DPR: Saat Ini Sedang Krisis, Kok Pemerintah Tega Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan
Dia mengatakan, kenaikan iuran ini tidak tepat karena saat ini masyarakat tengah dihadapkan pada masalah akibat virus corona. Seharusnya akses masyarakat untuk mendapat jaminan kesehatan lebih dipermudah bukannya dipersulit dengan menaikkan iuran BPJS.
Anggota Komisi IX DPR RI, Obon Tabroni mengkritik kebijakan pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 yang mengatur iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut dinilai tidak tepat karena dilakukan di saat masyarakat menghadapi situasi sulit akibat pandemi Corona.
"Saat ini sedang krisis. Banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. Kok tegas-teganya pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan," kata Obon Tabroni melalui siaran pers, Kamis (14/5).
-
Apa itu Program Pesiar BPJS Kesehatan? BPJS Kesehatan resmi meluncurkan program Petakan, Sisir, Advokasi dan Registrasi (PESIAR). Program tersebut dihadirkan untuk mengakselerasi proses rekrutmen peserta dan meningkatkan keterlibatan aktif dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
-
Siapa yang menerima penghargaan dari BPJS Kesehatan? Penghargaan diberikan kepada jurnalis media cetak, media online, photostory jurnalistik, televisi, dan radio yang berasal dari berbagai wilayah Indonesia.
-
Siapa yang diimbau oleh BPJS Kesehatan untuk mendukung keberlangsungan Program JKN? Rizzky juga mengimbau keberlangsungan Program JKN harus tetap terjaga, hal ini tentu membutuhkan dukungan semua pihak termasuk peserta BPJS Kesehatan dengan rutin membayar iuran JKN.
-
Kapan kelas BPJS dihapus? Sehingga, Rizzky memastikan besaran iuran sekarang masih tetap sama dengan apa yang sudah berlaku selama ini."Untuk iuran masih tetap, karena tidak ada penghapusan kelas otomatis untuk iuran, ini masih mengacu kepada Perpres yang masih berlaku yaitu Perpres 64 tahun 2020 jadi masih ada kelas dan iuran masih sama," kata Irsan di kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (15/5).
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
Dia mengatakan, kenaikan iuran ini tidak tepat karena saat ini masyarakat tengah dihadapkan pada masalah akibat virus corona. Seharusnya akses masyarakat untuk mendapat jaminan kesehatan lebih dipermudah bukannya dipersulit dengan menaikkan iuran BPJS.
Terlebih lagi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada Maret 2020 silam. Mengacu pada putusan MA tersebut, seharusnya yang dikeluarkan adalah Perpres baru yang membatalkan kenaikan Iuran bpjs sebelumnya.
Bahkan, keputusan pemerintah tersebut akan memberi contoh buruk bagi masyarakat. Bisa saja nantinya masyarakat tidak lagi menghargai putusan lembaga yudikatif yang seharusnya ditaati semua pihak, tanpa pandang bulu.
"Kenaikan ini sekaligus mencerminkan jika pemerintah tidak menghormati keputusan pengadilan yang bersifat inkrah," katanya.
Pemerintah Juga Naikkan Denda Keterlambatan Pembayaran
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II. Sementara itu, untuk kelas III baru akan naik pada 2021.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah juga menaikkan denda yang dikenakan apabila penerima manfaat terlambat melakukan pembayaran. Tahun ini denda dikenakan sebesar 2,5 persen dari total tunggakan, sementara tahun depan naik menjadi 5 persen.
"Ada hal lain yang memberatkan peserta, salah satunya adalah denda naik menjadi 5 persen di 2021, yang awalnya 2,5 persen," ujar Timboel saat berbincang dengan merdeka.com, Jakarta, Rabu (13/5).
Rencana kenaikan iuran ke depan, menurutnya, juga akan mempengaruhi kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran. Belum lagi jika penunggakan berkepanjangan, dalam aturan baru disebutkan negara dapat mencabut atau menonaktifkan kepesertaan penerima manfaat,
"Rakyat sudah susah malah disusahin lagi. Rakyat yang tidak mampu bayar Rp150.000 dan Rp100.000 di Juli 2020 nanti akan jadi non aktif. Tunggakan iuran akan meningkat lagi. Kalau non aktif tidak bisa dijamin. Terus hak konstitusional rakyat mendapatkan jaminan kesehatannya dimana?" paparnya.
Dia menambahkan, pada Pepres 82 tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan mengamanatkan iuran ditinjau paling lama 2 tahun, tetapi pasal ini juga harus melihat kondisi riil daya beli masyarakat seperti yang diamanatkan Hakim MA dalam pertimbangan hukumnya.
"Jangan juga Pemerintah aji mumpung pakai pasal itu untuk memberatkan masyarakat di tengah pandemi Covid ini. Saya kira masih banyak cara mengatasi defisit, Bukan dengan menaikkan iuran apalagi di tengah resesi ekonomi saat ini," tandasnya.
(mdk/idr)