Daya Beli Masyarakat Lemah, Tapi Layanan Pay Later Malah Naik
Kebutuhan segmentasi unbanked di Indonesia masih cukup besar.
Direktur PT Indodana Multi Finance, Iwan Dewanto, mengungkapkan tren deflasi yang berlangsung selama lima bulan terakhir dan penurunan kelas menengah di Indonesia tidak berdampak signifikan terhadap penggunaan layanan Buy Now Pay Later (BNPL).
Iwan mengatakan penggunaan BNPL di masyarakat tetap tumbuh, bahkan mengalami peningkatan hingga mencapai Rp8 triliun.
- Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah Turun, OJK: Penyaluran Kredit Multifinance dan Fintech Masih Positif
- Data OJK: 1,5 Juta Kontrak Pay Later Masyarakat Bermasalah, Berpotensi Kesulitan Lunasi Utang
- GoPay Later Ada di ShopTokopedia, Limit Hingga Rp 10 Juta
- OJK Ungkap Prospek Cerah Industri "Paylater" di Masa Depan
"Dari sisi peningkatannya kelihatan di masyarakat sih ini berjalan tuh lebih, bahkan tumbuh ya. Tumbuh karena kemudahan saya bilang. Karena yang satu yang kita itu sasar khusus paylater ya, paylater unbanked, unbanked yang ada 67 persen tuh gede banget ya," kata Iwan dalam acara Dunia Fintech, Praktis atau Bahaya, Jakarta, Rabu (9/10).
Ia menambahkan kebutuhan segmentasi unbanked di Indonesia masih cukup besar dibandingkan dengan negara lain, seperti Vietnam dan Malaysia, di mana persentase unbanked lebih rendah. Hal ini menegaskan potensi pasar BNPL di Indonesia yang masih sangat besar.
"Misalnya di Vietnam aja unbanked-nya lebih kecil dari kita. Kita bisa ada di sekitar 67 persen. Di Malaysia aja cuma 27 persen yang unbanked. Artinya kebutuhan 67 persen di Indonesia masih cukup besar dalamnya. Nah itu peningkatannya kelihatan ya seperti data dari OJK," papar dia.
Industri keuangan non perbankan
Tak hanya itu, Iwan bilang rasio Non-Performing Financing (NPF) masih berada di angka 2,5 persen, jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu 5 persen. Ini menunjukkan meskipun ada tantangan, industri BNPL masih dalam kondisi yang sehat.
Untuk menjaga kualitas kredit, Iwan menekankan pentingnya proses akuisisi yang selektif. Ia menjelaskan bahwa setiap calon nasabah harus memenuhi kriteria tertentu, seperti memiliki penghasilan minimum sebesar Rp10 juta.
Proses credit scoring yang diterapkan juga telah memenuhi standar OJK, memastikan bahwa calon nasabah memiliki kemampuan untuk membayar.
"Kita ya melakukan end-risk dari sisi credit scoring kita. Credit scoring memang OJK minta seluruh perusahaan pembiayaan BNPL itu menyampaikan presentasi kepada OJK," terang dia.
Bahkan pihaknya juga menjalin kerjasama dengan beberapa e-commerce untuk memperluas akses dan mempermudah pengguna dalam memanfaatkan layanan BNPL. Dengan fokus pada kemudahan dan aksesibilitas, PT Indodana Multi Finance optimis dapat terus berkembang meskipun menghadapi tantangan ekonomi.
"Kiita kerjasama dengan beberapa e-commerce lain. Jadi konsentrasi Bapak Ibu di e-commerce lain itu bisa kita percaya, kita kira apalagi, konsentrasi di tokopedia konsentrasinya cukup nominal, cukup besar dan selamanya lancar, berarti cukup bagus," pungkas dia.