Babak baru pembangkangan Freeport dan Newmont pada Pemerintah
dua perusahaan ini melibatkan induk masing-masing, Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc dan Newmont Mining Corporation.
Dua perusahaan tambang besar asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) masih tetap tidak terima dengan kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bijih mineral. Meski pemerintah telah menyatakan kedua perusahaan ini tidak terkena dampak pelarangan tersebut atau dengan kata lain masih dibolehkan mengekspor mineral mentah, hal itu tidak membuat dua perusahaan raksasa pertambangan ini puas.
Tidak main-main, dua perusahaan ini pun melibatkan induk masing-masing, Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc dan Newmont Mining Corporation untuk ikut melawan kebijakan pemerintah Indonesia. Penyebabnya, mereka tidak sepakat dengan bea keluar yang ditetapkan pemerintah untuk mineral yang diekspor.
-
Dimana Smelter Freeport yang akan mengolah tembaga dan emas di Indonesia? Presiden Jokowi mengatakan smelter PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik akan rampung pada Juni 2024.
-
Apa yang akan dihasilkan dari beroperasinya Smelter Freeport di Gresik? Menurut dia, beroperasinya smelter PT Freeport ini akan memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Dengan hilirasasi ini, negara akan mendapatkan nilai tambah yang besar dari pajak maupun dividen.
-
Di mana tepatnya penemuan mineral tersebut? Survei baru yang dilaksanakan The Nippon Foundation bekerja sama dengan Universitas Tokyo menemukan bahwa dasar laut di sekitar pulau Minami-Tori-shima menampung sekitar 610.000 metrik ton kobalt dan 740.000 metrik ton nikel.
-
Apa itu Tiangong? Stasiun luar angkasa yang dibangun sendiri oleh China, dikenal sebagai Tiangong.
-
Apa yang terjadi di tambang emas di Gorontalo? Sebagai informasi, pusat koordinasi operasi SAR Basarnas menerima laporan terjadi bencana tanah longsor di areal tambang rakyat di Desa Tulabolo Timur, Suwawa Timur, Bone Bolango, pada Sabtu (6/7), dan ada jiwa yang terancam dan membutuhkan pertolongan.
-
Apa komoditas yang menjadi 'emas' di perdagangan Tapanuli, Sumatera Utara? Perdagangan kapur barus di Tapanuli, Sumatera Utara sudah berlangsung sejak abad ke-2 Masehi dan menjadi salah satu komoditi penting atau 'emas'.
Dalam laporan kinerja perusahaan yang dilansir pada situs resmi www.fcx.com, Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc mencantumkan pembahasan terkait kebijakan larangan ekspor dan penerapan bea keluar bagi mineral. Freeport menuding Pemerintah dengan sengaja melakukan pengingkaran atas perjanjian yang telah lama disepakati dalam bentuk Kontrak Karya (KK).
Freeport berkukuh, seharusnya mereka tidak mendapat beban bea keluar. Alasannya, dalam KK sudah tercantum kewajiban yang harus dipenuhi. Mulai dari pajak hingga biaya tertentu sehingga tidak boleh dibebani lagi dengan berbagai tarif di luar KK.
Freeport pun berusaha terus menyudutkan pemerintah terkait larangan ekspor tersebut. Dalam hal ini, seharusnya Freeport mendapat hak untuk tetap melakukan ekspor dengan dalih sudah melakukan pengolahan bijih tembaga di smelter tembaga pertama Indonesia, PT Smelting.
Raksasa pertambangan ini pun mengaku sudah memiliki rencana untuk tetap melakukan ekspor sebanyak 40 juta pounds tembaga dan 80.000 ons emas per bulan di tahun ini. Tetapi, rencana itu harus tertunda lantaran adanya larangan tersebut.
Atas hal itu, Freeport-McMoRan akan berupaya membantu PT Freeport Indonesia untuk mendapatkan kembali hak-haknya. Hal itu termasuk juga izin administrasi ekspor untuk tahun 2014 yang tertunda.
Perlawanan yang sama juga datang dari Newmont Mining Corporation. Dalam keterangan tertulis yang dilansir melalui situs resmi www.newmont.com, Newmont mengklaim telah melakukan kewajiban berupa pengolahan mineral mentah di dalam negeri melalui PT Smelting yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur.
Hal itu dijadikan dalih, seharusnya NNT tetap diperbolehkan melakukan ekspor mineral mentah. Ditambah lagi, KK juga menjadi penguat serangan Newmont kepada Pemerintah.
"Kontrak karya yang ditandatangani dengan Pemerintah Indonesia memberikan hak kepada PT NNT untuk mengekspor konsentrat tembaga yang diproduksi di fasilitas pengolahan Batu Hijau. KK ini juga secara eksplisit menetapkan jenis dan tingkat pajak, retribusi, serta kewajiban PT NNT untuk membayar semua kewajiban pajak," ujar Newmont Senior Vice President Indonesia, Blake Rhodes.
Selain itu, Newmont juga mengklaim sudah membayar pajak dan royalti sebanyak lebih dari USD 3 miliar setiap tahun. Di samping itu, Newmont juga telah mengeluarkan investasi sebesar USD 10 juta setiap tahun untuk pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur lokal.
"Sekitar 9.000 orang baik karyawan maupun kontraktor menghidupi keluarga mereka dengan bekerja di Batu Hijau," ungkap Blake.
Sehingga, atas larangan dan pengenaan bea keluar tersebut, Newmont akan melakukan beberapa langkah untuk mengantisipasi dampak buruk yang terjadi berupa kerugian perusahaan. Tetapi, Newmont baru akan menentukan langkah apa yang akan dijalankan bersamaan atau setelah penyampaian laporan kinerja perusahaan kepada investor terkait operasi dan hasil penjualan sepanjang 2013.
"PT NNT akan terus membahas dengan pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah akibat pelarangan ekspor ini, juga untuk mencari solusi lain termasuk termasuk tindakan hukum jika diperlukan," terang Blake.
Dua pernyataan ini muncul sehubungan dengan diberlakukannya bea keluar mineral mentah mencapai 60 persen. Aturan ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dengan tujuan untuk mendorong pengusaha tambang membangun smelter agar dapat mengolah mineral di dalam negeri.
"Kita menerapkan secara progresif sampai 60 persen, karena memang tidak ada perusahaan yang memiliki profit lebih dari 60 persen," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri di kantornya, Jakarta, Senin (13/1)
Berdasarkan draf PMK soal pelonggaran ekspor konsentrat mineral ini, diatur batas minimal pengolahan enam komoditas utama yang memperoleh kebijakan bea keluar progresif.
Pertama, konsentrat tembaga, dengan kadar minimal 15 persen. Kedua, konsentrat besi, kadar minimal 62 persen. Ketiga, konsentrat mangan, minimal 49 persen. Keempat, konsentrat timbal minimal 57 persen. Kelima, konsentrat seng minimal 52 persen. Keenam, konsentrat besi, minimal 58 persen baik untuk ilumenit maupun titanium.
Besaran pajak ekspor progresif ini ditingkatkan saban enam bulan sekali. Sepanjang 2014, besarnya untuk konsentrat yang diatur, sebesar 25 persen. Semester pertama tahun depan, meningkat 10 persen, lalu pada semester kedua 2015, meningkat lagi menjadi 40 persen. Maksimal, pada semester II 2016, bea keluar ini mencapai 60 persen.
Pengecualian hanya untuk tembaga, di mana bea keluar ini dipatok pada tahun ini 20 persen, untuk kemudian naik 10 persen tiap semester sampai 2017.
(mdk/noe)