Bank Indonesia: Uang Digital Potensi Cocok Sebagai Alat Tukar Sah
Bank sentral negara dunia saat ini tengah menjajaki kehadiran Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menilai, mata uang digital nantinya bisa memainkan peran penting dalam sistem keuangan masa depan.
Bank sentral negara dunia saat ini tengah menjajaki kehadiran Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menilai, mata uang digital nantinya bisa memainkan peran penting dalam sistem keuangan masa depan. Alasannya mata uang digital sangat cocok digunakan sebagai alat tukar ketika bertransaksi.
"CBDC berpotensi cocok untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem terdesentralisasi," kata Juda Agung saat membuka acara Tech Sprint: Central Bank Digital Currency dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022: Digital Currency, Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7).
-
Apa itu Rupiah Digital? Rupiah Digital merupakan uang Rupiah yang memiliki format digital.
-
Bagaimana Pasar Imogiri menerapkan sistem pembayaran digital? “Pembayaran menggunakan QRIS lebih aman dan langsung masuk ke rekening. Pedagang dan pembeli jadi lebih praktis dan efektif saat transaksi,” Hal itu juga diperjelas oleh Suryanto selaku Admin Pasar Imogiri Bantul. Ia mengatakan bahwa transaksi pembayaran secara digital sudah ada sejak lama. Sistem jual beli hingga pembayaran digital yang ada di Pasar Imogiri Bantul seperti Pasar.id dan QRIS.
-
Kenapa Bank Indonesia mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Bagaimana proses pengembangan Rupiah Digital dilakukan? Langkah awal pengembangan Rupiah Digital BI melalui Proyek Garuda adalah dengan menerbitkan White Paper sebagai komunikasi kepada publik terhadap rencana pengembangan Rupiah Digital.
-
Mengapa Finnet yakin bisa menjadi solusi pembayaran digital? Kami didukung dengan IT Infrastructure yang handal dan memiliki lisensi terlengkap di Perusahaan sejenis. Kami yakin Finnet dapat menjadi One Stop Solution yang tumbuh bersama mitra untuk bersama-sama mendigitalkan sistem pembayaran di Indoensia.
-
Kenapa orang-orang sekarang lebih suka transaksi digital? Dompet digital semakin marak digunakan sejak pandemi COVID-19. Masyarakat diimbau beralih dari transaksi tunai menjadi digital untuk mengurangi kontak fisik.
Juda mengatakan fitur utama dalam mata uang digital tidak ada dalam ekosistem saat ini atau dalam uang kertas tradisional. Sehingga mata uang digital harus mampu tampil sebagai instrumen untuk mempengaruhi insentif pasar. Termasuk juga untuk mengelola risiko keuangan yang muncul dari ekosistem terdesentralisasi.
"Ini adalah motivasi kuat bagi bank sentral di seluruh dunia dalam memperluas upaya mereka pada eksperimen CBDC," kata Juda.
Berdasarkan survei Bank for International Settlements (BIS) tahun 2021, mata uang digital banyak diteliti. Sebanyak 86 persen dari pusat responden bank secara aktif meneliti kasus potensial mata uang digital. Dari hasil tersebut, 60 persen di antaranya sedang dalam tahap eksperimen dan 14 persen telah menerapkan proyek percontohan.
Sementara itu, kebutuhan untuk mengeksplorasi mata uang digital sangat tinggi untuk bank sentral. Desain pilihan masih dibiarkan belum terselesaikan.
"Dalam praktiknya, kita perlu memahami bagaimana kebijakan tujuan, masalah praktis, dan kemampuan teknologi berpotongan," kata dia.
Tiga Tantangan Merancang Mata Uang Digital
Setidaknya terdapat tiga masalah yang perlu ditangani dengan baik dalam merancang mata uang digital. Pertama, menerapkan Penerbitan dan Distribusi yang efektif dan kuat. Dalam hal ini, bank sentral perlu mengeksplorasi cara memanfaatkan kemampuan program fitur CBDC. Misalnya untuk memfasilitasi transfer uang tunai dan surat berharga secara efisien. Termasuk untuk memberikan layanan inovatif baru kepada pelanggan.
Kedua, mengaktifkan Penyertaan Keuangan. Perlu mengeksplorasi cara mengaktifkan CBDC sebagai jalur alternatif bagi masyarakat yang belum masuk dalam ekosistem perbankan. Mereka perlu didorong untuk membuka transaksional akun dan berpartisipasi dalam ekonomi digital formal.
"Kami juga perlu mengkonfigurasi desain yang sesuai, sehingga CBDC dapat diimplementasikan dengan baik tidak hanya di daerah perkotaan, tetapi juga di daerah pedesaan dengan internet yang terputus-putus atau tidak terjangkau konektivitas," kata Juda.
Ketiga, memastikan interoperabilitas, interkonektivitas, dan integrasi (3I). Hal ini perlu digali lebih dalam tentang cara untuk mengaktifkan konektivitas dan interoperabilitas dengan mata uang digital lainnya. Termasuk untuk pembayaran domestik yang ada seperti RTGS, kliring sistem, ATM dan kartu debit.
(mdk/bim)