Data Ekspor-Impor Indonesia dan China Banyak Perbedaan Angka, Ternyata Ini Penyebabnya
Menurut Dino, perbedaan ini disebabkan oleh konsep 'country of origin' yang digunakan dalam pelaporan perdagangan.
Diplomat Ahli Madya dari Kementerian Luar Negeri, Dino R Kusnadi menjelaskan soal ketidaksesuaian data impor Indonesia dari China yang berbeda dengan data ekspor China ke Indonesia yang sempat diungkapkan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) belakangan ini.
Menurut Dino, perbedaan ini disebabkan oleh konsep 'country of origin' yang digunakan dalam pelaporan perdagangan.
- Data Terbaru: Indonesia Paling Banyak Impor Anggur Asal China
- Waduh, Ada Perbedaan Data Impor Produk Tekstil China ke Indonesia dengan Data Ekspor China
- Barang Impor China Bakal Dikenakan Bea Masuk 200 Persen, Kadin Beri Respons Begini
- Ekspor Indonesia ke China Anjlok 20 Persen di Januari 2024, Ternyata Ini Pemicunya
Dino menjelaskan, China menghitung data perdagangan berdasarkan negara asal barang, yaitu 'country of origin'. Misalnya, barang yang berasal dari Indonesia dan kemudian diproses di negara ketiga seperti Singapura atau Malaysia sebelum masuk ke China, tetap dianggap sebagai barang asal Indonesia dalam catatan China.
Sebaliknya, Indonesia memantau berdasarkan negara tujuan akhir barang, yang sering kali membuat data impor Indonesia tampak berbeda dari data ekspor China.
"Jadi (barang) Indonesia yang datang ke China itu lewat negara mana pun tetap asalnya dari Indonesia. Itu masuk. Sementara Indonesia itu ngelihatnya negara tujuannya. Ada yang negara tujuannya kita kirimnya ke Singapura, ke Malaysia, tapi setelah Singapura-Malaysia diolah kembali nyampainya ke Cina. Nah Cina ngelihatnya, meskipun itu diolah Malaysia dengan Singapura, tapi asalnya dari Indonesia. Jadi itu country of origin," kata Dino kepada media, Jakarta, Kamis (22/8).
Dino menambahkan, perbedaan ini seringkali menimbulkan ketidaksesuaian data yang signifikan antara kedua negara. Selain itu, dia menyebutkan bahwa masalah ini juga dapat berdampak pada pengawasan barang, termasuk potensi masalah terkait impor ilegal.
"Tapi kembali lagi, yang dimaksud ilegal itu apa sih? Yang bertentangan dengan apa yang jadi kebijakannya kita. Jadi misalnya kita pengen nikel yang sudah diproses dan bahan mentah itu dilarang. Tetap aja terjadi kebocoran misalnya, kan itu yang seperti tadi itu kan," lanjut Dino
Kata Peneliti Indef
Sebagai informasi, Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef, Ahmad Heri Firdaus, mengungkapkan adanya temuan terkait perbedaan signifikan antara data impor produk tekstil dari China ke Indonesia dengan data ekspor China.
Berdasarkan data dari Trade Map, Heri menyebut perbedaan data yang mencolok antara catatan impor di Indonesia dan ekspor dari China.
Sebagai contoh, untuk kode HS 6109 yang mencakup t-shirt, singlet, dan kaus kutang lainnya, data dari Indonesia menunjukkan nilai impor sebesar USD19,914 juta atau Rp316 miliar (kurs Rp15.888).
Sementara itu, data dari China mencatat ekspor produk yang sama ke Indonesia mencapai USD39,569 juta atau Rp628 miliar. Perbedaan ini menunjukkan adanya selisih yang signifikan dalam pencatatan.
“Di sini ada perbedaan pencatatan. Tapi kalau kita lihat, impor Indonesia dari Cina, kalau kita mencatatnya dari yang masuk, itu ternyata jauh lebih sedikit daripada yang dicatat oleh Cina. Ketika Cina mengeluarkan barang, (HS) 6109 misalnya, ini kelompok pakaian jadi, itu tercatat di Cina ekspor masuk ke Indonesia sebesar USD39,5 juta USD. Itu yang keluar dari Cina dengan tujuan ke Indonesia," kata Heri dalam Diskusi Indef Industri Tekstil Menjerit, PHK Melejit, Kamis (8/8).