Empat dari Lima Orang Indonesia Mudah Tertipu Transaksi Online, Ternyata Ini Penyebabnya
Empat dari Lima Orang Indonesia Mudah Tertipu Transaksi Online, Ternyata Ini Penyebabnya
VOMO melakukan eksperimen sosial dengan serangkaian iklan daring fiktif yang menggiring masyarakat ke laman www.vomoshop.com untuk mengetahui seberapa rentan masyarakat Indonesia terkena penipuan.
- Pemerintah Tak Perlu Persetujuan TikTok Soal Larangan Transaksi Jual Beli Online
- Kisah Mahfud, Sempat Terlilit Utang Rp20 Juta Karena Kecanduan Judi Online Kini Sukses Jualan Batik Arkanza
- Banyak Menelan Korban di Asia Tenggara, Isu Judi Online Belum jadi Pembahasan KTT ASEAN
- Begini Perubahan Perilaku Berbelanja Masyarakat dari Tahun ke Tahun
Empat dari Lima Orang Indonesia Mudah Tertipu Transaksi Online, Ternyata Ini Penyebabnya
Empat dari Lima Orang Indonesia Mudah Tertipu Transaksi Online, Ternyata Ini Penyebabnya
Eksperimen sosial yang dilakukan VOMO, platform daring hasil kolaborasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) dan Blibli menemukan empat dari lima orang Indonesia mudah tertipu.
"Eksperinmen ini membuktikan mayoritas masyarakat masih rentan terjebak penipuan online,” ujar Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kemenkominfo, Septriana Tangkary dikutip dari Antara, Selasa (5/12).
Sepanjang Bulan September 2023, VOMO melakukan eksperimen sosial dengan serangkaian iklan daring fiktif yang menggiring masyarakat ke laman www.vomoshop.com untuk mengetahui seberapa rentan masyarakat Indonesia terkena penipuan.
Hasilnya pun cukup mencengangkan, dari total 63.196 pengunjung Vomoshop ditemukan empat dari lima pengunjung situs memutuskan checkout belanja terhadap penawaran fiktif yang menggiurkan tersebut.
Berdasarkan temuan itu, situs VOMO pun akhirnya diluncurkan pada Kamis, bertujuan sebagai panduan edukasi untuk melakukan transaksi daring yang aman.
VOMO merupakan singkatan dari Verifikasi, Observasi, Mudah akses informasi, dan Ofisial yang berarti resmi dan terjamin.
"Saat ini, salah satu tantangan industri yang harus dibenahi segera adalah berkembangnya promosi fiktif dan penipuan online. Eksperimen sosial ini menjadi salah satu bentuk tanggung jawab industri dan diharapkan mampu menjadi edukasi yang mencerdaskan konsumen," kata Executive Director idea Arshy Adini.
Maraknya masyarakat Indonesia yang terkena kasus penipuan daring juga didasari oleh fenomena FOMO (Fear Of Missing Out), atau kekhawatiran tertinggal momen-momen besar tertentu, atau momen yang sedang banyak dibicarakan orang, termasuk promosi besar-besaran di internet.
Laporan Risiko Global 2022 dari Forum Ekonomi Dunia menyebut, sebanyak 95 persen insiden keamanan siber di dunia disebabkan oleh kesalahan manusia, termasuk karena fenomena FOMO.
Edukasi e-commerce tersebut digagas dari keresahan akan budaya FOMO dalam belanja masyarakat, yang menyebabkan mereka seringkali lalai dan menjadi sasaran penipuan.
Bahkan akhir-akhir ini, modusnya juga kian berkembang, mulai dari tawaran pekerjaan berbayar hingga komisi tugas yang menawarkan keuntungan berlipat ganda.
Menyikapi hal ini, PT Global Digital Niaga Tbk (‘Blibli’ atau ‘Perseroan’; kode saham BEI: ‘BELI’ sebagai pionir omnichannel commerce di Indonesia, turut ambil bagian dalam program pemerintah untuk edukasi literasi digital dan budaya siber masyarakat sekaligus menjadi perwujudan komitmen tata kelola dan data privasi perseroan.
Lewat Gerakan Hindari Tipu-Tipu sebagai kelanjutan dari eksperimen sosial Vomoshop Blibli yang telah didukung oleh Kemkominfo RI, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), berbagai komunitas dan mitra, hingga para key opinion leaders (KOLs), menjadi momentum yang tepat untuk meluncurkan panduan hindari tipu tipu online #IngatVOMO.