Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya
Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2024 dan 2025.
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya (BI rate) 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility 6,75 persen pada November 2024.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19-20 November memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, Deposit Facility tetap 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,75 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11).
- Bank Indonesia Akhirnya Turunkan Suku Bunga Acuan ke Level 6,00 Persen, Simak Pertimbangannya
- Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 6,5 Persen di Agustus 2024, Ternyata Ini Alasannya
- Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen
- Bank Indonesia Putuskan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Perry menegaskan, fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek ini diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpasian pasar keuangan global dan perkembangan politik di Amerika Serikat.
"Ke depan Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Kebijakan Makroprudensial
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Dengan demikian, kebijakan sistem pembayaran diarahkan juga untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan baik besar maupun ritel maupun UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.