Ekonom minta kurs Rupiah tidak dibandingkan saat krisis 1998
Ekonom senior dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengharapkan pasar tidak terlalu cemas dalam menanggapi fluktuasi nilai tukar rupiah, apalagi menyamakan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi hari ini dengan yang pernah terjadi di tahun 1998.
Ekonom senior dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengharapkan pasar tidak terlalu cemas dalam menanggapi fluktuasi nilai tukar rupiah, apalagi menyamakan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi hari ini dengan yang pernah terjadi di tahun 1998.
"Depresiasinya (pada tahun 1998) bukan seperti sekarang. Sekarang memang Rp 14.400 tapi kan awalnya dari Rp 13.700 jadi sebenarnya marginnya hanya dari Rp 13.700 ke Rp 14.400," ungkapnya ketika ditemui, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (24/7).
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Kapan Pejuang Rupiah harus bersiap? "Jangan khawatir tentang menjadi sukses tetapi bekerjalah untuk menjadi signifikan dan kesuksesan akan mengikuti secara alami." – Oprah Winfrey
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
-
Mengapa nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar di era Soeharto? Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
-
Apa yang terjadi pada nilai tukar rupiah ketika Indonesia mengalami hiperinflasi di tahun 1963-1965? Di tahun 1963 hingga Soekarno lengser sebagai Presiden tahun 1965, Indonesia mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen dengan nilai tukar rupiah saat itu berkisar Rp11 per USD1.
-
Kenapa Pejuang Rupiah harus bekerja keras? "Tidak ada di dunia ini yang diberikan kepadamu. Kamu harus keluar dan mendapatkannya! Tidak ada yang mengatakan itu akan mudah, tetapi kerja keras selalu terbayar."
"Tahun 1998 loncatnya dari Rp 2.300 ke Rp 15.000. Jadi harap dibedakan. Orang jangan membandingkan Rp 14.400 mirip 1998 Rp 15.000. Enggak mirip. Karena 1998 loncat, free fall, dari Rp 2.300 ke Rp 15.000," imbuhnya.
Selain itu, pasar juga diharapkan lebih rasional dalam menilai kondisi politik dalam negeri menjelang Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Presiden. Menurutnya, kondisi politik dan ekonomi saat ini jauh lebih kondusif, sehingga pasar seharusnya tidak perlu terlalu beranggapan negatif.
"Indonesia tidak pernah mengalami chaos, kecuali tahun 1965 dan 1998. Itu penyebabnya awalnya bukan politik, tapi hyper inflation 1998 krisis rupiah terdepresiasi," katanya.
"Jadi karena itu pasar jangan terlalu nervous dengan hal ini. Harus rasional angka-angka itu ada penjelasannya. Ada the story behind," lanjut Tony.
Meskipun dalam pandangannya, depresiasi rupiah saat ini sudah keluar dari nilai fundamentalnya, tapi dia yakin bahwa nilai tukar rupiah masih akan kembali menguat.
"Ya jujur saja Rp 14.400 sudah di bawah di luar ekspektasi dan fundamental. Dugaan saya fundamental, kalau berkaca pertumbuhan ekonomi, inflasi, devisa, tidak layak rupiah itu Rp 14.400. Berarti masih ada persepsi yang kurang tepat terhadap rupiah. Yang sesuai fundamental Rp 13.700 sampai Rp 14.000. Masih ada room untuk menguat," tandasnya.
Baca juga:
Langkah pengusaha antisipasi pelemahan Rupiah
Menko Darmin sebut nilai tukar dalam bahaya jika tembus Rp 20.000 per USD
Menko Darmin: Donald Trump marah karena The Fed terus naikkan suku bunga acuan
Pelemahan Rupiah 4 tahun terakhir jauh lebih baik dibanding 1998
BI soal Rupiah merosot ke Rp 14.500: Masalah di Donald Trump