Asparindo Tegaskan Sosialisasi dan Edukasi Jadi Kunci Perkembangan Transaksi Digital
Ketua Umum Asparindo Y. Joko Setiyanto mengatakan, sosialisasi saat ini penggunaan transaksi digital belum efektif sampai ke kalangan masyarakat bawah.
Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) menilai, perlu sosialisasi dan edukasi yang gencar dilakukan untuk mendorong penggunaan transaksi digital di kalangan pedagang pasar.
Ketua Umum Asparindo Y. Joko Setiyanto mengatakan, sosialisasi saat ini penggunaan transaksi digital belum efektif sampai ke kalangan masyarakat bawah.
- Transaksi Perdagangan Digital Diprediksi Senuh Rp500 Triliun Sepanjang 2024, Tantangan Terbesar soal Edukasi
- Transaksi Digital Diyakini Mampu Tingkatkan Inklusi Keuangan
- Apindo Jakarta Akui Transaksi Digital Perlu Ditingkatkan, Ini Keunggulan dan Kelemahannya
- Apdesi Minta Pemerintah Percepat Digitalisasi Transaksi Keuangan di Desa
Menurut Joko, penggunaan transaksi digital seperti QRIS di kelompok pedagang pasar masih sedikit.
"Kalau menyasar masyarakat bawah harus disosialisasikan lebih detail. Di Jabodetabek saja yang menggunakan baru berapa," ujar Joko saat dihubungi wartawan.
Dari amatan Asparindo, penggunaan transaksi digital di pedagang tradisional memiliki sejumlah kendala. Misalnya, mereka masih awam dalam penggunaan teknologi, sehingga sosialisasi dan edukasi jadi salah satu hal yang krusial.
"Pemerintah jangan terlalu elitis cara penyampaiannya. Sosialisasi secara terus menerus perlu dilakukan. Kalau pedagang melihat QRIS kan kayak gambar kumpulan cacing," tutur Joko.
Sosialisasi Pakai Bahasa yang Mudah di Masyarakat
Joko berujar, komunikasi yang disampaikan harus tepat dengan penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh kalangan pedagang pasar.
Menurutnya, asosiasi atau organisasi juga perlu dilibatkan sehingga kelompok-kelompok tertentu mau mendengarkan pesan yang disampaikan.
"Perlu digaungkan terus penggunaan transaksi digital. Asparindo siap mendukung supaya masyarakat memahami penggunaan transaksi digital maupun QRIS," tambah Joko.
Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan digital PT Trans Digital Cemerlang (TDC) Indra, menyakini sosialisasi dan edukasi terus dilakukan oleh seluruh stakeholder seperti Bank Indonesia, ASPI, Fintech dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang digital.
“Sosialisasi itu jalan terus dari semua stakeholder, termasuk kami saat sosialisasi Poskulite sebagai penyedia QRIS. Persoalan yang muncul saat sosialisasi itu pasti ada seperti gagap teknologi, kekhawatiran penipuan dan lainnya, tapi bertahap persoalan itu selesai setelah mendapatkan penjelasan yang detail,” ujar Indra.
Indra juga sepakat komunikasi yang dilakukan harus dengan pengunaan kata-kata yang mudah dipahami para pedagang. Ia menegaskan berhasilnya sebuah kebijakan atau produk itu saat masyarakat mampu menyerap seluruh informasi secara utuh dan mengelolanya dengan benar.
Artinya, pada saat menjalankan atau mengunakan produk, tidak terjadi kesalahan yang bisa berakibat hasil yang tidak maksimal.
“Yah memang harus mengunakan bahasa pasar, dan benar itu, melibatkan organisasi yang konsen perkembangan para pedagang. Saat sosialisasi Poskulite sebagai penyedia QRIS kami libatkan Tamado grup di Sumut, dan kerjasama dengan IKAPPI di Bali,” ujarnya.
Minim Literasi
Menurutnya, Posku Lite ingin menghapuskan pandangan mengenai penggunaan aplikasi kasir yang sulit dan harga yang terlalu tinggi terutama untuk pebisnis pemula.
Indra mengakui masih minimnya wawasan dan literasi yang ada, membuat masyarakat, khususnya pelaku usaha masih takut menggunakan aplikasi digital tersebut.
Padahal, kata dia aplikasi kasir digital memiliki banyak manfaat, salah satunya pencatatan transaksi, arus keluar masuk barang atau uang dalam menjalankan bisnis lebih aman dan terpercaya.
Indra menyarankan perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang Sistem Keamanan Informasi.