Apindo Tolak Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek: Picu Banjir Rokok Ilegal hingga PHK Massal
Penerapan aturan mengenai kemasan polos atau tanpa merek berpotensi untuk menurunkan industri rokok dalam negeri.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani menolak aturan kemasan polos tanpa merek atau plain packaging pada produk rokok dan turunannya.
Ketentuan ini rencananya diatur Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, khususnya Pengamanan Zat Adiktif dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
- Aturan Rokok Kemasan Polos Disebut Ancam Mata Pencaharian 2,5 Juta Petani Tembakau, Benarkah?
- Aturan Rokok Kemasan Polos Dinilai Bukan Solusi Tepat Tekan Prevalensi Perokok di Indonesia
- Apindo Khawatir Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos Bikin Konsumen Beralih ke Produk Lebih Murah
- Tak Hanya Industri, Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Buat Pedagang Asongan hingga Petani Rugi
Franky menyebut, penerapan aturan mengenai kemasan polos atau tanpa merek berpotensi untuk menurunkan industri rokok dalam negeri. Kebijakan ini juga berpotensi untuk membuka peluang peredaran rokok ilegal.
"Apindo menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan justru membuka peluang bagi peningkatan rokok ilegal," kata Franky dalam konferensi pers Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) di Kantor Apindo Kuningan, Jakarta, Rabu (11/9).
Picu PHK Massal
Bahkan, penerapan aturan kemasan rokok polos tanpa merek berpotensi untuk memukul kinerja industri rokok. Dalam kondisi lebih lanjut, kerugian yang dialami industri rokok berpotensi untuk menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait," beber dia.
Apindo mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP 28 dan RPMK lebih terbuka dan melibatkan pelaku usaha rokok dan turunannya hingga petani tembakau yang terdampak kebijakan tersebut. Aspirasi ini guna mewujudkan kebijakan yang lebih ramah terhadap pelaku usaha terkait.
"Kami tidak menolak regulasi, tetapi regulasi ini harus disusun dan diterapkan secara adil dan berimbang. Mengingat perkembangan perekonomian terkini serta kompleksitas posisi industri hasil tembakau," tandasnya.