Bersyukur Lahir dari Keluarga Miskin, Isra Kini Sukses Punya Apotek hingga Pabrik Garmen di Pemalang
Dia harus 'kucing-kucingan' dengan polisi Perhutani karena dianggap melakukan pencurian kayu dari pohon pinus.
Dia harus 'kucing-kucingan' dengan polisi Perhutani karena dianggap melakukan pencurian kayu dari pohon pinus.
Lahir dari Keluarga Miskin, Isra Kini Sukses Punya Apotek hingga Pabrik Garmen di Pemalang
Dari Tukang Kayu Bakar, Kini Sukses Punya Apotek hingga Pabrik Garmen
Terlahir dari keluarga miskin membuat W Isra Abdillah bersyukur. Dia menganggap, terlahir di keluarga miskin merupakan cara Tuhan mengajarkannya tentang arti sebuah kehidupan.
Dalam wawancara yang diunggah akun YouTube InspirasiQu, Isra bercerita, sejak duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar (SD), sudah terbiasa berjualan. Saat itu, dia membantu sang ayah berjualan kayu bakar.
- Yatim sejak Usia 3 Tahun dan Jadi Petani saat Remaja, Pria Asal Ngawi Ini Ikhtiar Wujudkan Mimpi ke Senayan
- Eks Penyidik Desak Polisi Cegah Firli Bahuri ke Luar Negeri: Kelakuannya Berdampak Buruk ke KPK
- Sambil Menangis, Keluarga Ibu Muda Dibunuh Suami di Bekasi Berharap Pelaku Ditembak Mati
- Duduk Perkara Istri Polisi Jadi Tersangka Penipuan Usai Dilaporkan Sesama Bhayangkari
"Sejak SD itu sudah berlatih jualan dengan menjual kayu bakar dan kadang saya sampai menangis kalau jam 07.00 pagi itu belum laku. Sebab saya harus sudah sampai ke sekolah sekitar jam 08.00," cerita Isra sebagaimana dikutip pada Senin (25/9).
Isra harus berjualan kayu bakar sejak pukul tiga pagi. Dia harus 'kucing-kucingan' dengan polisi Perhutani karena dianggap melakukan pencurian kayu dari pohon pinus.
"Kata Bapak saya itu bukan nyuri, karena Bapak saya ikut nanam pohon pinus," ungkapnya.
Saban hari, Isra berjualan kayu bakar. Hingga dia merasa jika sekolah tidak lagi terlalu penting untuk masa depannya.
Dia berpandangan, lulus sekolah pekerjaannya akan tetap menjadi tukang kayu.
Di panti asuhan, Isra mendapatkan pelatihan untuk berwirausaha. Dia ingin menjadi pengusaha garmen dan apotek.
Impian itu didasari dengan latihan yang dia jalani selama berada di panti asuhan.
Isra optimis pilihan hidupnya untuk menjadi pengusaha dapat terwujud. Impian menjadi pengusaha itu dia utarakan di hadapan teman-temannya. Sayangnya, respon baik tidak diterima Isra.
"Kepada teman-teman panti suatu saat penghasilanku Rp100 juta, ternyata malah diejek 'anak panti berpenghasilan Rp100 juta dari Hongkong'," kenang Isra.
Mendapatkan ejekan itu, Isra kesal. Dia meninggalkan panti asuhan dan bertekad untuk merealisasikan impiannya menjadi seorang pengusaha.
Namun, menjadi pengusaha rupanya tidak semudah yang dibayangkan Isra. Dia hampir putus asa. Namun berkat pengalamannya sebagai orang miskin, dia gigih untuk bangkit dan mengubah ekonomi keluarga. Dia gencar membangun jejaring, dan mencari ilmu untuk merintis usaha garmen dan apotek.
Jerih payah Isra lambat laut mulai menunjukan titik terang.
Modal yang dia kumpulkan dari bekerja serabutan, berhasil membangun sebuah garmen kecil hingga saat ini menjadi garmen skala menengah. Garmen dan apotek Isra pun tersebar di Pemalang, Jawa Tengah.
"Sekarang saya puji syukur alhamdulillah, saya ada garmen yang hari ini karyawannya 210 orang, dan saya berdoa bisa aampai 500 orang. Untuk apotek, kami dari 11 apotek itu ada 72 karyawan," ucapnya.