Bukan 4 In 1, Jalan Berbayar Jadi Solusi Mutlak Atasi Polusi di Jakarta
Jalan berbayar atau EFP sejatinya telah dirancang beberapa tahun lalu, namun belum juga diterapkan.
Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar, menjadi solusi efektif dalam masalah transportasi yang diyakini dapat berdampak terhadap tingkat polusi.
Bukan 4 In 1, Jalan Berbayar Jadi Solusi Mutlak Atasi Polusi di Jakarta
Skema Atasi Polusi Jakarta
Tingginya polusi di Jakarta dan kota penyangganya menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Bahkan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melontarkan wacana untuk menerapkan kebijakan 4 in 1 atau satu mobil 4 orang sebagai upaya menurunkan polusi. "Berkaitan utilitas kendaraan, utilitas ini banyak yang menggunakan satu orang atau maksimal 2 orang, maka dipertimbangkan untuk membuat 3 in 1 itu jadi 4 in 1," kata Budi Karya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (14/8).
"Jadi katakanlah yang dari Bekasi, Tangerang, Depok mereka bersama ke kantor gantian mobilnya sehingga jumlahnya menurun," kata Menhub Budi.
Namun, wacana ini dianggap bukan solusi dari masalah laten di Jakarta dan kota-kota penyangganya.
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar, menjadi solusi efektif dalam masalah transportasi yang diyakini dapat berdampak terhadap tingkat polusi.
"Ganjil genap juga enggak efektif lagi, sekarang ERP harus diimplementasikan lagi," kata Djoko kepada merdeka.com, Selasa (15/8).
Menurut Djoko, kebijakan yang dilakukan saat ini bukan soal jangka pendek atau jangka menengah. Justru, kata Djoko, jika penerapan ERP dilakukan saat ini maka akan berdampak positif jangka panjang.
"Yang penting sekarang harus sudah dilakukan. Jangka panjang itu dampaknya, tapi harus dilakukan sekarang," ucap Djoko.
Djoko menjabarkan, sebuah kebijakan efektif terhadap masalah transportasi dan lalu lintas saat ini, yaitu minim petugas di lapangan, namun tetap memiliki pendapatan tinggi. Adapun jika sepeda motor diterapkan dengan kebijakan ganjil genap, Djoko tetap menegaskan bahwa kebijakan itu tidak efisien.
Djoko mengatakan, lambannya realisasi kebijakan ERP tidak lain karena tidak adanya political will dari DPRD DKI Jakarta.
"Itu DPRD-nya enggak mau, takut enggak kepilih yang protes orang yang banyak duit pada punya mobil," kata Djoko.
Pembahasan ERP sejatinya sudah cukup lama mandek di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI.
Pada tahun 2020, Dinas Perhubungan DKI Jakarta masih melakukan kajian penerapan ERP untuk menekan volume kendaraan pribadi. Bahkan, di tahun tersebut Dinas Perhubungan mengklaim tengah menyiapkan dokumen untuk pelaksanaan lelang ERP.
"Kita harapkan tidak butuh waktu lama lagi keseluruhan dokumen akan siap sehingga kami bisa melakukan pelaksanaan lelang untuk implementasi ERP pengganti ganjil genap," ujar Syafrin dalam webinar Integrasi Infrastruktur Kota dan Transportasi Berkelanjutan, Rabu (24/3/2020).
Pada awal tahun 2020, dia sempat menargetkan sistem jalan berbayar atau ERP diterapkan di akhir tahun 2020. Uji coba ERP direncanakan di koridor Sisingamangaraja, Sudirman, Thamrin. Direncanakan pada Maret 2020 finalisasi dokumen ERP rampung dan proses lelang dapat dilakukan. "Targetnya di bulan Juni sudah ada pemenang lelang. Setelah Juni, mereka bekerja. Setelah bekerja, akhir tahun ini kami implementasikan," ujar Syafrin.
Namun, hingga tahun 2022 pelaksanaan ERP seperti jauh panggang daripada api. Pelaksanaan lelang untuk ER masih menunggu rancangan peraturan daerah (Raperda) disahkan menjadi Perda.
"ERP itu bisa sustain maka yang harus disiapkan terlebih dahulu adalah regulasinya," kata Syafrin di Gedung DPRD, Kamis (20/1).