Menteri Bahlil Protes Kebijakan GMT Berpotensi Ganggu Hilirisasi di Indonesia
Penerapan kebijakan tersebut dinilai hanya menguntungkan negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
Penerapan kebijakan tersebut dinilai hanya menguntungkan negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
Menteri Bahlil Protes Kebijakan GMT Berpotensi Ganggu Hilirisasi di Indonesia
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia meminta implementasi Global Minimum Tax (GMT) agar dikaji kembali.
Pasalnya, penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu. Khususnya negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat. "Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang. Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita nggak mau," kata Bahlil dalam keterangan resminya, Minggu (20/8).
Sebagai Ketua ASEAN Investment Area (AIA) Council, Bahlil mengatakan,penerapan GMT saat ini belum setara antara negara maju dan berkembang. Seharusnya, negara maju membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan. "Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan tax income global, sudah apple to apple," tegas Bahlil.Untuk menarik investasi, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis.
Sehingga kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.
Merdeka.com
"Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis (sweetener) lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang," kata Bahlil.
Bila GMT diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Sebab, investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka. "Tax minimum global yang 15% itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi, akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka," papar Bahlil.Kebijakan GMT akan memaksakan negara-negara berkembang untuk kirim bahan baku ke negara-negara maju.
Sehingga GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju. "Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham," ucap Bahlil.
Senada Menteri pada Kantor Perdana Menteri dan Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darussalam Dato Dr. Amin Liew Abdullah menyatakan aturan GMT ini justru semakin tidak menyeimbangkan kondisi persaingan. “Negara-negara berkembang masih perlu meningkatkan daya saing. Aturan GMT ini tidak hanya berdampak pada negara ASEAN saja, tapi juga ke negara berkembang lainnya. Kita perlu mempertimbangkan perbedaan kondisi tiap negara yang unik dan juga memastikan semua negara memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan dan menciptakan pertumbuhan ekonominya masing-masing,” ucap Amin.Berbeda dengan Bahlil, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut
berbagai negara kini tengah bersiap menerapkan kesepakatan pajak minimum global (global minimum tax). Sri Mulyani mengatakan Indonesia sejauh ini masih menggunakan insentif fiskal untuk meningkatkan daya saing investasi. Menurutnya, berbagai skema insentif fiskal tersebut juga terus diasah agar efektif menarik investasi.
“Ini yang akan menjadi salah satu fokus karena dunia sekarang juga mulai bertahap melaksanakan global taxation yang bertujuan untuk mengurangi berbagai insentif fiskal untuk mencegah race to the bottom,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR beberapa waktu lalu.