Bentuk Subholding PalmCo dan SupportingCo , PTPN III Ingin Indonesia Lepas Jeratan Impor Pangan
Pembentukan subholding dilakukan dalam rangka antara lain untuk akselerasi sinergitas, optimalisasi sumber daya lebih mudah diintegrasikan.
Di sisi lain, ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan masih relatif tinggi, dan pembentukan subholding untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan stabilisasi harga.
Bentuk Subholding PalmCo dan SupportingCo , PTPN III Ingin Indonesia Lepas Jeratan Impor Pangan
Bentuk Subholding PalmCo dan SupportingCo , PTPN III Ingin Indonesia Lepas Jeratan Impor Pangan
Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) mempercepat pembentukan subholding perusahaan, yakni PalmCo dan SupportingCo. Sebelumnya, holding telah membentuk SugarCo pada 2021 silam.
Aksi-aksi korporasi ini dilakukan sebagai bagian dari transformasi menyeluruh yang dilakukan Kementerian BUMN terhadap perusahaan-perusahaan di bawah naungannya.
- Sub Holding PalmCo Resmi Terbentuk, Ini Jajaran Direksi Ditunjuk Kementerian BUMN
- Jalankan Instruksi Presiden, PalmCo Alokasikan 50 Hektare Lahan Sawit untuk Konservasi Satwa
- Antisipasi Dampak El Nino, Ditjen PSP Kementan Kembangkan Optimasi Lahan Kering
- Terungkap, Ini Kunci PLN Indonesia Power Garap Proyek di Dalam dan Luar Negeri
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani menyampaikan, pangan dan energi akan menjadi isu penting di masa yang akan. Hal ini akibat munculnya dinamika dan tantangan global, seperti konflik Ukraina- Rusia, ketegangan geopolitik, dan global warming.
Di sisi lain, ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan masih relatif tinggi, dan holding ini dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan stabilisasi harga.
"Karena itu, impor harus terus dikurangi di masa yang akan datang. Potensi Indonesia untuk menenuhi kebutuhan energi ramah lingkungan juga sangat besar dan perlu dioptimalkan. Kami meyakini, pembentukan subholding ini akan mampu mengatasi tantangan yang ada,” ujar Abdul Ghani di Jakarta, Kamis (2/11).
merdeka.com
Saat ini, secara konsolidasi luas lahan sawit PTPN Group adalah 600 ribu hektare yang tersebar di sepuluh PTPN. Sedangkan untuk lahan tebu seluas 173 ribu hektare, terdiri dari 53 ribu HGU dan sisanya tebu rakyat yang dikelola oleh tujuh PTPN.
Pembentukan subholding, ujar Ghani, dilakukan dalam rangka antara lain untuk akselerasi sinergitas, optimalisasi sumber daya lebih mudah diintegrasikan, dan memperkuat daya saing PTPN sebagai instrumen negara.
"Holdingisasi sawit (PalmCo) bukan semata merjer. Ada program lanjutan, yaitu hilirisasi untuk menghadirkan minyak goreng 1,8 juta ton pada 2026 sehingga bisa memenuhi 40 persen kebutuhan minyak goreng domestik,” tutur Ghani.
Ghani menyampaikan, sebagai BUMN, PTPN mengemban berbagai penugasan, termasuk jika dibutuhkan di pasar untuk kepentingan negara. Dia menegaskan, berbagai aksi korporasi yang dilakukan holding di klaster perkebunan dan kehutanan tetap berada di bawah komando dan pengawasan pemerintah sebagai pemegang
saham.
industri sawit nasional serta mendorong kemajuan industri sawit Indonesia.
Menurut Suryo, keberadaan PalmCo akan menjaga stabilitas harga minyak goreng domestik. Beberapa tahun belakangan sering terjadi kelangkaan supply dan tingginya harga minyak goreng di pasaran.
“PalmCo dibentuk, salah satunya karena arahan presiden tentang ketahanan pangan nasional, khususnya terkait pemenuhan minyak goreng dalam negeri dan ini adalah fokus utama dari PalmCo. Kita berharap, PalmCo mampu meningkatkan produksi minyak goreng curah dalam negeri dan meningkatkan produksi CPO,” kata Suryo.
Suryo memperkirakan, produksi minyak goreng akan meningkat dari 460.000 ton/tahun pada 2021 menjadi 1,8 juta ton/tahun, atau empat kali lipat, pada 2026 lewat pembentukan PalmCO.“Untuk dapat menyeimbangkan bisnis dan melayani kebutuhan masyarakat, maka caranya adalah dengan meningkatkan produktivitas kebun sendiri, meningkatkan produktifitas kebun rakyat, dan hilirisasi komoditas dalam minyak goreng,” ucap Suryo.