Dana siluman Rp 23,6 T diduga hambat pengesahan APBN 2016
Dana sebesar Rp 23,6 T itu terdiri tambahan belanja prioritas Rp 18,1 T dan tambahan belanja mendesak Rp 5,5 T.
Koalisi Anti Utang Dani Setiawan mencurigai adanya penundaan persetujuan Rancangan APBN 2016. Penundaan ini disebabkan adanya 'dana siluman' sebesar Rp 23,6 triliun.
"Pertama ada satu hal penting yang perlu kita kemukakan. Sempat kita dikagetkan dengan munculnya 'dana siluman', 'dana hantu' senilai Rp 23,6 triliun dari pembahasan yang sebelumnya tidak muncul dalam pembahasan antara Kementerian/Lembaga dan DPR dalam pembahasan RAPBN 2016," kata Dani di Kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (28/10).
-
Bagaimana cara Partai Nasional Indonesia (PNI) menjalankan politik ekonominya? PNI adalah partai yang fokus di dalam pemerintahan dengan menjunjung tinggi nasionalisme dan politik ekonomi bersifat nasionalis.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disepakati DPR dan Pemerintah untuk tahun 2025? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Apa yang menjadi tujuan utama dari penerapan APBN? Sebagai salah satu unsur penting dalam perekonomian negara, tentu APBN diadakan dengan fungsi dan tujuan yang jelas.
-
Kapan APEC dibentuk? APEC sendiri berdiri tahun 1989.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan APBN? Di mana pemerintah harus bertanggung jawab atas semua pendapatan dan pengeluaran kepada rakyat, di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Dani menjelaskan dana sebesar Rp 23,6 triliun itu terdiri dari tambahan belanja prioritas sebesar Rp 18,1 triliun dan tambahan belanja mendesak sebesar Rp 5,5 triliun.
"Nah ini DPR, Banggar memutuskan untuk menunda belanja K/L Rp 21,3 triliun. Jadi ada belanja K/L yang ditunda, sekitar 22-23 K/L. Dengan alasan bahwa hasil pembahasan asumsi makro banyak yang meleset, pertumbuhan ekonomi tidak bisa sesuai target, kemudian target penerimaan juga. Kemudian memutuskan bahwa anggaran K/L Rp 21,3 triliun harus ditunda pengesahannya," papar Dani.
Dani mengatakan alasan penundaan pengesahan belanja K/L ini kemudian diteruskan ke Kementerian Keuangan dengan ide bahwa anggaran bisa direvisi melalui APBN Perubahan dengan syarat perbaikan dan pertumbuhan ekonomi diharapkan membaik.
"Tapi lucunya ketika Rp 21,3 triliun ditunda kemudian muncul dalam pembahasan DPR dengan Kemenkeu pada 15 Oktober dengan istilah baru bernama Belanja Prioritas, tambahan belanja mendesak Rp 23,6 triliun. Logikanya sebetulnya sesat sekali. Saya kita itu juga yang menyebabkan keputusan RAPBN 2016 tertunda. Belum clear juga di DPR," ungkap Dani.
Menurut Dani, hanya 21 K/L yang memperoleh belanja prioritas dan 3 K/L yang memperoleh belanja mendesak. Dia menyoroti lembaga yang mendapatkan belanja mendesak yaitu Kementerian Pertahanan sebesar Rp 3 triliun dan Kepolisian sebesar Rp 2 triliun.
"Ini suatu tren, dana optimalisasi selalu masuk situ. Apakah ada alutsista yang mendesak dibeli atau apa, harusnya ditelaah dulu. Ini perlu kita tanyakan. Yang dapat alokasi belanja mendesak Kemenhan, Polisi dan Kemenpora. Prinsip anggaran adalah prinsip kedaulatan rakyat," pungkas Dani.
(mdk/bim)