Beri diskon ke Freeport, Jero Wacik tak ingin disebut takut AS
Jero Wacik menegaskan bahwa tidak semua perusahaan tambang dipaksa membangun smelter.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik tak bisa menerima jika rencana pengurangan bea keluar bagi perusahaan tambang yang membangun smelter, dianggap sebagai bentuk ketakutan pemerintah pada investor asing.
Dia menyebut kebijakan itu wajar untuk merangsang percepatan pembangunan instalasi pemurnian bahan mineral. Jero Wacik mengklaim, perusahaan tambang rata-rata sepakat dengan kewajiban mengolah bahan mineral di dalam negeri. Ini sesuai amanat UU nomor 4 tahun 2009.
-
Apa yang ditemukan di Bekasi? Warga Bekasi digegerkan temuan kerangka manusia di sebuah lahan kosong. Polisi pun melakukan penyelidikan.
-
Kenapa Emping Beras begitu istimewa di Bangka Belitung? Tak heran jika kuliner yang satu ini begitu legendaris di masyarakat Bangka Belitung.
-
Apa yang ditemukan di Benteng Hyrcania? Arkeolog menemukan prasasi Mazmur Yunani Bizantium di Benteng Hyrcania bersejarah di Gurun Yudea, dekat Yerusalem.
-
Apa yang disita Bea Cukai Soekarno Hatta? Puluhan kilogram sisik tenggiling yang digagalkan itu dikemas dalam lima paket, yang diperkirakan nilainya mencapai Rp3 miliar. Paket itu dengan pemberitahuan cassava chips dan saat diperiksa didapati keripik singkong bercampur sisik tenggiling yang telah dikeringkan," tegas Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, Rabu (20/12).
-
Di mana Suparlan gugur saat bertempur melawan Freetilin? Satu Unit Tim Nanggala Berpatroli di Komplek Liasidi di Timor Timur Komplek Liasidi adalah salah satu pusat kekuatan Freetilin.
-
Kenapa Firaun beribadah? Di Mesir kuno, negara dan agama saling terkait erat. Firaun dipandang sebagai perantara antara alam fana dan alam ketuhanan. Karena keterlibatan dalam ritual dan ibadah seperti itu merupakan inti dari kehidupan seorang firaun Mesir.
Akan tetapi, bea keluar minimal 25 persen untuk ekspor konsentrat yang ditetapkan Kementerian Keuangan dianggap terlalu tinggi, sehingga pelaku usaha butuh insentif lain.
Jero lantas membantah bila kebijakan itu spesifik untuk mengakomodasi kepentingan PT Freeport Indonesia yang merupakan tambang multinasional asal Amerika Serikat. Dalam pandangannya, wajar jika perusahaan diberi kelonggaran fiskal karena target pemerintah adalah adanya pengolahan dalam negeri sehingga tak ada ekspor bahan mineral mentah.
"Dibilang takut sama Amerika Serikat, padahal kita enggak ada soal takut, ini soal logika saja. Kalau smelter sudah dibangun, ada jaminan, ada roadmapnya, nanti BK-nya akan menurun, nol sudah. Karena sudah ada pengolahan di dalam negeri," ujarnya di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/4).
Jero pun menegaskan bahwa tidak semua perusahaan tambang dipaksa membangun smelter. Bagi mereka yang ingin memperoleh keringanan bea keluar ekspor konsentrat tapi tak mampu membikin instalasi pemurnian, bisa bekerja sama atau memasok kepada perusahaan spesialis smelter.
"Saya tidak mengharuskan setiap tambang bikin. Bisa saja beberapa bikin satu. Perkiraan kita kan beberapa smelter pada 2017 akan jadi, nah tambang-tambang kecil, jualnya ke situ, itulah yang diekspor," kata mantan menteri pariwisata dan kebudayaan ini.
ESDM bersiap menyusun kriteria sebuah perusahaan mendapatkan kelonggaran bea keluar. Beberapa di antaranya semisal penyerahan pakta integritas, menyerahkan jaminan uang pembangunan ke kementerian teknis, serta ada jadwal pasti smelter terbangun.
Jero mengatakan, kriteria itu lantas diserahkan kepada Kementerian Keuangan untuk diatur menjadi penentuan bea keluar ekspor konsentrat secara lebih detail.
"Kisarannya nanti menkeu yang hitung, saya hanya kasih sinyal, perusahaan-perusahaan ini (yang dapat). Ada hitungan, beda-beda tiap mineral," ungkapnya.
Bila menilik Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2014, ekspor konsentrat mineral diizinkan untuk pengolahan enam komoditas utama, tapi dengan syarat berat.
Pertama, konsentrat tembaga, dengan kadar minimal 15 persen. Kedua, konsentrat besi, kadar minimal 62 persen. Ketiga, konsentrat mangan, minimal 49 persen. Keempat, konsentrat timbal minimal 57 persen. Kelima, konsentrat seng minimal 52 persen. Keenam, konsentrat besi, minimal 58 persen baik untuk ilumenit maupun titanium.
Besaran pajak ekspor progresif ini ditingkatkan saban enam bulan sekali. Sepanjang 2014, besarnya untuk konsentrat yang diatur, sebesar 25 persen. Semester pertama tahun depan, meningkat 10 persen, lalu pada semester kedua 2015, meningkat lagi menjadi 40 persen. Maksimal, pada semester II 2016, bea keluar ini mencapai 60 persen.
Dengan adanya aturan baru yang akan keluar, maka angka-angka itu tak berlaku lagi, bahkan bisa berkurang drastis. Cuma, seandainya di tengah jalan perusahaan yang memperoleh keringan bea keluar tak meneruskan pembangunan smelter, maka kelonggaran itu bakal dicabut.
"Kemenkeu di ujung hanya menjalankan bea keluar tujuannya minta mereka bikin smelter. Kalau sudah berkomitmen, menaruh uang, sudah investasi prosesnya akan jalan. Kalau sudah taruh duit tapi tidak jalan-jalan, ya (BK) dinaikin lagi," kata Menteri Keuangan Chatib Basri pekan lalu.
(mdk/noe)