Bos OJK: Risiko Bank Jangkar yang Salurkan Likuiditas Dijamin oleh LPS
Bank jangkar yang termasuk 15 kategori bank beraset besar akan menjalankan fungsi penyaluran likuiditas (channeling) dari pemerintah kepada bank-bank pelaksana.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tengah pandemi Corona.
Aturan tersebut menyebutkan, bank jangkar yang termasuk 15 kategori bank beraset besar akan menjalankan fungsi penyaluran likuiditas (channeling) dari pemerintah kepada bank-bank pelaksana.
-
Bagaimana OJK mendorong pengembangan perbankan syariah? Berbagai kebijakan dikeluarkan OJK untuk mendorong pengembangan perbankan syariah bersama stakeholders terkait beberapa inisiatif seperti: Mulai dari perbaikan struktur industri perbankan syariah yang dilakukan melalui konsolidasi maupun spin-off unit usaha syariah (UUS). Lalu penguatan karakteristik perbankan syariah yang dapat lebih menonjolkan inovasi model bisnis yang lebih rasional, serta pendekatan kepada nasabah yang lebih humanis; Pengembangan produk yang unik dan menonjolkan kekhasan bank Syariah, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat untuk meningkatkan competitiveness perbankan syariah. Lalu, peningkatan peran bank syariah sebagai katalisator ekosistem ekonomi syariah agar segala aktivitas ekonomi syariah, termasuk industri halal agar dapat dilayani dengan optimal oleh perbankan syariah; dan Kelima, peningkatan peran bank syariah pada dampak sosial melalui optimalisasi instrumen keuangan sosial Islam untuk meningkatkan social value bank syariah.
-
Apa yang ingin dicapai OJK dari pengembangan perbankan syariah? Bank syariah saat ini sedang kita coba arahkan untuk memberikan alternatif produkproduk perbankan syariah yang bukan merupakan bayangan dari produk-produk yang sudah ada di perbankan konvensional,” kata Dian.
-
Apa itu SLIK OJK? SLIK OJK adalah istilah yang berhubungan dengan penilaian pengajuan kredit atau pinjaman.
-
Kenapa OJK mengupayakan perluasan akses keuangan di Jawa Tengah? Otoritas Jasa Keuangan bersama seluruh pemangku kepentingan terus memperluas akses keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Kenapa LKPP mendorong UKPBJ di Lingkungan K/L/PD sebagai pusat keunggulan dalam PBJP? LKPP terus berupaya mewujudkan terciptanya tata kelola pengadaan yang lebih baik. Hal ini dilakukan dengan mendorong Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) di Lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) sebagai pusat keunggulan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP).
Muncul kekhawatiran kalau tugas yang diemban bank jangkar tersebut akan membebani likuiditas bank itu sendiri. Serta, adanya resiko bila bank pelaksana tidak bisa mengembalikan dana ke bank peserta.
Menanggapi hal itu, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, likuiditas bank jangkar dijamin tidak akan terbebani gegara tugas ini.
"Ini modelnya reimburst dan ini tidak membebani bahkan dia bisa jadi bank pelaksana kalau perlu," kata Wimboh dalam konferensi pers virtual, Jumat (15/5).
Wimboh menegaskan, bank jangkar akan mendapatkan beberapa keuntungan seperti penjaminan resiko oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta bisa mendapatkan margin dari penyaluran bantuan likuiditas ke bank pelaksana tersebut.
"Pasti mau bank peserta, karena berbagai keuntungan yang ada, dijamin LPS, dapat margin," kata Wimboh.
Sementara dalam penyaluran likuiditas ini, skemanya ialah bank pelaksana mengajukan proposal penyangga likuiditas. Adapun, resiko kredit penempatan likuiditas tersebut dimitigasi dengan agunan kredit lancar serta dijamin oleh LPS.
Indef Kritik Skema Bank Jangkar Simpan Potensi Masalah
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, menyebut program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19) masih memiliki celah. Aviliani menyoroti adanya konflik kepentingan antara bank peserta yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan likuiditas, serta bank pelaksana yang bisa klaim kebutuhan uang hingga seberapa besar.
Menurut dia, yang menjadi perdebatan yakni terkait penempatan dana yang berpindah tangan dari bank peserta kepada bank pelaksana.
"Ibaratnya itu jeruk makan jeruk, karena dia harus mengevaluasi bank juga. Itu sebenarnya tidak boleh. Ada terjadi namanya conflict of interest, di mana bank peserta harus mengevaluasi bank pelaksana," kecamnya dalam sesi teleconference, Jumat (15/5).
Oleh karenanya, Aviliani menilai pemerintah harus membuat peraturan turunan, baik dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) untuk mengatasi konflik kepentingan tersebut.
"Harus ada governance yang terjadi, supaya nanti bank peserta tidak ketiban risikonya. Karena bisa jadi bank pelaksana hari ini bagus, sehat, diberikan likuiditas, besoknya bisa jadi tidak sehat," ujarnya.
Kehadiran regulasi turunan itu disebutnya dapat bertanggungjawab kepada pelaksanaan penyaluran dana yang dipegang oleh bank peserta dan bank pelaksana. "Jadi memang prinsip dasar dari PP ini adalah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui anggaran pemerintah yaitu APBN, supaya terjadi stabilitas sistem keuangan," pungkas Aviliani.
(mdk/idr)