Beredar Wacana Kemasan Rokok Polos, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini
Terdapat perbedaan situasi negara lain dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki mata rantai IHT dengan tenaga kerja signifikan.
Sejumlah pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) mengaku tak setuju dengan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Sejumlah aturan dinilai melenceng dari Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai aturan dasarnya.
Salah satu yang disoroti adalah terkait pengaturan kemasan polos untuk produk tembakau dan rokok elektronik. Padahal dalam UU 17/2023 maupun aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tidak ada larangan penggunaan merek dagang dan desain pada kemasan produk. Di samping itu, PP 28/2024 juga tidak memberi mandat aturan turunan untuk kemasan polos tanpa merek seperti yang tertuang dalam RPMK ini.
- Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Sikap HKTI Beri Harapan pada Prabowo
- Tak Hanya Rugikan Ekonomi Rp308 Triliun, Kebijakan Kemasan Rokok Polos Cs Pengaruhi 2,3 Juta Tenaga Kerja
- Hati-Hati, Penerapan Kebijakan Rokok Kemasan Polos Berpotensi Timbulkan Sengketa di WTO
- Ternyata Penggunaan Kemasan Rokok Polos Berpotensi Hilangkan Dampak Ekonomi hingga Rp182,2 Triliun
Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita mengusulkan agar Permenkes tersebut dievaluasi dan ditinjau kembali sebelum dirumuskan. Selain itu, dia juga meminta pelibatan kalangan IHT dalam pembahasan aturan tersebut.
"Harus ada keterlibatan dua belah pihak yang secara seimbang. Jangan sampai hanya memenangkan satu dengan yang lain. Karena situasi Indonesia saat ini sedang cukup kompleks," tegas Suryadi dikutip Kamis (5/9).
Dia menyatakan, terdapat perbedaan situasi negara lain dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki mata rantai IHT dengan tenaga kerja signifikan. Suryadi melanjutkan, persoalan aturan ini akan berdampak besar terhadap keberlangsungan IHT serta pekerja terkait seperti petani tembakau-cengkeh, produsen rokok, sampai buruh pekerja IHT dan peritel.
"Kita apresiasi upaya Kemenkes mengadakan public hearing. Tapi perlu dipertimbangkan bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan negara lain, misalnya ASEAN. Data kita ada 6 juta tenaga kerja dalam IHT yang akan terdampak," katanya.
Wacana Kemasan Polos
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, menambahkan wacana kemasan polos dikhawatirkan memperburuk situasi rokok ilegal yang semakin marak belakangan ini. Hal ini dinilai akan menciderai industri lebih jauh dan juga berimbas terhadap penurunan penerimaan cukai negara yang ikut merosot tajam.
"Nanti rokok ilegal yang akan makin bertebaran di pasaran. Rokok ilegal kan gak pakai kemasan apapun jadi. Nah kemudian secara umum, makin ketatnya regulasi di sektor ini ya akan makin berat bagi industri," terangnya.
Benny menyatakan pihaknya sepakat untuk mencegah akses pembelian produk tembakau untuk anak-anak yang telah dilakukan melalui sejumlah inisiatif bertajuk ‘Cegah Perokok Anak’.
"Gaprindo sudah melakukan tindakan langsung untuk mencegah perokok anak, mulai dari (sosialisasi melalui) website cegah perokok anak, poster, dan upaya lainnya. Namun, aksi ini hanya dilakukan sendiri tanpa bantuan dari pihak Kementerian. Penindakan yang telah dilakukan industri pun rupanya masih ditekan oleh adanya RPMK yang melenceng jauh dari upaya UU dan PP Kesehatan," terang Benny.
Selain itu, Gaprindo juga berkomitmen untuk terus berkolaborasi dan memberikan edukasi kepada para peritel untuk melakukan pencegahan akses penjualan produk tembakau kepada anak-anak. Benny melanjutkan bahwa seharusnya upaya untuk mencegah perokok anak ini harus dijadikan gerakan nasional, termasuk dari produsen rokok.