BI Ancang-Ancang Turunkan Suku Bunga
Saat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya buka-bukaan terkait potensi penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate. Saat ini, BI masih menahan suku bunga pada level 6,25 persen.
"Terkait suku bunga kita masih ada ruang untuk adanya penurunan," kata Juli dalam acara Pelatihan Wartawan, di Kawasan Nusa Dua, Bali, ditulis Minggu (25/8).
Bahkan, secara gamblang dia menyebut potensi penurunan suku bunga akan dilakukan BI pada kuartal IV 2024 mendatang. Hal ini diharapkan dapat menjawab rasa penasaran pasar terkait kapan berakhirnya era suku bunga tinggi di Indonesia.
"Bahwa Pak Gubernur (Perry Warjiyo) sampaikan terbuka ruang penurunan di kuartal IV," ucap dia.
Saat ini, Bank Indonesia masih berfokus pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah. Dengan ini, nilai tukar rupiah diharapkan dapat terus bergerak menguat di tengah ketidakpastian perekonomian global akibat konflik di Timur Tengah
"Jadi ruang (penurunan suku bunga) terbuka di kuartal IV tapi kuartal III fokusnya ke penguatan rupiah lebih lanjut. Artinya kita ingin menguat lebih lagi," tegas dia.
Sejalan dengan upaya penguatan nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia juga tengah fokus untuk menjaga laju inflasi tetap terkendali. Pemerintah menargetkan inflasi 2024 berada pada rentang 2,5 plus minus 1 persen.
"Jangan lupa kita capai angka 2,5 plus minus 1 persen itu luar biasa susah. dulu inflasi kita double digit dalam kurun waktu lama, setelah itu 8 persen lama banget, sekarang kita bisa lock di 3 persen, ini luar biasa sampai 2 persen," tandasnya.
Tantangan kenaikan BI Rate bagi pengusaha
Sebelumnya, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menjelaskan, dengan kenaikan suku bunga atau BI rate menjadi 6,25 persen. Dia mencatat, setidaknya tiga hal yang akan menjadi tantangan.
Pertama, kebijakan perbankan yang cenderung akan menaikkan suku bunga kredit, sehingga di sektor usaha akan mengalami kenaikan cost of fund.
"Hal ini akan mendorong kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) atas produksi. Inilah hal pertama yang perlu dimitigasi, yaitu timbulnya inflasi karena kenaikan harga pokok produksi atau cost push inflation," jelas dia kepada Liputan6.com, Rabu (24/4).
Hal kedua yang menjadi tantangan adalah pelemahan daya beli masyarakat. Dengan semakin sedikitnya likuiditas dan potensi kenaikan harga barang, maka daya beli masyarakat akan mengalami tekanan. Apalagi pemerintah juga mempunyai ruang fiskal yang relatif terbatas untuk menopang daya beli masyarakat dengan skema bantuan sosial (bansos).
Tantangan ketiga adalah pelambatan ekonomi. Tren pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup bagus pasca pandemi, karena bisa di atas 5 persen.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi ini sedang menghadapi masalah, yaitu tren yang menurun. Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi secara agregat mencapai 5,31 persen dan tahun 2024 "hanya" mencapai 5,05 persen.