badan Urusan Logistik Sutarto Alimoesso menjelaskan, permintaan agar masyarakat beralih dari beras diterjemahkan menjadi makan olahan gandum, terutama mi instan.
"Setelah meninggalkan nasi, konsumsi itu justru beralih kepada roti dan mi instan yang berbahan baku mayoritas impor," ujarnya.
Perang dagang negara dunia
Indonesia harus mewaspadai perang dagang antara Rusia-Amerika Serikat untuk komoditas gandum. Itu dipicu sanksi ekonomi setelah penembakan pesawat komersial di Crimea, Ukraina. Rusia kini pilih mengimpor gandum dari Amerika Latin.
Ini bisa merugikan Indonesia yang untuk memenuhi pasokan bahan baku mi instan itu sepenuhnya mengandalkan Amerika Latin, selain dari Australia. "Rusia itu besar sekali lho permintaanya. Kalaupun dapat, harganya pasti mahal," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.
Alhasil, tantangan ke depan, pemerintah harus lihai memanfaatkan setiap peluang untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani maupun konsumen. Impor atau tidak bukan masalah.
"Itu tantangannya ke depan. Bukan lagi soal jumlah produksi dalam negeri. Ketahanan pangan di masa depan itu sangat tergantung tingkat kebutuhan dan kualitas yang diharapkan konsumen."
15 Tahun mendatang pasokan dalam negeri musnah
Presiden Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Fransiskus Welirang sepakat dengan argumen Bayu. Pengusaha makanan jadi sudah punya studi, intinya 15 tahun mendatang peranan pasokan dalam negeri akan semakin terbatas.
Dari studi di negara-negara Asia, termasuk China, India, dan Indonesia sudah nampak pergeseran kebutuhan pangan dari karbohidrat menjadi protein.
"Apa yang terjadi di global, akan berdampak pada kita. Saya melihat tidak bisa lagi kita merencanakan pertumbuhan pertanian yang normatif," kata Welirang.
Jika harga pangan mau murah harus impor
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku tak tabu untuk impor pangan. Langkah nonpopulis itu akan diambil guna menjaga stabilitas harga pangan.
"Penting mana, mau harga mahal atau terjangkau? Saya lebih condong lebih penting bagaimana harga bisa murah," ujarnya seusai mengikuti rapat perdana Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (17/2).
Kendati demikian, dia menolak jika disebut sebagai menteri pro-impor. Soalnya, dia juga menegaskan bakal tetap melindungi produksi dalam negeri.
Gabung WTO dan APEC, penyebab pemerintah hobi impor pangan
Diratifikasinya Undang-Undang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 1995, berdampak pada semakin liberalnya perdagangan Indonesia. Ditambah lagi, pemerintah juga membuka keran liberalisasi melalui keterlibatan di Forum Ekonomi Asia Pasifik (APEC).
Direktur Indonesia Global Justice Riza Damanik mengatakan klausul perdagangan di forum WTO dan APEC menggerus kemandirian bangsa. Contohnya adalah pelarangan subsidi bagi petani maupun petambak. Kebijakan yang sifatnya protektif seperti pembatasan impor produk hortikultura juga akhirnya kini diperlonggar setelah ada tekanan dari WTO.
"Di bawah rezim WTO, hampir 10 tahun ini, negara ini tidak boleh lagi memberi subsidi kepada rakyatnya, khususnya udang di pesisir. Demikian pula pelarangan impor hortikultura, awal 2011 membatasi, Maret 2013 Amerika menggugat Indonesia, sesaat setelah itu, kebijakan ini direvisi. Ada implikasinya ke arah sana," ujar Riza.
Tak hanya itu, perjanjian internasional lewat APEC atau bilateral dengan Uni Eropa juga membuat Indonesia memperluas kebun sawit. Saat ini 70 persen produksi sawit dalam negeri diekspor. Alhasil lahan pertanian lain tergerus. Tak heran pemerintah harus impor beras, bawang putih, hingga cabe.