Apindo Khawatir Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos Bikin Konsumen Beralih ke Produk Lebih Murah
Sutrisno Iwantono menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK berpotensi merugikan berbagai pihak.
Rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) menuai kontroversi.
Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK berpotensi merugikan berbagai pihak.
"Peraturan ini begitu lahir, ada komplain di mana-mana, langsung mendapat keluhan dari berbagai asosiasi. Termasuk dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tidak dilibatkan dalam proses perumusan," kata dia dikutip di Jakarta, Selasa (24/8).
Sutrisno menyatakan bahwa banyak asosiasi, termasuk di sektor periklanan dan tembakau, telah mengajukan protes terhadap PP 28/2024. Dia menyoroti berbagai kejanggalan yang diamanatkan dalam regulasi. Misalnya, terkait zonasi dan batasan jarak 200 meter, yang dianggap tidak adil bagi pelaku usaha yang sudah ada terlebih dahulu.
"Lalu ada lagi aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK yang merugikan. Konsumen bisa saja beralih ke produk yang lebih murah dan ilegal, sehingga target penurunan prevalensi perokok tidak akan tercapai," katanya.
Sutrisno mengungkapkan bahwa konsumen mungkin akan membeli produk dengan harga lebih rendah yang bisa berujung pada peningkatan konsumsi rokok jika kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek diterapkan.
Dia juga menegaskan kebijakan ini sejatinya bertentangan dengan Undang-Undang yang melindungi hak atas merek dan menciptakan tabrakan hukum, termasuk soal pencantuman cukai yang tidak akan terlihat jelas karena desain kemasan didominasi oleh peringatan kesehatan.
Dampak ke Sektor Ekonomi
Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak ekonomi dari kebijakan ini. Dia mencatat bahwa industri rokok menyumbang 10 persen dari penerimaan negara dan memperingatkan bahwa regulasi yang berlebihan dapat memperburuk situasi ekonomi, terutama di tengah defisit anggaran yang dihadapi pemerintah.
Dengan demikian, jika aturan kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan, hal ini akan berdampak besar terhadap perekonomian baik dari aspek penerimaan maupun pertumbuhan ekonomi.
"Diperlukan keadilan bagi industri rokok, namun sulit mencapainya," jelasnya.
Tauhid menyatakan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), industri rokok tidak disebutkan sama sekali, menciptakan kekosongan dalam perhatian terhadap sektor ini. Dia memprediksi bahwa penerapan kebijakan kemasan polos akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,03 persen, yang bisa berdampak luas terhadap sektor industri.
Merujuk pada studi internasional, Tauhid menyebutkan bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek di negara-negara lain seperti Australia dan Selandia Baru telah menyebabkan peningkatan pembelian rokok ilegal dan penurunan kesadaran atas informasi terkait produk di kalangan konsumen.
"Ini akan berdampak langsung pada penerimaan negara," terang dia.
Kata Menkes
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku sudah melibatkan kelompok pelaku usaha guna membahas rencana aturan rokok terbaru. Itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Meskipun tengah terjadi huru-hara di kelompok pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia, Menkes tetap mengajak mereka berdiskusi. Khususnya untuk beberapa poin yang menuai kecaman seperti penerapan zonasi larangan penjualan produk tembakau radius 200 meter dari satuan pendidikan, dan wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek
"Memang itu sedang dikaji. Kita ajak diskusi kok mitra-mitra bisnis kita. Walaupun agak sibuk dengan isu Kadin ya, tapi kita jaga terus di situ," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (20/9) malam.
Menurut dia, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
"Bagus perkembangannya. Saya tetap panggil teman-teman pengusaha untuk berdiskusi mengenai penerapan aturan rokok," imbuhnya.